Mengunjungi Sumedang Lewat Tahu dan Sepotong Bait Lagu Pidi Baiq

Sumber gambar; TerasJabar.Id


“Sebagai kontestan terakhir di Bandung, Rio datang dengan penampilannya yang sederhana. Tapi, dia yakin suaranya tidak sesederhana penampilannya.” Begitu penjelasan dalam video di You Tube tentang audisi Indonesian Idol tahun 2012.

Rio Agung, nama kontestan itu, hanya memakai kaos oblong dan celana pendek yang diprotes oleh Ahmad Dani. Meski begitu, Rio tetap lolos ke audisi selanjutnya. Rio merupakan peserta asal Sumedang yang ditahapan audisi selanjutnya sudah berpakaikan rapi sesuai standar yang disarankan Ahmad Dani. Ia juga membawa makanan ringan berupa tahu untuk para juri. Tahu itu dikenal sebagai tahu Sumedang.



Sebagai warga dari Sulawesi Selatan (Sulsel), mengakrabi suatu wilayah di kepulauan nusantara ini salah satunya melalui ciri khas kulinernya. Nah, dari tontonan di audisi Indonesian Idol itu, saya baru tahu untuk pertama kalinya kalau di Sumedang, salah satu kabupaten di Jawa Barat terkenal dengan kuliner tahu.

Di Sulsel sendiri, tahu bukanlah kuliner langka. Meski jenis bahan makanan ini dari Jawa, lidah masyarakat Sulsel sudah akrab dengan tahu. Jajajan berupa tahu goreng saban malam marak di jual di titik pusat kota di semua kabupaten di Sulsel. Bukti kalau tahu sangat digemari lidah orang Sulsel.
_

Jauh sebelum Pidi Baiq dikenal luas usai sekuel film Dilan 1991 dan Dilan 1990 mengguncang dunia perfilman tanah air sebagai salah satu film terlaris sepanjang masa. Kira-kira di tahun 2013, saya mulai mendengarkan Pidi Baiq, tembang-tembang nyeleneh dengan nama besar bandnya: The Panas Dalam menjadi hit menemani hari-hari saya hingga jenuh mendengarnya.

Selain lagu berjudul Cita-Citaku ada satu judul yang menunjukkan letak sebuah wilayah: Jatinangor, itu judul lagunya. Secara geogarfis, Jatinangor merupakan kecamatan di Kabupaten Sumedang di mana universitas Padjajaran berkedudukan.

Itulah dua kunci yang pembuka pintu mengunjungi Sumedang. Meski sejauh ini saya belum menginjakkan kaki di sana. Namun, menilik informasi di Wikipedia, Sumedang dengan 26 Kecamatan tentulah wilayah yang luas. Peluang mengunjungi Sumedang juga saya lakukan dengan mengandalkan browsing mencari tahu perihal Sumedang, khususnya wisata dan geliat kuliner dan pengembangan industri kreatif yang kini menjadi fokus sejumlah kota.

Jejak sejarah panjang melingkupi menjadi penanda Sumedang sebagai wilayah yang tegak menantang perubahan zaman. Jejak itu kemudian menjadi restorasi untuk dijadikan jejak wisata sejarah. Misalnya, saja, Museum Prabu Geusan Ulun, Menara Loji Jatinangor, Masjid Agung Sumedang, atau Batu Agung.

Perangkat destinasi wisata tentu bukan situs pencapaian di masa lalu saja. Wisatalengkap.com merangkum 37 objek wisata yang dapat menjadi pilihan pelancong ketika ke Sumedang. Ke 37 destinasi wisata itu sudah memadukan wisata jejak sejarah dan pencapaian di masa modern dengan penciptaan lokus wisata di sejumlah titik.

Sumedang Ekspress dalam liputan di tahun 2016 menyorot peluang penciptaan wahana wisata baru dari pembangunan Waduk Jatigeda dan Tol Cisumdawu. Infrastruktur itu oleh H Nana Mulyana disebut sebagai pembuka jalur masuknya distribusi untuk mendukung peningkatan kunjungan para pelancong.

Mimpi para pelaku usaha wisata mengenalkan Sumedang sebagai salah satu tujuan wisata di dunia optimis dilakukan. H Nana Mulyana, pengusaha juga Wakil Kadin Jawa Barat dikutip dari liputan itu menuturkan pentingnya peran sektor swasta membantu pemerintah dalam menciptakan peluang ekonomi yang mengandalkan wiraswasta lokal.

Potensi alam, sejarah, kultur, dan kuliner serta keberadaan universitas bergengsi di Sumedang ini menjadi bekal yang telah memenuhi kriteria dalam melakukan transformasi menyatukan ekonomi kreatif berbasis wisata dan kuliner yang dibingkai dalam industri kreatif.

Dukungan pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui pembangunan atau hibah gedung yang nantinya menjadi pusat kreatif bagi warga Sumedang. Melalui link yang dapat diisi oleh warga untuk memasukkan entri untuk diinventaris.

Poster pendaftaran invetarisir Ekonomi Kreatif di Sumedang

Langkah direktori aset yang dilakukan Sumedang Tandang ini merupakan inovasi yang bisa menjadi trend bagi daerah yang lain yang hendak mengarungi perubahan zaman menuju revolusi atau industri 4.0.


_

Di helatan Festival Literasi Indonesia 2019 (FLI) dalam rangka Hari Aksara Internasional di Makassar pada 7 September 2019, Bupati Sumedang, Dony Ahmad Munir bersama Wakil Walikota Tegal, Muhammad Jumadi didaulat mengisi Talk Show mengenalkan keberpihakan dan inovasi daerah yang dipimpinnya dalam mendukung literasi.

Bupati Sumedang (Berdiri) dalam Talk Show FLI Makassar 2019 (Foto. Dok. Pribadi)


Saya yang hadir di kegiatan itu sebagai peserta yang lolos melalui kompetisi menulis yang diselenggarakan oleh panitia, yakni Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan pada Ditjen PAUD dan Dikmas Kemendikbud. Mendengar lebih dekat pemaparan bupati melalui slide materi yang ditampilkan.

Walau temanya literasi, Pak Bupati kala itu tak lupa menyentil perihal kuliner tahu Sumedang yang menurutnya banyak dikembangkan di daerah lain dengan mencaplok nama Sumedang. Baginya tidak masalah yang penting tetap menunjukkan kalau Sumedang adalah pelopor tahu itu hingga terkenal. “Boleh saja bapak ibu mencoba tahu Sumedang di tempat tinggal Anda, tetapi jika ingin merasakan sensasi tersendiri. Datanglah ke Sumedang.” Pungkasnya disambut senyum hadirin siang itu.
_

Sekali lagi, sebagai warga Indonesia yang berdomisili di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) Sulawesi Selatan. Sumedang sebagaimana Pangkep, hanyalah kabupaten dari sekian banyak kabupaten di negeri ini.

Membandingkan terobosan yang tengah dilakukan pemda Sumedang dengan pemda Pangkep tak laiklah dibandingkan dengan satu variabel saja. Setiap wilayah tentu memiliki keunikan tersendiri guna menciptakan destinasi wisata dan kuliner.

Namun, inovasi yang tengah dilakukan suatu wilayah bisa menjadi pemantik bagi wilayah yang lain untuk saling belajar. Jika Sumedang dikenal dengan kuliner tahu maka tanah kelahiran saya, Pangkep dikenal luas kuliner sop saudara.

Jika melihat kembali persiapan dan keberpihakan pemda Sumedang dan geliat pengembang wisata di sana dalam melakukan branding dan pembangunan infrastruktur melalui liputan yang telah disebutkan di atas, maka Sumedang bisa disebut lebih siap menggarap destinasi wisatanya.

Hal ini bisa menjadi rekomendasi pemda Pangkep untuk lebih bergerak menjadikan wisata sebagai potensi ekonomi kreatif mengingat geografis dan sejarahnya juga mengandung limpahan garapan penciptaan potensi wisata.

Kembali ke Sumedang, jika kelak menginjakkan kaki di sini, berkunjung ke kecamatan Jatinangor adalah impian yang perlu diwujudkan. Saya akan menepikan bait Pidi Baiq.

Sudah jangan ke Jatinangor
Ia sudah ada yang punya
Lebih baik diam di sini temani Aa bernyanyi

Saya akan ke Jatinangor jika ada jalan dan bernyanyi sembari menikmati tahu Sumedang. Lewat lagu itu, nampaknya Pidi Baiq menyembunyikan banyak rahasia. Ada apa di Jatinangor. Apa keunikan kecamatan ini dibanding 25 kecamatan yang lain. Mengapa mesti Jatinangor dan bukan kecamatan yang lain. Hahah, lebay, menurut Pidi Baiq lagu itu tercipta karena temannya yang kuliah di ITB menaksir anak Unpad kemudian ditolak. Jelaslah, lagu itu respons kalau tidak perlu mencari pacar anak Unpad yang terletak di Jatinangor. Kira-kira begitu.

Namun, melampaui lagu itu, tentu Jatinangor merupakan lokus yang penting di Sumedang. Jembatan Cincin yang terletak di Jatinangor dulunya bernama jembatan Cikuda yang dibangun perusahaan kereta api Belanda di tahun 1918 itu kini menjadi salah satu andalan Sumedang di sektor pariwisata.

Sumedang Larang dan Kisah Cinta Terlarang

Sebagaimana wilayah lain di nusantara, tiap daerah menyimpan kisah masa lalu yang tak lekang waktu dirawat di benak generasi pelanjut. Latar wilayah di nusantara yang semula kerajaan berdaulat. Sumedang juga memiliki akar sejarah kerajaan yang dikenal Sumedang Larang.

Dari sekian banyak epos kerajaan, Sumedang mewariskan kisah cinta raja mereka di masa lalu. Dalam banyak referensi disebutkan Prabu Geusan Ulun membawa ratu Kesultanan Cirebon bernama Ratu Harisbaya.

Akibatnya, hubungan mesra Sumedang Larang dan Kesultanan Cirebon selama 55 tahun lantak oleh perang selama empat hari empat malam. Kontak senjata baru berakhir perdamaian setelah panglima perang Sumedang Larang, Jayaperkasa gugur dalam perang.

Dalam laporan Tirto.Id yang merambah sejumlaj literatur menyebutkan kalau versi kisah ini ada dua. Namun, intinya, peperangan dua kerajaan ini memang terjadi akibat kisah cinta terlarang tersebut.

Sumedang sekarang bukan lagi wilayah kerajaan, kini sebuah kabupaten yang terus berbenah agar menjadi wilayah huni yang nyaman bagi warga. Jejak masa lalu menjadi fondasi sekaligus cermin untuk membangun Sumedang tanpa harus melupakannya.

Jika melihat destinasi wisata yang menarik pelancong tentu bisa dilepaskan dari dorongan manusia yang selalu ingin mengintip masa lalu. Itulah alasan cagar budaya perlu dijaga dan menjadi wahana pengetahuan.

Museum Prabu Geusan Ulun yang terletak di tengah kota Sumedang menjadi penanda meneroka siklus waktu yang pernah ditapaki wilayah ini. Barangkali saja, kisah cinta sang Prabu yang melahirkan perang menjadi di masa lalu menjadai sumur pengetahuan yang tak kering untuk ditafsirkan guna melahirkan perspektif baru tentang bagaimana menjaga kedamaian.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat telah memberikan lampu hijau kalau Sumedang diproyeksikan sebagai lokus destinasi wisata baru di Jawa Barat. Kepala Disparbud Jabar Dedi Taufik, dalam peryataannya di Kompas.Com (15/03/2019). “Sumedang punya variasi wisata yang cukup menarik. Seperti wisata peninggalan sejarah Kerajaan Sumedang Larang.

Sumedang memenuhi prasyarat menyandang puser kebudayaan sunda. Selain jejak sejarah masa silam, Sumedang dianugerahi spot yang menjadi tiket bagi warga dunia yang menggemari olahraga ekstrim Paralayang, Batu Dua dan Kampung Toga adalah dua spot untuk tourism sport.

Di tahun 2013, Batu Dua menjadi tempat perhelatan Piala Dunia Paralayang. Impian menjadikan Sumedang sebagai salah satu tujuan wisata di dunia sudah memenuhi unsur yang dibutuhkan. Meski begitu, menjaga, merawat, dan memberikan inovasi pada destinasi wisata tetap perlu digelorakan terus menerus.

Jadi, selamat datang di Sumedang. Wilujeng sumping.

_

Komentar

Postingan Populer