Tentang Kelakuan Tetangga dan Sikap Saya yang Sama Saja


Sampai saat ini, saya belum memahami kelakukan orang yang bisa seenak perut memutar lagu favorit mereka sebelum merayakan istirahat di balik selimut. Ajaibnya lagi, orang itu bisa langsung ngorok.

Baik, jika lagu itu tembang kenangan macam Obbie Messakh atau dilantukan Behtariah Sonata saya bisa sedikit menikmati, itu pun lagu akan saya matikan jika mata tak bisa lagi melek. Tetapi, tetangga saya, ia bisa pulas hingga pagi dengan lantunan lagu rancak. Luar biasa, bukan. Orang macam begini tentu banyak. Bukan cuma tetangga saya.

Saban malam jika ia pulang bekerja sekitar pukul delapan atau sembilan, mixtape yang diputar itu melulu: cover lagu dangdut dengan irama disko. Kadang saya mendengar suara VV feat SID meneriakkan Sunset di Tanah Anarki.

Si tetangga adalah orang pertama yang menempati rumah KPR di kompleks kami. Jadi, kami-kami yang belakangan tinggal di petak rumah yang hanya dipisahkan tembok sedikit sungkan memberinya teguran. Ya, semacam koloni mahasiswa di kampus, si tetangga itu adalah senior.

Mulanya saya menikmatinya juga, istri malah ikut bernyanyi dengan suara lantang berharap si tetangga mendengarnya dan menyunggingkan senyum kalau tetangga barunya adalah teman duet yang dikirim Tuhan untuknya.

Hari-hari berlalu, saya geram juga akhirnya dengan kelakuan tetangga berkuping gajah itu. Di suatu hari, istri tidak sedang di rumah. Rencana yang diam-diam kususun mulai kujalankan. Pepatah lama: “Jangan hadapi musuhmu dengan kebencian, tetapi lawanlah dengan dengan alat yang ia gunakan.”

Tetangga kuping gajah itu memang perlu disadarkan. Seketika, saat itu, saya merasa sedang menjalankan tugas mulia yang akan membebaskan tetangga-tetangga yang lain dari cengkeraman suara tetangga paling senior.

Dua loudspeaker saya hadapkan ke tembok. Tentu saja di tembok yang sebelahan dengan si tetangga itu. selanjutnya, mixtape yang telah kusiapkan mulai kuputar. Tidak banyak, hanya lima lagu yang akan terus terputar secara acak bila hape tidak lobet.

Lima lagu itu ialah: Highway Star (Deep Purple), You Shook Me All Night Long (AC/DC) Civil War (GNR), Enter Sandman (Metallica), Begadang (Soneta). Tetangga itu harus tahu kalau saya pun doyan mendengarkan musik sebagai pengantar tidur. Setelah lagu terputar, saya kemudian berlalu menuju rumah orangtua dan tidur siang di sana sambil menunggu japri istri untuk dijemput.

Tetangga masa gitu, ya mau bagaimana lagi. Sudah senior dan di kompleks tidak ada tempat rmemutar musik hingga larut malam dan menganggu istirahat para tetangga dan bukan Cuma saya yang sebelahan tembok. Eh, Si Satpam malah menasihati saya kalau bertetangga itu harus hidup rukun. “Mau rukun bagaimana kalau lagu tetangga diputar hingga jauh malam.” Ketus saya dalam hati.

Kembali ke kejadian menyetel mixtape yang diharapkan sebagai teguran, usai istri kujemput segera saja balik ke rumah. Berjarak sekitar lima petak rumah, melodi Slash nyaring terdengar. Saya semringah, saya suka kalau GNR yang menyambut saya membuka pintu. Istri yang membonceng mulai menggerutu, ia pasti menyesal pulang ke rumah dan mendapati tetangga tanpa risi memutar musik bak sedang konser.

Tak lama kemudian, begitu sampai di depan rumah dan membuka pintu. Istri baru menyadari kalau suara gaduh itu dari dalam rumah. Ia tentu saja heran. Sebelum mengomel, saya jelaskan lebih awal kalau cara ini adalah cara terbaik menegur tetangga.
Dari raut wajahnya, istri tentu tidak setuju. “Kalau begini caranya kita sama saja,” ucapnya dari dalam kamar. “Memang banyak cara, tetapi cara yang seperti ini tidak tepat.” Ucapnya lagi.

Saya diam dan memberesi dua loudspeaker. Kembali menyimpannya ke tempat semula di samping lemari.

Sore hampir usai. Di sisa peralihan menuju malam, saya memilih duduk di teras. Sebentar saja saya duduk dan meraih gelas plastik bekas minuman kemasan di dalam ember tempat menadah air hujan. Bunga-bunga dalam pot sudah dua tidak tersiram.

Sesekali mencoba menengok di balik tembok pembatas kalau-kalau tetangga berkuping gajah itu muncul. Sebenarnya hubungan kami baik-baik saja, jika sedang berpapasan di jalan kami saling melempar senyum dan, terkadang berbagi rokok bila di Minggu sore kami kebetulan meluangkan waktu berbincang tentang apa saja yang terlintas di pikiran.

Tak puas mencuri pandang, saya lalu berpura-pura mengais sampah di got. Saya melihat pintu rumahnya tertutup rapat. “Padahal tadi ia sedang mencuci motor sebelum saya berangkat. Apa iya, ia kabur begitu lagu yang kuputar melengking di udara. Ah, saya tidak yakin.”

Melihat saya membersihkan got, tetangga depan rumah datang menimpali. “Bapak Dika, senang musik juga, ya.” Saya senyam-senyum menanggapi. “Tetapi putarnya jangan kencang-kencang, cukup tetangga kita yang satu itu saja.” Saya tidak bisa tersenyum lagi. “Untung saja putar lagunya siang-siang dan tidak malam-malam.” Saya hampir menangis.
“Berengsek, tetangga kuping gajah rupanya tidak di rumahnya.” Ketus dalam hati. Sekop saya simpan dan meminta maaf pada tetangga depan rumah atas kejadian itu.

Hingga kini, tetangga saya masih mengulang kebiasaannya. Dan sejauh ini belum ada yang mau menegurnya langsung. Kadang saya merenung, kok ada orang yang bisa pulas sambil memutar lagu dengan suara tinggi. Jangan-jangan ia memang berkuping gajah. Bajingan.
_

Komentar

Postingan Populer