Luka Boban, Beban Modric

Beban Modric
Repro. Kamar Bawah. Sumber gambar di sini

Sebelas tahun setelah Joris Broz Tito mangkat, Yugoslavia mulai goyah akibat nasionalisme etnik yang selama bertahun-tahun terhimpun dalam kesatuan bernama Republik Federasi Sosialis Yugoslavia.

Di tahun 1991, Slovenia dan Kroasia mulai mendeklarasikan kemerdekaan, menyusul kemudian Makedonia. Setahun berselang, di wilayah Bosnia, warga penganut Islam memproklamirkan Bosnia-Herzegovina. Kira-kira, kepingan itulah yang kelak menjadi benih sehingga lahir tujuh negara pecahan Yugoslavia yang kita kenal hingga sekarang: Slovenia, Kroasia, Makedonia, Bosnia-Herzegovina, Montenegro, Serbia, dan Kosovo.

Narasi perjuangan kemerdekaan masing-masing wilayah tentu tidaklah melulu melalui diplomasi dan kecamuk perang. Katalis perjuangan juga merembesi medan yang lain. Sepakbola kemudian menjadi parade massal dalam menuangkan ekspresi nasionalisme.
Setahun sebelum Kroasia berani mengeluarkan pernyataan kemerdekaan, di dalam lapangan, seorang anak muda membunuh karier sepakbolanya untuk berdiri di garis persamaan nasib sesama etnik. Ia tak tak tega melihat seorang pendukung klub yang dibelanya dipukuli aparat. Pemain belia itu berlari lalu melompat mejuruskan kaki ke tubuh aparat yang keparat itu (mungkin itu pikir si pemain yang kelak menjadi legenda sepakbola di negaranya).

Kariernya dicampakkan otoritas sepakbola Yugoslavia, absen di Piala Dunia tahun 1990. Namun, rupanya, itu bukan jalan kematian kariernya. Peristiwa di stadion Maksmir yang mempertemukan Dinamo Zagreb dengan Red Star Belgrade diingat sebagai tonggak sepakbola Kroasia. Zvonimir Boban, nama pemain yang menendang aparat itu boleh saja dicap pemain bengal di kubu seberang, tetapi Kroasia memberikan bintang lima di pundaknya sebagai pahlawan.

Sepuluh tahun kemudian, atau sembilan tahun setelah Kroasia menjadi negara. Boban memimpin skuat Kroasia di Piala Dunia 1998 di Perancis. Seorang bocah berusia 13 tahun melalui saluran televisi setia menyaksikan tim negaranya berlaga. Dunia tercengang karena tim nasional semenjana itu menekuk kekuatan sepakbola dunia, Jerman, 3 gol tanpa balas di fase 8 besar. Kemudian kekuatan lainnya, Belanda dipaksa menyerah 2-1 di perebutan tempat ketiga. Kroasia melengkapinya dengan manis karena Davor Suker, striker mereka merebut sepatu emas. Dua tahun sebelumnya, di Piala Eropa 1996, Kroasia juga menembus Perempatfinal.

Petualangan Boban usai peristiwa Maksmir membawanya ke Italia berkostum AS Bari sebelum menabalkan dirinya selaku legenda AC Milan. Luka Boban di Maksimir adalah luka yang sesungguhnya. Andai Yugoslavia tidak menampiknya, mungkin dirinya yang akan menolak masuk tim Yugoslavia di Piala Dunia 1990.


Tragedi Boban
Repro. Kamar Bawah. Sumber gambar di sini


Petualangan Boban sudah lama usai, tampil di Piala Dunia bersama Kroasia sudah ia lakoni. Anak-anak muda Kroasia yang duduk di depan layar televisi menyaksikannya memimpin lapangan tengah, kini, sebagian di antaranya mengisi skuat Kroasia.

Nama depan Boban, Zvonimir, berarti suara perdamain menjadi tonggak yang diingat masyarakat Kroasia mengimpikan tim nasional yang mampu bersaing di peta sepakbola dunia. Kroasia pasca merdeka leluasa menanamkan penamaan sesuai identitas etnik, Luka merupakan nama yang popular yang berarti cahaya. Bukan suatu kebetulan jika nama Luka di tim Kroasia kini menjadi salah satu penanda bagaimana Kroasia mampu melaju hingga ke semifinal. Argentina dikandaskan 3-0 di fase grup, Rusia berhasil dilewati melalui adu penalti.

Bukan suatu kebetulan pula jika Modric yang nama depannya: Luka menjadi eksekutor Boban. Dialah salah satu bocah 13 tahun kala Kroasia berlaga di Perancis tahun 1998. Dan, kini menempati posisi yang sama juga, nomor punggung yang dulu dikenakan Boban. 

Kroasia bukan lagi tim penggenap di setiap hajatan kompetisi sepakbola. Di Piala Eropa tahun 2016, Kroasia sudah masuk tim unggulan. Kroasia juga sudah bukan negara yang terluka, perlahan mereka mampu menyembuhkan diri dari luka-luka perang saudara. Piala Dunia kelima yang diikuti kali ini menjadi pencapaian terbaik setelah 1998. Tiga edisi sebelumnya, 2002, 2006, dan 2014, mereka selalu keok di fase grup.

Tentu menjadi beban bagi Modric mengejar tapak yang pernah dicanangkan Boban, dkk. Kita tahu Kroasia absen di Piala Dunia 2010 yang menjadi luka bagi Modric. Di Piala Eropa 2008, 2012, dan 2016, Modric kembali terluka. Di Piala Dunia kali inilah senja kariernya dipertaruhkan. Usianya sudah 32 tahun. Sudah kelewat uzur jika Modric kembali tampil di edisi berikutnya.
_




Komentar

Postingan Populer