Kepala Bierhoff Pelatuk atau Bola itu Sendiri

Gol Bierhoff Piala Eropa 1996
Repro. Kamar Bawah. Sumber gambar di sini

DI satu pertandingan Seri A Italia. Saya lupa tahun berapa, namun, kira-kira di kisaran tahun 1999 atau 2000. Persisnya AC Milan berlaga dengan Internationale Milan. Federico Giunti, gelandang AC Milan yang menggunakan nomor punggung 21, melepas umpan dan disambut sundulan berujung gol oleh pemain depan AC Milan bernomor punggung 20, Oliver Bierhoff.

Perawakan Bierhoff menyerupai salah satu personil boy band asal AS, New Kids On The Block, Joey Mc Intyre atau seorang serdadu dengan potongan rambutnya yang memang pas. Ketika Jerman bersua Yugoslavia di Piala Dunia 1998, Tim Panser hampir saja dipermalukan oleh tim nasional yang negaranya sudah bubar itu. Sundulan Bierhoff berbuah gol sehingga pertandingan berakhir imbang 2-2.

Jerman ke Piala Dunia 1998 yang dimenangi Perancis untuk kali pertama, berstatus sebagai juara Piala Eropa tahun 1996. Jurgen Klinsmann, kapten Jerman, tidak akan mengangkat trofi Henry Delaunay andai tandukan Bierhoff tidak menyamakan kedudkan 1-1 sebelum tendangan kaki kirinya berbuah gol emas yang artinya, kemenangan di pihak Jerman dan mengubur impian Ceko menjuarai turnamen.

Berti Vogts, pelatih Jerman yang dibenci publik Jerman akibat kegagalan demi kegagalan menahkodai timnas Jerman yang tak kunjung juara, malah mendepak dua ikon tim, Lothar Matthaus dan Stefan Effenberg di perhelatan antar timnas se Eropa  yang digelar Inggris saat itu. Di sepanjang turnamen, Bierhoff penghuni setia bangku cadangan. Ia tak mungkin menggeser Klinsmann selaku ujung tombak.

Di babak penyisihan, Jerman tampil perkasa tanpa kebobolan, Ceko dilumat 2-0, Rusia dilibas 3-0. Hanya Italia, tim yang difavoritkan juara karena dibesut Arrigo Sacchi dan diisi pemain bintang di semua lini, berhasil ditahan imbang 0-0. Bierhoff tak punya peran berarti di fase grup. Vogst memang keras kepala, Klinsmann dipaksa bermain dengan kondisi tidak fit.

Di partai final, Jerman tertinggal lebih dulu lewat tendangn penaliti Patrick Berger, kelak diingat sebagai legenda Liverpool. Itu ulah Matthias Sammer, oleh Vogst dipasang sebagai pengganti Matthaus, Sammer kolaps menghentikan pergerakan Karel Poborsky di area gawang. Dan, pilihan purba seorang bek, adalah menjatuhkan pemain yang coba memorandakan kamar pertahanan walau harus berbuah hukuman tendangan dua belas pas.

Pemilihan Bierhoff yang diturunkan Vogts di laga puncak, kemudian hari mengingatkan kita pada keputusan Fernando Santos menurunkan Ederzito Antonio Macedo Lopes alias Eder yang tampil sebagai penentu akhir pertandingan Portugal melawan Perancis di final Piala Eropa 2016. Bierhoff di tahun itu bukanlah siapa-siapa. Hanya penggenap kuota tim, jika tidak ingin menyebutnya pemain yang ditakdirkan duduk berseragam di bangku cadangan.

Menyaksikan kompilasi video di YouTube kiprah Bierhoff selama aktif bermain di Seri A Italia, kepalanya memang lebih banyak mencipta gol ketimbang kedua kakinya. Jauh sebelum Mario Mandzukic dikenal sebagai pemain yang menyepak bola dengan kepalanya, kita sudah menyaksikan spesialis penanduk bola pada diri Bieorhoff.

Sekilas, jika diperhatikan saksama, cara Bierhoff menyundul bola bukanlah hasil usaha sebagaimana upaya terbang Robien van Versie di penyisihan grup Piala Dunia 2014 saat memperdaya Iker Casillas. Bierhoff biasa-biasa saja. Saya mulai ragu sendiri kalau kepala Bierhoff bukanlah pelatuk senjata yang melontarkan peluru begitu lesat.

Meski memang, ketika melihat bola ditendang melayang menuju mulut gawang, sejauh usaha bek menghadang, semuanya adalah kehampaan, kepala Bierhoff tetap saja menyentuh bola. Ataukah, bola itulah yang mencari kepala Bierhoff. Atau, bisa pula, itu ulah para gelandang yang sesungguhnya tidak bermaksud memberi umpan tetapi sengaja menghajar kepala Bierhoff dengan bola. Atau, jangan-jangan, kepala Bierhoff adalah bola itu sendiri.

Perhatikan lagi gesturnya dan bandingkan dengan usaha Crsitiano Ronaldo, misalnya, menyundul bola. Ketika CR7 melompat menyambut bola, kekuatan kedua kakinya berpindah ke batang lehernya. Demikian halnya dengan tandukan penyelamatan yang sering dilakukan Sergio Ramos.

Beberapa, jika tak ingin dikatakan semuanya, sundulan Bierhoff sungguh lain. Kehadirannya di AC Milan dan di sejumlah klub yang pernah dibelanya mengubah pola serangan. Kedua kaki Bierhoff serasa digunakan mengenakan sepatu saja, berlari, dan, pijakan melompat. Andai, ia pernah satu klub dengan David Beckham, maka tugas gelandang hanya satu: melayangkan bola ke udara dan biarkan Bierhoff bekerja sendiri.

Umpan terukur Beckham sudah menjadi jaminan. Zidane saja harus tunduk membiarkan kepala botaknya menyundul bola kiriman Beckham jika tidak ingin membuang peluang mencipta gol. Tetapi, para gelandang di belakang Bierhoff sudah paham. Kepala Bierhoff di saat tertentu adalah pelatuk dan menjadi bola itu sendiri di kesempatan lain.
_

*Ditulis untuk mengenang kembali kiprah Oliver Bierhoff.
Pernah dimuat di saraung.com edisi 28 Januari 2017



Komentar

Postingan Populer