Babakan Cerita Berlapis dari Kerja Kolektif
Dok. Kamar-Bawah 2024 |
Buku ini hadir setelah mengalami lipatan waktu yang cukup lama. Selama menanti pergantian musim yang mulai sukar diperkirakan. Begitu tiba di tangan, hal pertama segera mencari tahu mengapa dijuduli π»πππ¦π π΄ππ π΅ππππ, πππππ π΄ππ ππππππ’ππ. Rupanya itu judul tulisan Zikri Rahman, penulis dari Malaysia.
Sepanjang membaca tulisan Zikri, begitu menggetarkan, kali pertama membaca tulisan seorang Malaysia. Belakangan baru tahu jika itu merupakan terjemahan Anwar Jimpe Rachman dari bahasa Melayu. Mulanya saya pikir jika Zikri memang menuliskannya dalam bahasa Indonesia karena waktu menyimaknya berbicara ketika datang di Pangkep, dialeknya tidaklah Upin-Ipin sekali. Sayang, tulisan Thania Peterzen, seniman dari Cape Town, Afrika Selatan tentang zikir dibiarkan dalam bahasa Inggris.
Hal penting dari buku ini, saya kira, para kurator, tim penulis, pemagang, dan tim kerja di lima kota pelaksanaan Makassar Biennale tahun 2023 (MB 2023) telah membeberkan sejumlah hal yang tentu saja telah dituliskan dengan cerewet. Saya sendiri perlu membaca ulang catatan peristiwa dari Pangkep yang dituliskan Sulaeman Ghibran dan Siti Husnul Zakiyah, termasuk dua judul tulisan saya sendiri, pasalnya, ada beberapa momen terlupakan dan perlu memantiknya kembali. Hal lainnya, saya sudah lupa apa saja yang saya tuliskan.
Terdapat 28 penulis, 29 jika ditambah catatan pengantar dari Jimpe yang perlu dilalui sebagai gerbang pembuka (bukan pertama). Bagaimanapun, sesuatu terjadi karena ada permulaan, karena itulah perlu ada sesuatu hal sebelum menaiki gerbong yang akan membawa menjumpai gerbang-gerbang yang lain. Akan tetapi, itu bukan peta layaknya Anda minta tolong pada Google Maps agar menunjukkan tujuan sesuai titik. Sekali lagi, itu hanya gerbang pembuka saja, tidak perlu juga kejelian memilih gerbong untuk memulai perjalanan melihat ada apa di gerbang di lima kota.
Buku ini tiba setelah setahun lebih gelaran MB 2023. Waktu yang berpilin jauh, saya kira, jika untuk mengeja kembali momen peristiwa setelah hari-hari berlalu, momen itu mengendap jadi ingatan yang kabur dan kita cukup mendapatkan gambaran peristiwanya saja. Begitulah ingatan bekerja. Kita perlu ingat bahwa menuliskan peristiwa itu perkara politis dari apa yang diingat, bahwa ada yang perlu dituliskan tebal-tebal, lalu sebagian disimpan saja dulu atau dihapus sama sekali.
Kabar baiknya, catatan yang tersaji memungkinkan kita membayangkan latar yang tak perlu kita tahu lebih jauh terkait hal-hal teknis atau situasi yang telah dikurasi itu. Membaca catatan Fauzan Al Ayyubi (Ocank), umpamanya, segera kita menangkap humor yang tersaji dari percakapan atau umpatan spontan dari Ade Cakra Irawan (Cakke) yang bertindak sebagai penerjemah Robert ‘Chi’ Machiri, seniman asal Jerman yang beresidensi dan berpameran di Nabire, Papua Tengah. Dari teks yang dituliskan tentu saja ada bayangan visual akan gestur dan mimik yang diperagakan ketika perbincangan itu berlangsung. Bukan karena saya mengenal baik cara Ocank dan Cakke merangkai joke, tetapi itu perlakuan teks yang terbaca secara visual. Pembaca lain pun yang tidak kenal kedua orang itu kemungkinan bakal menyinggungkan senyum.
Begitu juga dengan sajian catatan lapangan para pemagang di kota Makassar yang mendampingi sejumlah seniman yang beresidensi dan berpameran di kota yang daratannya semakin ke barat itu. Saya terkesima dengan catatan panjang Bobel. Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu. Bukan, Bobel bukan anak kecil lagi. Usianya sudah remaja. Tulisannya sunggguh visual khas anak remaja yang mengunjungi suatu tempat dan hendak mengisahkan semuanya.
Perjalanan seniman yang beresidensi di Parepare terekam hangat oleh tim kerja Parepare yang menunjukkan selengkung kisah di balik perjalanan kota. Selain arus migrasi manusia yang padat sejak lalu, juga wajah kota Parepare yang melekat di balik kamar gelap.
Buku ini tiba di Pangkep sehari sebelum serial Seratus Tahun Kesunyian tayang di Netflix pada Rabu, 11 Desember. Serial delapan episode itu, dengan total durasi sekisar delapan jam, rupanya, oleh kritikus atau pembaca novelnya hanya merangkum sepertiga dari keseluruhan cerita berlapis. Ya, tentu saja mengalihwahanakan novel ke sinema tidak semudah menerjemahkannya ke dalam teks.
Pendapat saya, serial ini sudah menjawab visualisasi yang selama ini terbayangkan dari teks. Struktur narasi dalam novel sendiri menggunakan alur waktu yang melompat jauh. Jalinan kisah di kota Macondo menyisakan ruang kosong yang tidak sedikit ketika menjumpai kalimat: enam bulan kemudian, atau empat bulan kemudian. Formula itu juga dipakai dalam serial. Ruang kosong yang tidak dikisahkan itu cukup kita tahu: bahwa ada prakondisi yang berlangsung hingga memasuki babakan yang kembali diceritakan.
Sejudul catatan dari Labuan Bajo menuliskan ulang ucapan Jimpe soal pentingnya kerja kolektif supaya kita tidak kesepian. Memang kita menderita bila kerja sendirian. Dalam serial Seratus Tahun Kesunyian, Jose Arcado Buendia, bapak bangsa kota Macondo begitu gembira ketika berjumpa kembali dengan Melquiades yang hidup lagi setelah mengalami kematian karena tak kuat menjalani kesepian. Buendia begitu memahami pentingnya kerja kolaborasi untuk mewujudkan suatu impian. Ia menunjukkan labarotorium alkimianya yang semakin memadai pada Melquiades. Walau Melquiades juga memahami dengan baik kerancuan epistemelogi lelaki yang gila penemuan itu. Segera saja BuendΓa berkeliling Macondo memanggul kamera untuk memerangkap wujud tuhan dalam waktu yang diberikan kerja fotografi. Tentu saja kerja sia-sia.
Tentu ada banyak orang yang terlibat dalam MB dengan kemampuan yang diberikannya dalam tim kerja di tiap kota. Untunglah kerancuan epistemelogi Jose Arcado BuendΓa tidak bekerja di sini dan cukup pada semangatnya saja. Oh, iya. BuendΓa yang akhirnya benar-benar gila itu, juga payah dalam ilmu geografi. Ia memang pemimpin yang memimpin rombongan orang-orang melintasi pegunungan untuk mencari lautan. Dalam imajinasinya, ia akan membangun pemukiman baru dekat laut. Ia lupa, persisnya mungkin tidak tahu jika Kolombia, 70 persen wilayahnya merupakan tutupan hutan hujan Amazon. Laut yang dinanti berada jauh di utara. Setelah dua tahun perjalanan, rombongan mereka terjebak di sebuah rawa, dan di situlah Buendia mulai bermimpi membangun kota yang kemudian dinamakan Macondo.
Gelaran MB 2023 di lima kota masing-masing memiliki sub tema spesifik, di Makassar sendiri bertajuk: Darat Kian ke Barat. Pemimpin kota Makassar tentulah bukan Buendia, karena ia mendamba laut. Namun, pengetahuan geografisnya sama buruknya, wajah kota sudah menghadap laut, masih juga mau dijadikan daratan dan dianggap sebagai penemuan brilian.
Di tahun 1994, ketika Roberto Baggio gagal menyelesaikan tendangan penalti di final Piala Dunia, ia disebut tengah mengalami kematian berdiri sepersekian detik. Ilmu psikologi mungkin menyebutnya sebagai Silent treatment. Dalam hari-hari menjalankan kerja kolektif MB 2023 di masing-masing kota, situasi seperti itu berpeluang sekali mampir. Ada hal-hal yang teramat kompleks dijelaskan. Selain mengalami kematian berdiri sepersekian detik, juga bisa saja menangis sejadi-jadinya. Andai Abe di malam itu, malam pembukaan MB 2023 di Pangkep, tidak memutus siklus waktu yang tengah berjalan, saya bisa jadi sangat cengeng di malam pembukaan itu karena ingin merayakan buah kerja kolektif.
Komentar