Dari Mana
Repro. Kamar Bawah. Sumber gambar di sini |
Kita
tahu, kalau Archimedes menyimpulkan teori hukum
beratnya saat ia tengah mandi lalu berteriak eureka untuk
merayakannya dan Isaac Newton menabalkan hukum grativitasi kala ia melihat sebuah buah apel
terjatuh. Hasil kesimpulan kedua ilmuan ini kemudian menjadi acuan bagi ilmuan
lainnya untuk meghasilkan teori pengetahuan baru.
Lalu bagaimana dengan kita, yang sejak umur 5 tahun sudah
diajak menggunakan otak kiri untuk mengenal warna, menghafal doa, dan tembang
di bangku TK, kemudian belajar berhitung dan membaca di kelas satu SD, lalu
menghafal nama pahlawan di tingkat SMP, di SMA kita lebih dipaksa lagi untuk
belajar rumus Matematika, Fisika dan lain sebagainya. Dan akhirnya, jika orang tua kita cukup uang. Maka kita
akan mendaftar pada sebuah perguruan tinggi untuk memilih jurusan yang
kira-kira bisa dijadikan tolak ukur keberhasilan untuk kehidupan selanjutnya, paling tidak kita berharap mendapat kerja yang layak.
Saya jadi teringat potongan lirik tembang Kenyataan dalam Dunia Fantasi yang didendangkan The Rock featuring Koil. “Di
negara ini kita hidup dan bekerja, di negara ini bersemilah cintamu yang abadi…”, potongan
lirik tersebut benar, saya menafsirkan kalau makna kalimat itu adalah sebuah
gambaran perjuangan hidup anak manusia yang terdaftardi
republik ini. Untuk hidup kita harus bekerja dan
dengan kerja keras kita akan berhasil. Sialnya, hal itu cuma ada dalam dunia fantasi. Karena kerja
keras yang tekun ditambah dengan semangat penuh cinta telah dilakukan oleh para
petani, nelayan dan rakyat jelata sejak dahulu. Tetapi, kehidupan mereka biasa-biasa saja.
_
Kepingan potongan ingatan akan terus kita dapati dalam
sejumlah medium yang kita cernah setiap hari, mulai dari iklan sebuah produk,
lirik dalam tembang, atau pajangan baliho para kandidat yang biasanya marak
menjelang pemilihan.
Dalam sebuah masyarakat, sebenarnya apa yang salah,
apakah individunya ataukah masyarakatnya. Lalu, metode apa yang harus ditempuh dalam memperbaiki tatanan masyarakat atau tiap
individu. Setiap disiplin ilmu, masalah perubahan memiliki rumusannya
masing-masing. Terkait masalah perubahan kehidupan bermasyarakat telah kita
jumpai melalui data sejarah yang bisa kita saksikan dalam buku yang telah
ditulis oleh para penulis yang mumpuni di bidangnya.
Di negeri ini, sederhananya, metode perubahan masyarakat dilalui dengan sebuah pemilihan umum. Dari pemimpin negara yang terpilih kemudian membiaskan
tatanan masyarakat dalam bentuk kebijakan yang diterapkannya. Jadi, kalau kita
menerima determinisme sistem ini, maka perubahan masyarakat akan berubah tiap
lima tahun sekali.
Apakah memang benar demikian? Ataukah ada metode
perubahan yang lain? Lalu apakah
individu tidak memiliki kuasa untuk memercikkan api kecil perubahan dalam
masyarakat di sekelilingnya? Lalu apa pula kontribusi dari sistemasi pelajaran
di sekolah yang telah dijalani oleh mereka yang punya kesempatan untuk itu?
Pemetaannya adalah, mesti dilihat sejumlah permasalahan yang ada dan
pengkategoriannya sebelum merumuskan sebuah solusi. Jika ada seseorang yang
tidak memiliki uang, jalan sederhannya, ia mesti bekerja untuk mendapatkan
upah. Tetapi, bila ia tak bisa bekerja akibat kondisi yang tidak
memungkinkan. Misalnya tidak ada pekerjaan yang bisa ia masuki karena
terbatasnya lamaran pekerjaan, maka ia mestilah memikirkan solusi kreatifnya
untuk berwirausaha sesuai dengan bidang yang bisa ia kerjakan. Pada posisi ini,
masalah yang demikian masihlah masalah individu. Namun, bila individu yang seperti ini jumlahnya sangat banyak,
maka sudah menjadi masalah sosial.
Dibutuhkan terapi sosial dari kebijakan penyelenggara
negara untuk mengantisipasi semakin membludaknya masalah sosial tersebut.
Karena kesarjanaan yang mulanya diharapkan sebagai terapi individu bukanlah
jaminan pasti dalam mengantisipasi sejumlah masalah sosial.
Kita dapat menghayati kembali kalau perubahan besar yang
terjadi dalam sejarah peradaban umat manusia dimulai dari yang terkecil. Karena
itu, setiap individu harus mau mengubah sikap dan karakter agar lebih siap dan
tak terjebak pada narasi perubahan dari sistem. Jalan sederhana itu saya kira
bisa dimulai dari dapur, halaman rumah, sampai pada perilaku kita berkendara.
Slank mengingatkan dalam potongan lirik Virus “Aku nggak mau menjadi iblis
yang menyesatkanmu...” tetapi kita tentu mau menjadi lentera yang meski kecil namun bisa menjadi penerang di tengah kegelapan.
Sedikit banyaknya gagasan perubahan yang positif yang
kita sebarkan, tentunya sangat berguna dalam menjalani kehidupan ini. Dan, semoga gagasan kecil yang kita tebarkan setiap hari dapat
berguna buat kita semua.
Bukankah
Archimedes dan Isaac Newton pada mulanya juga memulai virus perubahan melalui
hal yang sederhana, sepele, malah. Namun lihatlah setelahnya. Gaung perubahan
dalam sains berpangkal darinya. Tentu sebelumnya melalui proses yang panjang.
Nah, dari proses itulah bermula. Memang tidak ada yang instan, macam kantong
ajaib Doraemon.
_
Naskah ini pernah saya muat di blog Ekalaya Hayun AR. Dulu saya mengelola beberapa blog dan kemudian berhenti karena kewalahan. Atas kebutuhan konten di blog ini, naskah ini saya muat ulang dengan editing seperlunya.
Komentar