Redondo di Tahun 1999

 

Sumber gambar di sini

Berselang setahun setelah Belanda memesankan tiket pulang untuk Argentina di Perempat Final Piala Dunia 1998 di Perancis dengan skor 2-1, yang menjadikan umpan panjang Frank de Boer dari garis pertahanan Belanda ke mulut kotak penalti gawang Argentina sebagai operan kunci terbaik di ajang itu.

Kedua timnas yang tidak pernah akur tiap kali berlaga, kembali menjalani pertandingan di tahun 1999 dalam ajang International Friendly yang digelar di Amsterdam Arena. Skuat kedua tim tidak ada perubahan yang berarti, keduanya masih sama, diperkuat atlet terbaik di tiap posisi.

Jika ada yang berbeda, itu hanya terjadi di lini tengah Argentina, gelandang bertahan yang dulu mengisi skuat Argentina di PD 1998, Matías Almeyda, kini digantikan oleh empunya posisi itu, Fernando Redondo, sekaligus menandai kembalinya gelandang bertahan itu setelah Daniel Passarella digantikan Marcelo Bielsa di kursi pelatih.

Redondo menimpali Passarella karena menerapkan aturan yang menurutnya, tidak beririsan dengan sepak bola. Redondo makin geram setelah Passarella menyangkalinya melalui konfrensi media. “Saya tidak akan bekerja sama dengan orang yang berbohong ke publik,” tanggap Redondo kepada media.

Passarella yang meyakini sebuah hasil riset mengenai rambut panjang seorang pesepakbola dapat membuyarkan fokusnya di lapangan. Cannigia, adalah nama lain yang juga menolak aturan Passarella. Jadilah nama kedua pemain itu tidak ada di daftar tiket menuju Perancis.

Pertandingan persahabatan yang disaksikan 51.000 ribu pasang mata itu berakhir dengan skor imbang, 1-1, lini tengah Belanda yang diisi dua gelandang energik, Seedorf dan Davids mampu mengalirkan bola lebih lancar dan membangun serangan yang efektif. Di beberapa adegan duel, Veron kewalahan menghentikan gerak lincah Seedorf.

Keberanian, tepatnya, kenekatan Ayala menggiring bola di garis pertahanan. Padahal, ia bisa langsung mengoper bola itu yang akhirnya dicuri oleh Kluivert, cara mengambil bola yang sesungguhnya pelanggaran itu dibiarkan oleh wasit. Pochettino dan bek legendaris, Sensini terdiam karena mengiranya pelanggaran, Davids meneruskan bola curian itu, terus melaju tanpa gangguan sebelum melesakkan tembakan di luar kotak penalti. Halauan telat Pochettino tak mengenai bola yang sudah disepak, Roa melompat menangkap angin, wajah sesal bersarang di Ayala dan pemain Belanda menyambut Davids merayakan gol.

Argentina di babak pertama dengan tradisi nomor sepuluh sebagai pusat permainan mengalami penyelesaian yang tumpul di lini depan, dua peluang Batistuta gagal menjadi gol, satu sepakan melambung di atas mistar, satunya lagi membentur tiang. Dua skema sekarang yang lahir dari betapa gigihnya Ortega menyapu sisi kanan dan jelinya Veron membaca pergerakan bek Belanda yang memasang garis pertahanan tinggi.

Lalu di mana peran Redondo di tengah permainan atraktif Belanda yang mampu menguasai lapangan tengah. Redondo di Real Madrid bukanlah Redondo di Argentina. Jika di Madrid ia bisa beralih dari nomor 5, 6, 8, dan 11. Di Argentina, ia berdiam di nomor 5. Perannya berjalan baik sebagai penghubung lini belakang ke gelandang serang. Ketika Davids mencetak gol, kondisinya harus dibaca antara itu tadi: keberanian dan kenekatan Ayala yang berbuah pada buyarnya konsentrasi, ditambah curian bola pelanggaran karena Kluivert mengambil dari belakang yang membuat Ayala terjungkal.

Di babak kedua, Argentina baru bisa mengatasi duo mesin lini tengah Belanda. Sesekali, ketika Seedorf kembali mampu memenangi lini tengah, pilihannya tak lagi menyuplai dua sayap Belanda. Sejak babak pertama, Overmars di kiri memang tidak maksimal, hanya Zenden di kanan yang terlihat mengepakkan sayap, tetapi, kerja terstruktur dan marking area Zanetti membuat Zenden menemui lawan sepadan. Dengan begitu, Redondo mendapatkan parner berimbang di kanan dan tidak perlu menutup ruang terlalu sering di sisi kiri.

Hasilnya, Seedorf sisa memiliki satu pilihan: menyodorkan bola vertikal, hanya saja, Kluivert tidak tenang bermain, ia malah adu mulut dengan Ayala yang menjadi penanda dan menambah daftar panjang betapa kedua tim tidak pernah akur jika bertemu.

Bielsa sepertinya menerima kekuatan lini tengah Belanda, menyempurnakan pengakuan itu, ia mengganti Ortega di rihat babak pertama dan mengisi sayap kanan Argentina yang benar-benar sayap, walau tidak bisa mengepakkan sayap. Perubahan formasi di babak kedua memungkinkan Redondo mengisi celah yang ditinggalkan Ortega. Ia mulai menyisir sisi kanan dan tengah lapangan lalu kembali lagi ke sepertiga lapangan, sebagaimana rute yang dilakukannya di Real Madrid.

Setelah Davids menerima kartu kuning keduanya, barulah lapangan tengah beralih tuan. Kekosongan ruang tengah Belanda memaksa Seedorf bermain aman dan mengurangi pergerakan ke depan untuk membuat operan vertikal. Zenden berusaha bekerja dua kali lebih keras untuk mengalihkan titik pusat Belanda dari tengah ke sayap. Usaha yang kembali mentah karena Zanetti adalah mesin traktor dengan daya yang konstan.

Usai Veron menjemput bola di garis pertahanan, ia tampak lebih santai membawanya ke garis tengah, berbagi umpan segitiga sebelum bola kembali ke Redondo. Dari tengah lapangan di sisi kiri, Redondo melambungkan bola yang dikejar Lopes yang mampu menguasainya sebelum memindahkan bola ke kotak penaliti, Crespo bergerak maju menarik seorang bek mengikutinya, ia tahu bola tak bisa dijangkau, aliran bola melewatinya, juga tepat di depan Frank de Boer, pengumpan operan kunci terbaik di PD 1998 itu. Dari belakang Batistuta tanpa pengawalan menyambut bola dan mengubah skor.

*

Catatan:

Sejauh ini saya tidak tahu kalau laga itu pernah terjadi, ketika buka YouTube, di beranda terlihat sorotan pertandingan, karena tertarik tentu saya memutarnya dan menontonnya beberapa kali. Tautan pertandingan bisa disimak: https://www.youtube.com/watch?v=Gz8HqC1jLRg&t=2376s

Komentar

Postingan Populer