Terjebak Banjir di Pangkep

Luapan air menutupi jalur irigasi yang berada di depån rumah warga di Kelurahan Tumampua, Pangkajene. Gambar diambil pada Sabtu, 21 Desember 2024.
Dok. Kamar Bawah. 2024

Pada Sabtu, 11 Januari 2023 lalu melalui sejumlah grup WhatsApp, saya membaca sebaran informasi mengenai peringatan dini dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tentang intensitas curah hujan di Sulawesi Selatan. Melalui imbauan itu dituliskan peringatan sejumlah kabupaten kota yang siaga dan waspada akan dampak banjir.

 

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) bersama lima kabupaten lainnya Gowa, Makassar, Takalar, Maros, dan Barru masuk dalam kategori ‘SIAGA’. Sedangkan sembilan wilayah lainnya, yakni Selayar, Sidenreng Rappang, Parepare, Bone, Sinjai, Soppeng, Pinrang, Jeneponto, dan Bulukumba diperingatkan untuk ‘WASPADA’.

 

Di Sulawesi Selatan terdapat 24 kabupaten-kota, pelintasan antar wilayah dihubungkan dengan jalur Trans Sulawesi sebagai jalan utama. Di sebelah utara kota Makassar, ibu kota Sulawesi Selatan jalur trans menghubungkan ke kabupaten kota yang dimulai dari Maros, Pangkep, Barru, Parepare, Sidenreng Rappang, Pinrang hingga ke Luwu.

 

Dalam sepuluh tahun terakhir kerap terjadi kemacetan yang diakibatkan curah hujan tinggi yang merendam ruas jalan sehingga kemacetan tak terhindarkan. Kendaraan tak dapat bergerak karena tingginya genangan air di sejumlah titik di ruas jalan Trans Sulawesi. Salah satu titik terparah itu berada di Pangkep.

 

Ingatan warga di fase sepuluh terakhir itu saling membandingkan fase banjir tiap tahunnya. Umpamanya saja, pada akhir 2021 di Pangkajene, ibu kota Kabupaten Pangkep kendaraan tak bisa melintas karena jalan terendam air sehingga antrean kendaraan mengular sepanjang puluhan kilometer. Peristiwa serupa kembali terulang di akhir tahun 2022. Dan, jika merunut peristiwa yang sama sudah mulai tampak dalam periode sepuluh tahun terakhir.

 

Pendapat umum warga semua mengajukan keheranan dengan kejadian berulang saban tahun yang,sebelumnya, tidak pernah terjadi. Lokus pemukiman yang sebelumnya bebas banjir kini juga terdampaksehingga menambah pekerjaan membersihkan lumpur selepas air surut di dalam rumah.

 

 

Anomali Hujan dan Distribusi Air

 

Luapan air sungai Pangkajene yang membela kota tidak hanya melumpuhkan jalan, tetapi juga areapemukiman yang mencakup kecamatan Pangkajene, Bungoro, dan Minasatene. Tiga kecamatan tetangga ini memang dekat pusat kota yang hampir semua wilayahnya terimbas banjir. 

 

Selain rumah warga juga pusat perkantoran seperti kantor Pemerintah Daerah Pangkep, Kantor DPRD, Polres Pangkep, Kodim 1421 Pangkep, sekolah, taman kota dan pasar, termasuk rumah sakit daerah.

 

Upaya pemerintah kabupaten dalam menanggulangi rendaman air yang kadang bertahan hingga dua hari diupayakan melalui penyedotan air. Ada dua titik pemasangan mesin penyedot airdi jalan Andi Mauraga dandi lokus jalan poros kabupaten (sekisaran Aspol), semuanya masuk dalam wilayah kecamatan Pangkajene. Badauni AP, jurnalis di Pangkep mengonfirmasikan jika penyediaan pompa mesin itu dibangun di awal kepemimpinan bupati Muhammad Yusran Lalogau pada pada 2021 lalu. Namun, ketika luapan semakin tinggi dan meluas maka pemompaan air untuk pengalihan tidak bisa dilakukan, pasalnya air mau dialirkan kemana ketika semua terendam. Kini, pompa penyedot genangan air itu sisa menjadi kenangan dalam ingatan wargatiap curah hujan meninggi dan merendam area jalan hingga masuk ke rumah.

 

Respons adaptif berupa penyediaan pompa penyedot genangan air rupanya tidak menjawab dalam mitigasi banjir, pengerukan selokan juga sudah diupayakan akan tetapi luapan air tak terbendung. Belum lagi jika anomali hujan yang kadang mengguyur selama sepekan. Distribusi air yang tak tidak tertampung di selokan yang dialirkan ke sungai Pangkajene jadinya meluber ke jalan.

 

Di Pangkep terdapat bendungan Tabo-Tabo yang terletak di Desa Tabo-Tabo, Kecamatan Bungoro berjarak sekitar 22 km dari kota Pangkajene. Bendungan yang pembangunannya rampung pada 197itu sebagaimana tujuan pembangunan bendungan diperuntukkan sebagai penampungan aliran sungai agar dapat dikelola untuk pengairan pertanian. 

 

Bendungan dengan luas potensial mencapai 7.483 hektare dan luasan fungsionalnya 6.815 hektare tersebutpernah jebol pada 2013. Hal itu juga diakibatkan banjir yang terjadi kala itu. Jadi, jika tiap kali hujan mengguyur dan ruas jalan tergenang hingga meluber ke perumahan warga, itu karena riwayatnya memang sudah terjadi sejak sepuluhan tahun terakhir. Kerugian lain yang diakibatkan adalah area persawahan. Para tetua yang mengandalkan pembacaan musim berdasarkan tanda-tanda alam sudah meleset yang tentu berakibat fatal dalam pengambilan keputusan memulai cocok tanam.


Tangkapan layar E-Paper SuaraPangkep.Id (Arsip Kamar-Bawah)


 

Banjir di Tahun 2023

 

Sebulan pasca banjir di akhir tahun 2022 yang menandai peralihan ke tahun 2023, tak butuh waktu lama kejadian serupa kembali terulang setelah dua hari peringatan dini BMKG yang tersiar melalui percakapan grup WhatsApp. Tepatnya pada Senin, 13 Februari 2023 hujan mulai mengguyur pada pukul empat dini hari yang disertai angin kencang.

 

Aktivitas di awal pekan yang biasanya padat seperti upacara di sekolah dan apel pagi di halaman kantor instansi pemerintah tak lagi dilakukan. Saya mendapati pesan dari guru tempat anak saya bersekolahdiliburkan sementara.

 

Selanjutnya sisa menunggu hitungan jam bagaimana mesin-mesin menemukan dirinya tidak berdaya di aspal jalan. Pemandangan yang akan semakin lumrah jika hujan deras kembali mengguyur. Hingga pukul sepuluh malam pengendara yang terjebak macet memilih memarkir kendaraan mereka di jalan sembari menunggu situasi kembali normal yang entah harus menunggu berapa lama.

 

Namun, ada anomali jika melihat bagaimana luberan air mulai merayapi aspal jalan Trans Sulawesi lalumenyeberangi jalan sebelahnya kemudian masuk ke rumah warga. Membandingkan banjir di akhir tahun 2022 di mana hujan mengguyur selama sepekan sedangkan banjir pertama di tahun 2023 ini intensitas hujan tidak sampai dua hari, akan tetapi pendapat warga mengatakan kalau banjir inilah yang paling parah. “Ini banjir kiriman,” tutur seorang warga yang saya jumpai di jalan depan kantor Pemda Pangkep ketika waktu sudah menujukkan pukul sembilan malam. “Pintu bendungan Tabo-Tabo dibuka jadi airnya banyak,” respons warga yang lain.

 

Di akun Instagram Info Kejadian Pangkep yang intens mengabarkan peristiwa kembali menyiarkan ulang video postingan warganet yang memperlihatkan debit air di bendungan Tabo-Tabo berarus kencang. Meski tidak ada rilis resmi dari otoritas pengelola bendungan mengenai dibukanya pintu bendungan karena kelebihan volume air, tetapi jika menyimak video dengan ketinggian air sudah mencapai 5,4 meter maka kemungkinan besarnya memang daya tampung bendungan tidak sesuai lagi kapasitas.

 

Hingga pukul sebelas malam jembatan Pangkajene tak bisa dilewati, padahal itulah jembatan

utama di Pangkep yang menghubungkan jalur Trans Sulawesi. Pilihannya kemudian petugas mengarahkan pengendara menempuh jalur kecamatan Minasatene yang tembus di Kecamatan Bungoro.

 

Jalur ini sebenarnya bukan jalur alternatif antar kabupaten karena merupakan jalur penghubung antarkecamatan saja, para pengendara lintas kabupaten hanya mengenal jalur Trans Sulawesi yang melewatijembatan Pangkajene di pusat kota. Namun, dari seringnya banjir merendam jalur jalan utama, baru kali inidilakukan pengalihan arus karena luberan air semakin meluas dibandingkan banjir sebelumnya. Sedangkan pengendara yang sudah telanjur melewati jembatan Pangkajene tak bisa melanjutkan perjalanan karenagenangan air sudah setinggi perut orang dewasa di lokus jalur Trans Sulawesi di perbatasan Pangkajene dan Bungoro. 

 

 

Badai Pesisir ke Daratan (Seroja)

 

Di tempat lain, masih di waktu yang sama pada Senin 13 Februari itu, 12 rumah warga di Kelurahan Bonto Perak, Kecamatan Pangkajene dan enam rumah warga di Kelurahan Bonto Kio, Kecamatan Minasatene mengalami terjangan angin kencang yang menerbangkan atap rumah. Jenis kerusakan mulai dari sedang hingga rusak berat.

 

Saenal K (31) warga Kelurahan Bonto Perak mengatakan kalau angin kencang menerpa rumah warga sudah sering terjadi. “Sebelumnya lebih parah karena rumah rata dengan tanah, kalau tidak salah terjadi di tahun 2021,” paparnya.

 

Pada Sabtu, 19 Februari 2023 saya bersama Saenal mengunjungi ujung Kelurahan Sibatua yang berbatasan dengan Bonto Perak. Ujung Sibatua berada di sisi barat yang berbatasan langsung dengan jalur sungai Turungan Bonto Jai yang terhubung ke lautan lepas. 

 

Di sepanjang sisi sungai tampak rimbunan bakau yang tumbuh meski tidak terlalu lebat. Di sisi timur sungaiadalah hamparan tambak area persawahan, kira-kira jika mengukur jarak dari situ ke pemukiman warga di Bonto Perak yang kerap diterjang badai berkisar 20 km. Tiupan angin yang menyapu rumah warga BontoPerak bergerak dari barat, Saenal mengisahkan jika dulu rumah warga Sibatua juga sering mengalami badai yang membuat rumah warga rusak. Jauh sebelumnya ingatan warga mengenai badai angin laut hanya menyapu rumah-rumah di wilayah kepulaun.

 

Kabar seperti itu sering menjadi pemberitaan di masa lalu mengenai amukan angin yang merusak rumah warga Pangkep yang mendiami sejumlah wilayah kepulauan yang masuk dalam wilayah Selat Makassar.

 

Roem Topatimasang dalam catatan pengantarnya di buku Ura Timu-Etnografi Iklim Mikro Flores (Insist Press: 2022) menuliskan sifat badai dahsyat tidak seperti biasanya yang hanya melewati wilayah kepulauan terbesar di dunia hingga dekade 60-an, wilayah yang menjadi langganan badai tropis ini kawasan Filipina dan Taiwan.

 

Perubahan arah dan cakupan badai oleh Roem, sangat dipengaruhi suhu permukaan bumi di bagian tengah-selatan Lautan Teduh (Pasifik) sejak dekade 80-an, puncak tertinggi kenaikan suhu bumi terjadi pada 1998, hal ini juga dipicu kebakaran hutan besar-besaran di Kalimantan dan Sumatera. Gejala inilah yang dikenal luas dengan sebutan El Nino Southern Oscillation (ENSO).

 

Pergeseran badai tropis dari lautan ke darat oleh para pakar iklim disebut landfalling tropical cyclone. Istilah lokal kerap disebut ‘Seroja’ ini menunjukkan potensi badai semakin mengincar wilayah daratan. Hal inilah yang mengherankan warga di Kelurahan Bonto Kio yang merupakan wilayah daratan dan jauh dari pesisir, tetapi beberapa rumah warga terdampak angin kencang.

 

*

Catatan:

 

Pertama kali tayang pada E-Paper SuaraPangkep.Id Edisi Senin, 13 Maret 2023. Dipublikasikan kembali untuk edukasi dan pengarsipan dengan perubahan judul dan koreksi-revisi sejumlah isi.

 

Di pengujung tahun 2024 situasi serupa kembali terjadi, sejumlah lokus pemukiman warga kembali terdampak banjir, ruas jalan Trans Sulawesi di kota Pangkajene kembali terhenti akibat banjir yang mengakibatkan kemacetan dua arah (dari utara dan selatan) yang terjadi pada Sabtu, 21 Desember 2024

 

Pekan sebelumnya pada Senin dan Selasa, 9-10 Desember 2024, badai seroja juga kembali merusak rumah warga di Kelurahan Sibatua, Pangkajene (pesisir), Kelurahan Talaka, Marang (daratan), dan Desa Mattiro Uleng, Liukang Tupabbiring Utara (kepulauan).

Komentar

Postingan Populer