Tidak Ada Toilet Tidak Ada Pernikahan

Akshay Kumar dan Bhumi Pednekar
Repro. Kamar Bawah. Sumber gambar di sini

“Toilets before temples”, slogan radikal dari mulut Perdana Menteri India, Narendra Modi. Ia hendak mendahului target PBB satu dekade lebih awal yang dicanangkan di tahun 2030 agar masyarakat tidak lagi buang hajat di tempat terbuka.

Target Modi di tahun 2019, bahkan menetapkan tenggat rinci: sebelum 2 September 2019, hari peringatan 150 tahun Mahatma Gandhi digelar. 530 Triliun dana dialokasikan guna menunjang program Bharat Abhiyan (Misi India Bersih). Data BAB di India hasil pemantauan bersama WHO, UNICEF, dan RICE (Research Institute for Compassionate Economics) menyebutkan angka 569 juta orang masih BAB di alam terbuka.

Mengapa di India yang tingkat melek aksaranya lebih tinggi ketimbang di Indonesia justru masih terbelakang soal buang air besar (BAB). Lalu mengapa Modi mengaitkan toilet dengan kuil. Kajian Elizabeth Royte yang dimuat di National Geographic Indonesia edisi Agustus 2017 membantu menelaah kompleksitas itu.

Royte menukil program penelitian yang dilakukan RICE dalam mempelajari situasi kesehatan masyarakat miskin di India. Hasilnya disimpulkan kedalam tiga kata kunci: kesucian, polusi, dan kasta.

Kepercayaan masyarakat di India menganggap kalau tinja harus dijauhkan dari rumah. Itulah mengapa rumah penduduk yang memegang nilai ini tidak dilengkapi toilet. Tinja akan menodai kesucian rumah dan menjadi polusi. Kepercayaan ini ditopang tradisi turun temurun dan pemahaman tekstual atas kitab suci.

Perkembangan toilet yang kini memiliki kloset dan disiram sehingga bau tinja tidak tercium merupakan wujud mutakhir dari model toilet berupa lubang yang tidak disiram. Baunya pastilah menyengat. Masyarakat yang berkasta tinggi menjadikan itu sebagai beban karena tidak ingin menjadikan mengeruk lubang tinja sebagai pekerjaan. Mereka malu jika harus melakukan pekerjaan itu karena dianggap sederajat dengan kaum Dalit, kasta terendah di India.

Lalu mengapa hingga sekarang buang tinja di tempat terbuka masih terjadi ketika teknologi toilet sudah semakin canggih. Jawabannya kembali pada tiga kata kunci tadi. Dalam film Toilet, arahan sutradara Shree Narayan Singh, produksi 2017 dan dibintangi Akshay Kumar, Anupam Kher, dan Bhumi Pednekar menarasikan konflik itu.

Keshav (Akshay Kumar) dan Jaya (Bhumi Pednekar) sepasang suami istri yang baru saja menikah dan harus berjuang melawan tradisi buang tinja di tempat terbuka ketika Keshav membawa istri ke rumahnya untuk tinggal.

Ayah Keshav yang memegang tradisi lama mengharamkan adanya toilet di dalam rumah termasuk di halaman. Hal ini tentu melahirkan konflik bagi Keshav yang ingin bertindak sebaliknya mengingat Jaya sudah terbiasa dengan toilet.

Menjelang fajar, warga sudah bangun dan membawa lota, sebutan tempat yang diisi air untuk dipakai mencuci dubur usai buang tinja. Pada satu adegan, rombongan ibu-ibu mengetuk jendela kamar Keshav dan mengingatkan istrinya untuk segera berjalan ke semak dekat ladang warga yang berjarak beberapa meter di luar desa untuk buang tinja.

Tidak ada pilihan bagi Jaya untuk melakoni buang tinja di tempat terbuka. Meski itu sangat menyiksa, ia bahkan kesorot lampu sepeda motor ayah mertuanya ketika melintas di jalanan. Kejadian itu membuat ayah mertuanya terjatuh dan Jaya tentu saja malu. Atas kejadian itu Jaya mulai berani melawan. Ia sengaja mengempaskan perlengkapan dapur ke lantai yang membuat ayah mertuanya merengut. Meski riak itu tidak mengubah apa-apa.

Perjuangan Keshav semakin berat karena istrinya tidak betah. Tradisi di desanya menjadi sandungan. Ia bahkan harus mengajak istrinya menggunakan toilet kereta api yang transit. Sungguh peristiwa yang heroik sekaligus komikal demi mempertahankan hubungan. Keshav tentu tidak ingin berpisah dengan istri atau pun berkonflik dengan ayahnya sendiri hanya karena toilet.

Keshav lalu berinisiatif membuat toilet di halaman rumahnya dan segera mendapat perlawanan dari ayah, nenek, dan tetua desa. Jaya dimintai keterangan dalam forum desa yang menganggap perbuatannya telah melawan tradisi.

Di prolog film Toilet mengulang kampanye Modi tentang target yang dicanangkan untuk bebas dari buang air besar di tempat terbuka sebelum perayaan 150 tahun Gandhi. Kampanye pemerintah India rupanya memang menjadikan film sebagai medium.

Pembangunan toilet umum di kawasan padat penduduk di perkotaan dan menyasar ke pedesaan telah dilakukan. Keshav terpengarah ketika bertandang ke kantor pemerintah setempat. Oleh pihak pemerintah, Keshav mendapat keterangan kalau usaha membangun toilet telah dilakukan. Sejumlah toilet yang dibangun malah dijadikan warga sebagai tempat untuk membuka usaha.

Upaya film ini mengampanyekan tentang pentingnya toilet berbanding terbalik dengan usaha yang dilakukan lembaga nirlaba yang bekerja di India. Selain RICE dengan metodologi penelitian kesehatannya di kantong kemiskinan. Aktivis dari LSM Santhosi Tiwari dalam laporan Royte menyajikan pendidikan berbasis lapangan. Warga diajak langsung ke ladang yang dijadikan toilet terbuka guna mengenalkan dampak bagi kesehatan yang diakibatkan tinja. Selain itu, kerja sejumlah LSM terlibat langsung dalam pembangunan saluran pembuangan kotoran.

Analisis Royte menemukan pengakuan unik kalau BAB di tempat terbuka itu sebagai relaksasi dari kungkungan rumah tangga. Perempuan muda atau ibu-ibu dapat menyalurkan penat dan berbagi kisah sambil buang tinja. Hal ini tentu terdengar aneh karena buang tinja bersama menjadi ajang berbagi cerita.
_

Ketika Jaya meninggalkan rumah mertuanya termuat di koran lokal lantas menjadi aib bagi keluarga Keshav. Neneknya datang ke rumah Jaya bermaksud mengutarakan keberatan pada orang tua Jaya dan mendapat perlawanan dari Jaya sendiri. Ibu-ibu yang melintas hendak membuang hajat turut menjadi sasaran kemarahan Jaya. Ia menyemburkan protes melihat ketidakberdayaan kaum perempuan yang ditindas budaya patriarki.

Fokus film ini memang bukan pada panduan praktis dan pendidikan tentang tata cara membuat dan mengenalkan fungsi toilet bagi kesehatan sebagaimana yang dilakukan sejumlah LSM dalam laporan Royte. Model edukasinya menyasar pada perlawanan budaya dan dogma agama yang teramat sulit diubah.

“…kita terjebak dalam paham buta agama…” teriak Kesvav di hadapan ayah, nenek, dan kepala desa dan disaksikan kerumunan warga setelah ia mendapati toilet yang dibangunnya dihancurkan oleh orang suruhan ayahnya.

Kesadaran menerima pentingnya toilet baru dirasakan ketika neneknya Keshav terjatuh di depan pintu ketika ingin pergi buang hajat. Ayah Keshav yang mendengar teriakan ibunya itu sontak terbangun.

Menghadapi situasi pelik, ayah Keshav tak bisa lagi mengambil keputusan (mempertahankan nilai yag dianutnya) untuk tidak membawa ibunya menuju toilet yang telah ia hancurkan. Ibunya sendiri yang meminta ke sana karena tak bisa lagi menahan tinja yang ingin keluar dan rasa sakit mendera.

Protes Jaya di hadapan ibu-ibu juga menyuntikkan semangat untuk melawan. Terlebih ketika Jaya dan Keshav tampil di layar kaca mengutarakan protes mereka. Metode itu bagian dari advokasi yang mereka bangun. Sebelumnya, Keshav yang dibantu adiknya dan seorang warga, termasuk Jaya sendiri saling mendukung melengkapi laporan untuk diserahkan ke pengacara sebagai gugatan ke kelompok masyarakat yang menentang adanya toilet di desa mereka.

Pengadilan ramai karena tuntutan ingin bercerai jika para suami mereka tidak membangun toilet. Keshav dan Jaya ada di keramaian itu dengan tujuan serupa. Mereka sepakat bercerai. “Tidak ada toilet, tidak ada pernikahan.” Ujar Keshav. Ia bersedia bercerai bukan atas dasar tidak lagi mencintai Jaya, melainkan protes kepada tradisi, pemerintah, dan ayahnya.

“Siapa yang bertanggung jawab atas perceraian ini. Apakah pemerintah atau tradisi?” Tanya reporter kepada Jaya.

“Para perempuan yang kembali buang tinja di tempat terbuka,” tegas Jaya

Gelombang perceraian massal sampai juga di telinga Perdana Menteri melalui layar kaca. Setelah mendapat penjelasan diplomatis dari ajudannya, ia lalu memerintahkan untuk mengunci toilet di instansi pemerintah. Itu bagian dari efek jera bagi pemerintah yang tak kunjung merealisasikan program toilet umum di kawasan padat penduduk dan pembangunan toilet di desa. Penjelesan yang didapatkan Keshav ketika ke kantor pemerintah setempat rupanya ada permainan birokrasi di sana sehingga realisasi pengerjaan toilet umum mandek.

Keshav mengamini penjelasan pihak pemerintah kalau masyarakat berandil menghambat proyek pemerintah sekaligus pemerintah punya peran yang tidak dilanjutkan karena hanya bisa membangun tetapi lalai memberikan pendidikan ke masyarkat.

_



Komentar

Postingan Populer