Cerita Rakyat Kampung Pandang Lau

Tapak maya Kampung Pandang Lau, Tekolabbua, Pangkajene, Pangkep yang berada di muara sungai Binanga Sangkara yang terhubung ke Selat Makassar


Tersebutlah 𝙠𝙖𝙟𝙪 𝙗𝙖𝙣𝙜𝙠𝙤 (Bakau/Rhizophora) yang dahulu kala hidup tenang di pegunungan. Suatu ketika rumpun jauhnya yang hidup di pesisir yang bernama 𝙠𝙖𝙟𝙪 𝙥𝙚𝙥𝙚’-𝙥𝙚𝙥𝙚𝙠𝙖 (Api-api/Avicennia) mengajaknya berpindah tempat untuk melihat lautan luas lebih dekat.

 

Mulanya si 𝙗𝙖𝙣𝙜𝙠𝙤 menolak sebelum luluh oleh rayuan si 𝙥𝙚𝙥𝙚’-𝙥𝙚𝙥𝙚𝙠𝙖 yang meyakinkannya penuh magis. Si 𝙗𝙖𝙣𝙜𝙠𝙤 akhirnya sepakat, tetapi meminta si 𝙥𝙚𝙥𝙚’-𝙥𝙚𝙥𝙚𝙠𝙖 berjanji, jika ternyata ia membohonginya, maka si 𝙥𝙚𝙥𝙚’-𝙥𝙚𝙥𝙚𝙠𝙖 akan rusak dari dalam. Tubuhnya tidak akan tumbuh sempurna sebagaimana kayu lainnya. 

 

Sumpah itu disepakati.

 

Tibalah ketika si 𝙠𝙖𝙟𝙪 𝙗𝙖𝙣𝙜𝙠𝙤 melihat lautan lepas. Ia tertegun menyaksikan matahari perlahan tenggelam, gulungan ombak yang berkejaran, perahu nelayan, dan kawanan camar yang terbang rendah hingga tak terasa kakinya terperosok lebih dalam ke lumpur. 

 

Si 𝙠𝙖𝙟𝙪 𝙗𝙖𝙣𝙜𝙠𝙤 mulai tidak nyaman dengan lumpur hitam yang menenggelamkan kakinya, berbanding terbalik ketika hidup di pegunungan yang dikelilingi tanah yang padat. Ia mulai mengeluarkan cadangan kaki yang lain agar terhindar dari lumpur, akan tetapi, semakin ia mengeluarkan semua kakinya, semakin ia tertanam lebih kuat ke dalam lumpur. Ia menyadari jika tidak mungkin lagi kembali ke pegunungan.

 

Begitulah hingga si 𝙠𝙖𝙟𝙪 𝙗𝙖𝙣𝙜𝙠𝙤 hidup di pesisir dengan kaki-kaki akar menjinjit karena jijik dengan kubangan lumpur. Karena dibohongi oleh rumpun jauhnya itu, si 𝙥𝙚𝙥𝙚’-𝙥𝙚𝙥𝙚𝙠𝙖 ketiban sumpahnya sendiri, ia akan hidup dengan tubuh (batang) yang  rusak dari dalam. 


Begitu tumbuh besar, segera saja bagian batangnya akan rusak (mati sebagian) sehingga tampak seperti luka bakar sebagaimana nama yang dinisbahkan kepadanya: 𝙥𝙚𝙥𝙚’, bahasa Makassar yang berarti api. 

 

Jika merujuk pada nama latinnya: Avicennia yang merujuk pada sosok filsuf Ibnu Sina, tentu kontras dengan sikapnya yang menipu saudarah jauhnya, namun tindakannya itu mendorong kebijaksanaan yang kelak menolong umat manusia yang hidup di pesisir, karena kaki-kaki akar si 𝙠𝙖𝙟𝙪 𝙗𝙖𝙣𝙜𝙠𝙤 yang tertanam kuat dalam lumpur kelak berfungsi sebagai benteng alami menahan laju abrasi di pesisir.

 

Kini kita mengenal mangrove sebagai suatu kawasan ekosistem yang hidup di pesisir. Selain bakau, api-api juga tumbuh berdampingan, di beberapa kawasan terkadang jenis bakau tumbuh lebih banyak atau sebaliknya.


Bakau (kiri) dan Api-api tumbuh berdampingan, tampak batang Api-api melewati selah bakau yang bercabang.



Kaki-kaki akar bakau yang berjinjit.

Kayu Api-api dengan batang yang rusak, mati sebelah.

Bagian batang Api-api yang rusak.

Daeng Idris (kaos biru) berkisah di bawah rindang ekosistem mangrove di Kampung Pandang Lau.

*


Catatan:


Cerita rakyat pesisir di Kampung Pandang Lau di atas saya narasikan ulang setelah menyimak tuturan Daeng Idris yang mengisahkannya ketika menemani kami menjumpai pekerja sango-sango di petak empang yang berdampingan langsung dengan kawasan mangrove di kampung itu. Pesan moral dari cerita rakyat tersebut, menurut Daeng Idris ialah, tidak boleh berbohong pada orang.

Komentar

Postingan Populer