Pisang Goreng, Tiga Lelaki, Sebuah Malam



Musim kemarau yang panjang adalah perjalanan waktu yang lengang. Warga Desa Kabba sudah dua bulan paska panen padi. Selanjutnya akan menungu musim penghujan tiba guna kembali turun ke sawah.

Saat ini warga desa sedang menghitung hari melewati musim kemarau yang sejak lima tahun lalu berangsur menjadi panjang. Memakan waktu sekitar lima bulan. Sumur warga bagaikan lubang tikus raksasa, demikian pula dengan permukaan tanah yang retak bagai mengalami gempa.

Di malam hari, dingin tak terkira, jika tidak mengenakan jaket maka tulang-tulang serasa lumpuh, mensiasati itu, I Dekkeng selalu mengumpulkan kayu bakar dan dipakai menghangatkan badan kala menantang malam. Begadang bersama teman-temannya.
Musim kemarau yang panjang adalah jeda bagi pemuda desa. Sama sekali tidak ada kegiatan pembunuh kejenuhan. Siang hari tidak ada lagi agenda untuk memancing di empang karena tambak pun kekurangan pasokan air. Beberapa anak sungai menyerupai petak jalan. Kering.

Selepas mandi pagi dan mengerjakan rutinitas keseharian, warga desa memilih tidur-tiduran di kolong rumah masing-masing. Jika ada yang berkumpul, itu hanya dilakukan oleh pemuda desa seperti I Dekkeng dan komplotannya di sebuah rumah yang ditinggal merantau penghuninya, di sanalah I Dekkeng berkumpul. Bermain kartu remi atau karambol. Tak jarang, I Dekkeng dan teman-temannnya merencanakan sesuatu agar bisa membunuh jenuh ketika begadang. Layaknya satuan militer, setiap anggota diberi tugas masing-masing dan bersumpah agar tutup mulut jika misi gagal maupun berhasil.
_

Kala sore, barulah warga desa mulai berhamburan keluar. Membentuk kelompok-kelompok di depan rumah membicarakan apa saja yang perlu diceritakan. Di Sudut lain, pemuda desa bermain sepak takraw di samping rumah Hajerah.

I Dekkeng merupakan salah satu pemuda yang mahir bermain bola berbahan rotan tersebut. Jika H. Mudding sudah berteriak di corong masjid yang menandakan magrib tiba. Barulah permainan takraw dihentikan. Para pemuda dan orang tua yang terlibat permainan beringsut pulang. Namun I Dekkeng dan I Mareje masih betah duduk emperan rumah Hajerah.

Tampak kedua pemuda itu membicarakan sesuatu yang serius. Sesekali mereka mengalihkan pembicaraan jika Hajerah melintas di depannya.

“Bagaimana hasil kebun.“ Ujar I Dekkeng sambil mengatur letak poninya.

“Siap panen.” Jawab I Mareje.

“Bagaimana dengan Detketif Conan!”

“Hahahah..!! Pokoknya aman terkendali.”

“Jadi!”

“Habis isya bertemu di Kamar Macan!” I Mareje mengunci pembicaraan.

Mereka lalu berpisah pulang ke rumah masing-masing.

_

“Allahu Akbar,,,,Allahu Akbar,,,,!!!” Suara parau H. Mudding menggema memecah dinginnya malam. Itu pertanda azan isya dan sebentar lagi jalan desa akan sepi. Karena tetua desa sudah pulang di rumahnya masing-masing usai menunaikan salat isya berjemaah di masjid.

“Macan satu keluar,,,!” Teriak I Dekkeng

Tak perlu menunggu lama, I Mareje muncul dari bilik kamarnya di kolong rumahnya.

I Dekkeng datang bersama I Buddi, pemuda desa yang setahun lalu menamatkan sekolahnya. Ketiga pemuda ini sudah sering kali terlibat dalam misi yang sama. Dan, malam itu, mereka kembali dipersatukan untuk sebuah misi. Mencuri pisang di kebun H. Patta.

Mereka tak mau gegabah, tugas masing-masing kembali dibicarakan.

“Bagaimana dengan Bu Kos!” I Mareje membuka dialog.

“Beres, tadi saya sudah bicara dengan I Mancele.” Jelas I Dekkeng.

“Jadi, kapan dilaksanakan, saya sudah tidak sabar.” I Buddi menyela.

“Sabar, tunggu sampai bulan bergeser ke barat.” Pungkas I Mareje.

Semua tertawa.

Tak lama, I Mancele melintas dengan sepeda motor bututnya. Ia tidak singgah, hanya menoleh dan mengangguk-ngangguk sembari mengulum senyum.

“Ok, misi dilaksanakan!” I Dekkeng mulai bertindak.

I Buddi bertugas sebagai pengintai di ujung perempatan jalan.

I Mareje menerobos pagar kebun dengan sebilah pisau dapur. Di luar pagar, I Dekkeng menggunakan bambu guna menahan pohon pisang.

Agak lama kedua pemuda itu berkutat. Sesekali I Buddi menghampirinya untuk memastikan jalannya misi. Sekali itu pula ia mendapat teguran dari I Mareje karena lalai dalam tugasnya.

“Pokoknya, kau jaga saja!” Ucap I Mareje kesal.

I Dekkeng menusuk-nusuk batang pohon pisang itu agar tumbang.

“Bruuuuukkkkk,,,,,!”

I Mareje menggigil meski tubuhnya bermandi keringat. Hal yang sama dirasakan I Dekkeng. 

_

Sesaat kemudian, ketiga pemuda itu sudah berada di rumahnya Bu Kos. Berbincang dengan I Mancele tentang pertandingan sepak bola sambil menyeruput kopi, tentunya dengan pisang goreng sebagai pelengkap cemilan di malam yang dingin.

Malam itu, rasa-rasanya, penduduk desa tertidur nyenyak. Dg. Nasire, tetangga Bu Kos yang biasanya membuka kiosnya hingga pukul sembilan malam, kali ini sudah tertutup sejak menantu H. Patta itu pulang dari masjid.

Malam terus beranjak, ketiga jarum jam di dinding rumah Bu Kos sudah bertemu di angka 12. Namun, satu baskom pisang goreng belum juga habis. Padahal, I Mancele dan I Mareje sudah mengepulkan dua bungkus rokok dengan dua gelas kopi. I Buddi dan I Dekkeng sedari tadi sudah menyerah, dan memilih merebahkan tubuhnya di lantai.

_


Catatan:

Kisah ini sudah pernah tayang di blog ini di tahun 2012 kemudian dihapus untuk kepentingan konten majalah. Versi ini merupakan revisi.

Berdasarkan kisah nyata tiga pemuda di Desa Kabba yang mencuri buah Pisang di kebun H Patta tahun 2005. Ketiga pemuda itu, I Dekkeng (H. Awal), I Mareje (Dau), I Buddi (Sudirman).  Ini sebagai pengingat masa lalu. Sebenarnya, pencurian buah-buahan yang sering dilakukan. Pada dasarnya diketahui oleh warga. Tetapi hal yang demikian sangat dimaklumi.

Bu Kos, adalah sebutan untuk I Suhana, saat itu belum menikah. Jika ada hasil curian. Maka di rumahnyalah selalu menjadi tempat untuk menikmati hasil usaha itu.

I Mancele, sebutan bagi I Rudding. Adik bungsunya I Suhana. Ia selalu mendukung apa saja yang akan dicuri asal ia tidak terlibat langsung.

Dari sekian banyak kasus pencurian yang sudah dilakukan, baru kali ini terbongkar. Info yang beredar, Detektif Conan, sebutan bagi Sunusi (Ayah angkat I Buddi) yang berhasil mengendus misi malam itu.

Setelah kasus ini terbongkar, I Dau dan I Dekkeng. Seharian berada di Makassar guna menenangkan diri.


Komentar

Postingan Populer