Mengenal Motoro, Perahu Kecil Nelayan di Pulau Kapoposang

 

Motoro nelayan di Pulau Kapoposang


Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) membedakan definisi perahu dengan kapal, juga sampan. Namun, perbedaan itu memiliki kesamaan fungsi. Sama-sama tidak bisa dipakai melintasi jalur tol. Maksudnya, tentu saja, jalur tol di darat, yang kalian pikirkan sebenarnya apa, tol laut itu bukan fisik loh, itu cuma metode atau jalur pelayaran. Dulu juga saya berpikirnya begitu, membayangkan ada jembatan melintas di atas Laut Banda atau di Samudera Pasifik.

Di kabupaten saya, luas wilayah lautnya lebih luas dari daratan. Namanya juga kepanjangan dibanding nama kabupaten lain di Sulawesi Selatan. Makanya disingkat saja menjadi Pangkep (Pangkajene-Kepulauan).

Terdapat empat kecamatan kepulauan dengan 32 kelurahan/desa maritim yang, menurut perkiraan awal saya, semua warga yang tinggal di wilayah kepulauan itu memiliki kesamaan alat transportasi yang sama: perahu.

Ya, semua sih perahu, tetapi jenisnya beda dan punya nama. Dulu juga saya anggap kalau perahu yang ukurannya kecil itu disebut jolloro, bahasa setempat untuk jenis perahu yang bagian belakangnya kecil atau agak lancip. Jadi, meski ukurannya besar tetapi bokongnya lancip, maka itu adalah jolloro. Prosedur penamaan ini berlaku untuk perahu yang disebut kappala, adaptasi bahasa Bugis untuk kapal. Walau ukurannya kecil, tetapi bagian belakangnya lebar, maka itu disebut kappala.

Ketika berkunjung ke Pulau Kapoposang, kapal ukuran kecil yang menjadi moda tranportasi laut nelayan di sana dikenalkan dengan sebutan motoro. Wow, kok bisa. Pada umumnya di Sulawesi Selatan jika menyebut motoro, maka itu berarti sepeda motor alias kendaraan roda dua. Secara adaptasi fonetik dari bahasa Indonesia juga tepat: motor, dialihbahasakan ke Bugis menjadi motoro.

Saya jadi bertanya-tanya, apa mungkin penyebutan motoro itu bagian dari perlawanan kepada warga yang tinggal di daratan yang menyebut kendaraan roda dua mereka dengan sebutan motoro. Rupanya, saya kembali keliru.

Saya khilaf dengan segala pengetahuan simbolik daratan saya yang ikut terbawa ke pulau. Nelayan di Kapoposang lebih paham dan tepat guna melabelkan penggunaan kosa kata baru ke perangkat alat kerja mereka. Jadi begini, semakin ke sini pikiran saya makin terbuka tentang moda transportasi laut di wilayah kepulauan. Penyebutan motoro untuk kapal kecil itu ternyata merujuk pada penggunaan dan metode pemasangan mesin. Dalam KBBI, motor adalah mesin penggerak.

Jadi, mesin yang dipasang di kapal itu permanen dan terletak di lambung kapal. Ukuran mesin tentu disesuaikan dengan ukuran kapal. Lalu mengapa disebut motoro. Selain ukuran mesinnya kecil, juga, sepertinya untuk membedakan dengan penyebutan kappala (kapal) berukuran besar yang banyak dipakai di pulau tetangga. Pulau Kapoposang ini tetanggaan dengan Pulau Pandangan di mana nelayan di pulau ini ukuran kapalnya besar-besar dan tentu mesinnya juga besar.

Karena model perahunya sama, yakni bokongnya tidak lancip, maka semua perahu disebut kapal. Di Pulau Pandangan berhak menyebut perahu mereka dengan kappala karena ukurannya besar. Sedangkan nelayan di Pulau Kapoposang tidak mau kalah, tetapi, tentu tidak sreg kalau harus menyebut perahunya: kappala biccu (kapal kecil). Supaya lebih elegan, disebutlah motoro, kira-kira begitu.

Kedua pulau tetanggaan ini satu desa, nama desanya, Mattiro Ujung. Jika melihat peta dunia tentu agak sulit menemukannya, apalagi memakai peta buta. Jadi, arahkanlah pandanganmu ke kiblat dan minta petunjuk kepada yang maha kuasa. “Ya, Tuhan berilah hamba mata batin untuk menemukan pulau harta karun ini.” Stop! Jangan mimpi. Pulau harta karun hanya ada dalam dongeng.


Kappala nelayan di Pulau Pandangan


Keberadaan pulau ini berada di lepas pantai barat daya Sulawesi, Nah, di situlah gugusan ratusan pulau yang nampak seperti ceceran sperma bila dilihat dari atas yang, konon, menjadi dasar disebut pula Kepulauan Spermonde karena kata sperm dalam bahasa Belanda berarti sperma. Ini maksudnya apa ya, kok sosioliguistiknya seksis. Sampai penamaan saja harus manggut sama orang Eropa. Saya pribadi lebih senang menggunakan istilah Kepulauan Sangkarang, merujuk dari penamaan orang-orang terdahulu di Sulawesi Selatan. 

“Motoro nelayan di Kapoposang menggunakan Dongfeng,” kata Hasanuddin, Kepala Desa Mattiro Ujung. Dongfeng merupakan mesin diesel produksi Motor Company Limited, China. Tentu, harus dimodifikasi sesuai kebutuhan. Pilihan mesin ini dianggap tahan lama dan murah dibanding menggunakan mesin pabrikan asal Jepang seperti Yanmar atau Kubota.

Kelebihan motoro ini bisa dirasakan ketika ombak tinggi. Menurut pengalaman sejumlah teman, motoro mampu memecah ombak karena ukurannya kecil dan laju. Namun, pengalaman pribadi menujukkan, sebagian besar pengakuan itu tetap saja membuat tubuh kuyup kena cipratan air laut.

Motoro menjadi moda tranportasi andalan nelayan Kapoposang setelah praktik melaut berubah. Dulu nelayan juga menggunakan kappala karena metode menangkap ikannya sama dengan nelayan di pulau tetangga yang membangun rumpon. Praktik nelayan seperti itu disebut ma’gae dalam bahasa setempat atau sama dengan purse seine (pukat cincing). Hanya saja, metode tersebut membutuhkan biaya yang banyak karena kapal harus berukuran besar dan melibatkan banyak orang.

Secara berangsur nelayan Pulau Kapoposang mengubah haluan dengan menciptagunakan perahu yang sesuai model melaut mereka yang mengandalan pancing menangkap ikan dan membuat pakkaja, alat tangkap telur ikan terbang.

Komentar

Postingan Populer