Lipstik Itu Jari Tengahku, Sayang
![]() |
Repro. Kamar Bawah. Sumber gambar di sini |
Pakaiannya semuanya hitam. Ia
sendirian berpakaian seperti itu di dalam toko kosmetik. Kain itu
menyembunyikan semua tubuhnya dari ujung kaki ke ujung kepala. Hanya kedua
matanya yang nampak.
Perempuan itu memang mengenakan burkha, pakaian
ala perempuan di negara Arab. Di Indonesia sering disebut jilbab besar atau
pakaian cadar. Itu sudah jelas menunjukkan identitas pemakainya.
Dengan pakaian macam itu,
perempuan di dalam toko kosmetik itu dengan mudah membawa kabur sebiji lipstik.
Tak satu pun pengunjung atau penjaga toko yang mencurigainya. Ia sigap berjalan
keluar. Semuanya sesuai rencana.
_
Itulah salah satu adegan dalam
film Lipstick
Under My Burkha, film India produksi tahun 2017 yang disutradarai
Alankrita Shrivastava. Perempuan bercadar di negara di luar Arab sering
dilabeli terjebak dalam identitas. Antara menjalankan syariat ataukah
perlawanan terhadap apa yang sedang dilawan.
Di film ini identitas macam itu
bukanlah topik utamanya. Perempuan yang memakai burkha hanyalah
bagian identitas dari salah satu pelaku yang menunjukkan dari mana ia berasal.
Di bagian lain, sosok perempuan yang mengenakan burkha justru,
untuk menyembunyikan identitas yang sebenarnya.
Meski demikian, film ini mau
tidak mau akan mengundang perdebatan kalau bukan penghakiman, menempatkan sosok
yang memakai burkha sebagai
pencuri atau pemalsu identitas.
Wawancara Shrivastava di The Indian
Express mengemukakan kalau film garapannya ini tidak mendapat sertifikasi
persetujuan dari badan sensor film India (CBFC). Konten film yang menyajikan
adegan senggama mungkin menjadi sandungan. Meski adegan itu tampaknya tidaklah
berlebihan. Shrivastava menilai, pokoknya bukan di situ, sebab film dengan
adegan lebih vulgar banyak diproduksi di India.
Asumsi Shrivastava mendasarkan
pada suara perempuan yang menuntut kebebasan. Film ini memanglah dibuat
berdasar sudut pandang perempuan atas masalah yang mereka hadapi menyangkut
tradisi, agama, dan pakem sosial yang telanjur menjadi cara pandang kebanyakan.
Rehana Abidi diperankan dengan
baik oleh Plabita Borthakur, perempuan yang mengenakan burkha ketika
meninggalkan rumah atau sedang menjalankan aksinya mecuri barang yang
diinginkan dan, melepas burkha jika
sudah di kampus atau, ketika melibatkan diri dalam aksi demonstrasi kelompok
mahasiswa yang menuntut agar penggunaan celana jins dilegalkan.
Rehana anak tunggal dan hidup
dalam pengawasan kedua orangtuanya yang Islam, tidak dijelaskan lebih rinci
pemahaman Islam yang dianut, namun dapat diterka dari pola hidup yang dijalani.
Sikap Rehana yang bertindak di luar pengetahuan orangtuanya merupakan bentuk
pemberontakan.
Ia mengidolakan Miley Cyrus,
bahasa Inggrisnya lumayan fasih dan mampu menyanyikan Starway To Heaven milik
Led Zeppelin. Berusaha diterima di kelompok mahasiswa liberal di kampusnya
meski kemudian dicampakkan setelah Nemrata, orang berpengaruh di komunitas
membongkar ulahnya mencuri di toko.
_
Ada empat narasi perempuan dengan
kompleksitas masalah yang dihadapi masing-masing meski mereka semua tinggal di
lingkungan yang sama. Shirin Aslam (Konkona Sen Sharma), ibu tiga anak lelaki
dengan suami yang tidak bekerja. Dialah penopang ekonomi rumah tangga dengan
bekerja di perusahaan Magical Product sebagai wiraniaga. Mengenakan burkha ketika
bekerja dan kembali mengenakan kain sari bila sudah di rumah.
Derita yang dialami adalah
suaminya sendiri. Upaya mempertahankan hubungan ditempuh dengan diam. Bahkan
ketika memergoki suaminya sedang berduaan dengan kekasihnya di kafe. Tentu
berbeda dengan sikap istri di Indonesia yang viral di laman media sosial kita
ketika mendapati seorang perempuan yang dilabeli pelakor.
Shirin punya cara sendiri
mengingatkan perempuan selingkuhan suaminya itu. Sebagai wiraniaga, ia
mendatangi rumah perempuan itu dan menawarkan produk Magical Lollipop sebagai alat melatih mulut melumat sesuatu (berciuman). Dan,
kepada perempuan itu, Shirin cukup menamparnya dengan kalimat: “…coba punyaku,
tetapi tentu saja kau tidak bisa memasukkan bekas mulutku ke mulutmu…”
Selanjutnya, Shirin didamprat
suaminya sendiri karena berani bertemu dengan perempuan selingkuhannya. “Untuk bicara
denganmu, saya harus ke rumah kekasihmu lebih dulu,” lirih Shirin yang
jarang membangun komunikasi dengan suaminya. Balasannya. Seperti yang
sudah-sudah, Shirin disetubuhi, tepatnya diperkosa oleh suaminya karena ia tak
pernah menikmatinya. Ia menangis. Praktik ini mengingatkan suara feminis
liberal kalau pernikahan hanyalah legalitas atas perkosaan.
“Kau
seorang perempuan jangan coba pakai celana,” ujar suaminya
kemudian. Masih dalam situasi memperkosa Shirin. Suaminya tidak pernah salah.
_
Dua perempuan dengan kasus
berbeda. Yang satu menghendaki kebebasan bergaul dan ingin melibatkan diri ke
dalam pusaran musik dan gaya hidup orang barat. Ketika Rehana diajak menari
oleh Lela (Ahaana Kumra) dalam perayaan pertunangannya, ia memeragakan tarian yang
kontras – berbeda dengan tarian perempuan India yang lain. Ada pengaruh
koreografi ala Miley Cyrus di situ.
Sedangkan Shirin yang tetap diam
menghadapi kelakuan suaminya, tentu saja ada pagar tradisi yang sudah mendalam.
Perempuan (istri) akan dipandang melawan tradisi jika lebih superior dibanding
suami. Jadi, ketika suaminya menolak memakan kue buatannya yang dipanggang
dari microwave yang didapat sebagai hadiah selaku wiraniaga
terbaik. Suaminya malah bertindak lain untuk mengedepankan superioritasnya di
atas ranjang.
Sedangkan Lela, perempuan yang
menolak menikah dengan lelaki yang telah melamarnya dan mendapat restu ibunya.
Sesaat sebelum malam puncak pertunangannya, ia malah tetap memaduh kasih dengan
lelaki yang selama ini menjadi teman jalannya.
Ia bersikukuh agar pergi dengan
kekasihnya yang berprofesi sebagai fotografer itu. Di suatu malam ia
menyambangi rumah kekasihnya dan, segera sadar kalau kekasihnya itu sudah tidak
menginginkannya lagi. Dengan alasan itulah kemudian ia baru serius menanti hari
pernikahannya.
Namun, pernikahannya urung
tejadi, tunangannya mendapati video mesumnya dengan si fotografer. Sebentuk
alasan yang lain yang sedari awal ditunggu agar tunangannya itu mengurungkan
niat menikahinya.
Utopia dan Impian Kebebasan
Di sepanjang film ada narator
yang mengantar tentang isi buku fiksi yang dibaca Bibi atau Komal (Ratna Pathak
Shah) janda berusia 55 tahun yang membaca roman percintaan. Ia terobsesi
menjadi Rosy, perempuan dalam roman yang mendamba datangnya lelaki tampan.
Ia mengikuti les renam dan
perlahan membangun komunikasi dengan instruktur renamnya. Lewat telepon, Bibi mengaku Rosy dan menggoda lelaki yang jauh lebih muda darinya. Ia melakukan sexphone dan
menemukan dirinya sedang masturbasi.
Di kehidupan nyata Bibi sangat
dihormarti dan disegani. Ia berani membentak petugas pemerintah yang membangun
kongsi dengan investor yang hendak melakukan tukar guling kawasan yang
ditinggalinya karena hendak dibanguni mal.
Keempat perempuan dengan
kompleksitas yang dihadapi berdiri sendiri-sendiri. Jika ada yang terhubung
tentang apa yang sedang dilakukan, itu hanya terjadi ketika Shirin mendapati
Bibi membeli baju renang, atau sewaktu Bibi memergoki Lela sedang bercumbu
dengan pacarnya di malam pertunangannya. Artinya, Shirin tahu apa yang sedang
dilakukan Bibi dan rahasia Lela diketahui oleh Bibi. Namun, ketiganya memilih
diam.
Hanya Rehana yang tidak memiliki
jalinan dan baru terjadi di akhir cerita kala ulah Bibi diketahui oleh
ponakannya. Ia diusir dari rumah dan semua barangnya dilempar keluar. Di saat
itulah, Lela disusul Shirin yang melihat kejadian itu memapahnya ke toko milik
ayah Rehana.
Lela berusaha menghibur Bibi
dengan mengumpulkan potongan sampul serial roman yang telah dibacanya. Salah
satunya roman berjudul Mimpi Lipstik. Rehana ada di sana dan Bibi memintanya
membacakan tiga halaman terakhir yang belum sempat dituntaskan.
Dari ketiga halaman terakhir itu
Bibi baru menyadari kalau yang bakal datang bukanlah Si Lelaki Tampan melainkan
tukang bunga. Mereka semua tertawa sambil merokok secara bergantian. “Kita bisa hidup
seperti Rosy,” timpal Rehana. “Buku ini telah
menyesatkan,” kata Bibi. “Tetapi, kita sudah
bermimpi,” kata Bibi lagi
Lipstik sebagai simbol perlawanan
yang berwarna (beragam) menunjukkan komplekstitas keempat perempuan atas
kebebasan yang diperjuangkan. Bahwa, remaja perempuan yang hidup di lingkungan
keluarga muslim boleh mengejar impian menjadi penyanyi.
Perempuan juga berhak menentukan
dengan siapa ia bakal menikah. Atau, perempuan boleh bertindak selaku penopang
ekonomi keluarga ketika suaminya tidak bekerja. Dan, seorang janda di usia
senja tidak berdosa jika harus jatuh cinta lagi.
Di tengah masalah yang sedang
dihadapi atau upayanya berkorban, entah mengapa semua lelaki yang terpaut
dengan keempat perempuan semuanya berpaling. Pacar Rehana tiba-tiba saja pergi
ketika polisi datang menangkapnya. Suami Shirin tidak pernah mau mengerti atas
upaya istrinya yang rela bekerja selaku wiraniaga dan tetap patuh di rumah.
Pacar
Lela juga juga begitu, menolaknya ketika ia sudah siap untuk kawin lari dan
melupakan lelaki yang meminangnya. Setali tiga uang, pelatih renang Bibi yang
tergoda ketika ditelepon menjadi murka ketika mengetahui kalau Rosy rupanya
perempuan tua yang ia latih berenang.
Mengapa bisa begitu. Gambar di
poster film sudah cukup menjelaskan. Ini perlawanan tentang sikap banal lelaki
yang menempatkan perempuan sebagai simbol seks saja. Dan, perempuan dapat
melawannya dengan mengganti jari tengahnya dengan lipstik.
_
Komentar