Ayah dan Anak Lelakinya Itu Berpelukan di Bangku Stasiun Kereta Api

Sumber gambar di sini

Film dibuka dengan adegan seorang pemuda memasuki rumah dan menendang serakan beragam mainan di lantai yang, membuatnya terpeleset. Ia kemudian mengambil satu benda, mainan pesawat dan berjalan keluar seiring suara memanggil namanya untuk segera berangkat.

Raut wajah pemuda bernama Kabir itu, diperankan dengan dingin oleh Anirudh Tanwar. Lewat dialog ayahnya, Raj Mathur (Rishi Kapoor) kita tahu, kalau Kabir marah karena setelah ditinggal mati ibunya, kini harus meninggalkan rumah masa kecilnya. Ia pindah ke Chandni Chowk, kawasan padat penduduk.

Adegan pembuka membawa kita pada tanya yang belum terjawab. Begitupun adegan selanjutnya ketika Kabir menolak makan menggunakan tangan dan meminta sendok ketika ayah mengajaknya makan siang di rumah keluarga dari pihak ayahnya.

Sebab apa Kabir membangun jarak dengan ayahnya. Mengapa ia marah setelah kehilangan ibu dan rumah. Semua itu tidak kita ketahui melaluli selingan adegan masa lalu atau penjelasan yang memadai. Setidaknya sampai film memasuki durasi satu jam lebih.
Melalui adegan dan simbol, kita bisa menebak sendiri kalau hubungan ayah dan anak ini adalah jarak generasi. Pembicaraan hangat dan penuh basa-basi sebuah keluarga di meja makan yang biasanya kita jumpai di banyak film bertema keluarga tidak ditemukan.

Adegan macam itu malah menjadi kunci yang membuka konflik terbuka di antara Kabir dan ayahnya. Misalnya saja, ketika Kabir hendak mandi di toilet dan menemukan tidak ada air. Ia berteriak meminta air kepada Paman Anes, pembantu rumah tangganya. Mendengar dan melihat itu, ayahnya melakukan renovasi toilet yang layak. Ya, kira-kira menyerupai toilet di rumah lama mereka.

Keluhan Raj Mathur kemudian mendapat respons dari Beeji, seorang nenek melek teknologi informasi. Ia membantu membuatkan akun Facebook dengan memasang foto perempuan yang didapat hasil dari seleksi di dunia maya. Foto itu digunakan dengan akun bernama Tara. Upaya yang dilakukan setelah akun Raj Mathur ditolak oleh Kabir untuk berteman di medsos.

Kabir pada dasarnya tidak menutup percakapan, sebagai anak, ia tetap hormat kepada orangtuanya. Satu-satunya penjelasan yang bisa dibaca perihal mengapa Kabir menjadi dingin, karena jawaban yang didapat mengenai kematian ibu dan harus berpindah rumah yang dirasa janggal.

Meski, sekali lagi, hal itu didapat dari gestur dan simbol dalam adegan. Pusat dialog latar masalah, utamanya sekali, terjadi ketika Raj Mathur curhat di lingkungan kerabatnya.
Kabir juga menempuh jalan serupa di lingkungan sebayanya. Sebagai generasi milenial yang menolak tunduk pada dunia kerja formal. Ia membangun karier sebagai musisi dan memublikasikan karyanya di You Tube.

Usahanya itu membuka jalan untuk diterima di lingkungan musisi yang juga sedang membangun karier melalui saluran You Tube. Pilihan karier juga menjadi anasir konflik. Raj Mathur bahkan perlu bertanya apakah anaknya itu memiliki penghasilan.

Berdusta sebagai Jalan

Meminjam ulasan Akhmad Muawal Hasan bertajuk: MasalahOrangtua: Gemar Membagi Hoaks di Medsos dan WhatsApp. Dalam ulasan yang tayang di Tirto.Id pada 14 Januari 2019. Menukil hasil penelitian akademisi New York University dan Pricenton University yang menempatkan bila orang yang bersuai 45 tahun ke atas dua kali lebih banyak menyebar dusta di medsos.

Penjelasan dari salah satu peneliti, Andrew Guewss menyarikan kalau musababnya generasi tua telat mengenal internet dan medsos, kemampuan literasi digital kurang memadai, kemampuan kognitif menurun.

Setelah menggunakan akun palsu bernama Tara, Raj Mathur dengan leluasa berkomunikasi dengan anaknya, keduanya saling berbagi dan memberi saran. Praktik dusta yang diterapkan Raj Mathur tidak hanya itu, demi mendapat perhatian Kabir, ia juga berpura-pura sakit dan diinpus di rumah sakit. Sisanya, melalui adegan dan memori kita dapat melacak kalau Raj Mathur menyembunyikan fakta dan membuat fakta baru agar Kabir dapat menerimanya meski, kemudian disadari, semua itu jalan yang keliru.

Lembaran adegan membuktikan segala dusta yang dibangun perlahan terkuak. Kabir bingung ketika melihat Tara hadir di konsernya di sebuah café. Menjadi lebih membingungkan baginya ketika Tara sontak menciumnya dan mengajaknya keluar. Rupanya, itu strategi Tara supaya bisa kabur dari pacar bengalnya.

Kebingunan itu berpindah ke ayah, paman, dan nenek Beeji, sang pembuat akun yang memacak foto Seher (Amyra Dastur), nama Tara yang sebenarnya. Perempuan yang bermasalah di rumahnya dan hidup sebagai pekera di salon dan, juga menjadikan pacarnya sebagai lumbung uang.

Mengetahui gelagat Kabir bakal mengetahui sandiwaranya, Raj Mathur membangun narasi baru dengan menemui Seher, perempuan itu dibayar agar mau melanjutkan sandiwara di media sosial. Ironisnya, ketika Seher dan Kabir sudah saling mencintai, Raj Mathur malah ingin memisahkannya lagi.

Membaca pola hubungan Raj Mathur dan Kabir adalah pasase yang bersumber dari masa lalu mereka berdua yang melahirkan tanya: Apakah kematian ibu dan berpindah rumah dijadikan muasal dinginnya konflik yang terjalin?

Separah itukah kesenjangan beda generasi yang harus terjadi. Apakah Kabir bisa dijadikan anasir generasi milenial yang menolak dusta dalam menjalani hidup yang wajar dalam menerima kenyataan. Lalu, mengapa pula generasi tua menjadikan sandiwara sebagai representasi cintanya kepada anak yang, mungkin, menurutnya tak kuasa menerima fakta yang sebenarnya.

Sutaradara Leena Yadav memotret lanskap generasi milenial India di perkotaan. Persoalan urban sebatas menjadi latar dan fokus pada konflik ayah dan anak. Ini tentu gejala umum yang bisa saja menghinggapi keluarga urban yang lain.

Garapan sineas perempuan India yang lain, misalnya, Alankrita Shrivastava dalam filmnya, Lisptick Under My Burkha (2017), secara umum juga memaparkan konflik keluarga urban. Karakter Rehana Abidi di film itu memiliki hubungan tidak harmonis dengan ayahnya. Meski dengan dasar persoalan yang berbeda, sineas India dalam garapan film mutakhir berani membongkar relasi yang selama ini menjadi sakral.

Keluarga menjadi tema yang memang tidak general mengingat kompleksitas yang ada di dalamnya berdasarkan kultur dan segala situasi yang melingkupinya. Hal inilah yang kembali dipertajam dalam film Rajma Chawal. Kabir dan ayahnya menyembunyikan satu fakta yang kemudian menyulut konflik.

Situasi kematian ibu dan rumah yang sebenarnya telah dijual menjadi kekhawatiran bagi Raj Mathur bagi Kabir jika hal itu diketahui situasi yang sesungguhnya. Kembali pada pola pikir yang melandasi setiap generasi.

Namun, apa pun itu, puncak tertinggi dari penyelesaian konflik ada pada dialog dan kejujuran untuk berkata agar tercapai rekonsiliasi. Hal itu baru tercapai di bangku stasiun kereta. Raj Mathur mengungkapkan situasi yang sebenarnya. Bisnisnya gagal karena ditipu yang mengharuskan ia menjual rumah. Istrinya juga menyimpan rahasia yang yang telat ia sadari menyangkut penyebab ia wafat.

“…di balik ini semua adalah cintaku karena saya tidak bisa mengungkapkan cinta dengan kata-kata.”

Semudah itu. Semuanya cair. Dua karakter membebaskan dirinya dari belenggu konflik. Potongan obrolan di atas diungkapkan Raj Mathur di bangku stasiun kereta. Kabir memutuskan pergi meninggalkan semuanya. Keluarga, karier, dan cintanya kepada Seher.
Namun, kisah ini amat sederhana dari konflik yang sedang dibangun. Menjadi naif jika Kabir benar-benar pergi, walau, peluang macam itu bisa saja terjadi untuk menyempurnakan konflik yang sedari awal memiliki fondasi kuat.

Kabir luluh, kedua matanya memerah mengeluarkan air. Konflik selesai dengan melankoli dan kuatnya cinta. Ia memeluk ayahnya dan semuanya selesai. 
_

Komentar

Postingan Populer