Hikayat Pemuda dari Gunung


Penyebutan orang dari gunung di Pangkep merujuk pada masyarakat yang mendiami Kecamatan Tondong Tallasa dan Balocci. Masyarakat di dua kecamatan ini lekat dengan minimnya angkatan pendidikan. Tetapi itu dulu, terjadi di dekade tahun 80 an hingga akhir 90 an. Sekarang sudah merata karena telah tersedia sekolah menengah atas (SMA) yang mungkinkan angkatan muda tak perlu ke kota bila ingin melanjutkan jenjang pendidikan.

Salah satu pemuda asal Tondong Tallasa, tepatnya dari desa Bantimurung, Misbah Maggading, memilih melanjutkan di Madrasah Aliyah (MA) Darud Da’wah wal Irsyad (DDI) Baru-Baru Tanga di tahun 2004 untuk tetap melanjutkan pendidikan selepas menyelesaikan SMP Negeri 2 Tondong Kura. Meski kala itu di Tondong Tallasa sudah ada SMA, Misbah memilih masuk pesantren untuk memperdalam ilmu agama.

“Sepupu saya lebih dulu sekolah di sana. Saya tertarik mengikuti jejaknya karena di kampung saya sekolah agama tidak ada. Saya ingin memperdalam ilmu agama supaya bisa kembali ke kampung berdakwah.” Tutur lelaki kelahiran 1988 ini. Gayung bersambut, ikatan keluarga dengan pengelola pesantren mempermudah jalan Misbah mengecap pendidikan di pesantren.

Setamat di MA ia tetap dalam dekapan perguruan DDI. Tahun 2007 terdaftar sebagai mahasiswa di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) DDI menempuh jurusan Tarbiyah. Bermula di lingkungan kampuslah Misbah menjalani dinamika kehidupan lebih beragam. Sejak awal sudah aktif di Badan Ekeskutif Mahasiswa (BEM) dan organisasi ekstra kampus, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Tenggelam dalam aktivitas kemahasiswaan menjadi rutinitas hidup yang membuatnya telat menyelesaikan kuliah. Perlu waktu enam tahun baru bisa menuntaskan studi. Namanya cukup dikenal di kalangan aktivis di Pangkep. Boleh disebut kalau Misbah merupakan generasi awal pemuda dari kampungnya yang telah menuliskan namanya untuk diingat selaku aktivis.

Ia seolah menegaskan kalau tidak ada lagi pelabelan inferior di kalangan mahasiswa di Pangkep. Baik dari daratan, kepulauan atau pegunungan. Semuanya setara menjadi aktor perubahan. Interaksinya menjadi pengantar terlibat dalam Panitia Pengawas Pemilihan Legislatif tahun 2012. Dan, di Pemilihan Kepala Daerah Pangkep tahun 2015, ia lulus kualifikasi sebagai Ketua Panwas Kecamatan Tondong Tallasa di usianya terbilang muda, 27 tahun.

Daya kritisnya terus diasah ketika mengikuti Sekolah Demokrasi Pangkep (SDP). Sebuah program penguatan wacana dan praktik demokrasi yang diinisiasi Lembaga Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR) dan Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) yang dimulai tahun 2010. Misbah masuk angkatan ketiga tahun 2012 dan kini terpilih menjabat Sekretaris Jenderal Komite Komunitas Demokrasi Pangkep (KKDP), lembaga alumni SDP di Musyawarah Besar (Mubes) ketiga pada 21 Februari lalu.

Lelaki lajang ini pernah merancang perjalanan pulang ke kampungnya untuk mengabdi dengan mencalonkan diri di Pemilihan Kepala Desa Bantimurung tahun 2013. Sayang, torehan suaranya belum signifikan. Namun, ia tidak kecewa, menggelorakan perubahan, katanya, tidak mesti masuk dalam jajaran pemerintahan. Menjadi kepala desa hanyalah media saja. Tanpa menjadi kepala desa pun tetap bisa merancang dan menyuarakan perbaikan layanan pemerintahan kepada masyarakat.

Misbah turut meyakini kalau kebobrokan yang terjadi kaitannya dengan layanan pemerintah dengan masyarakat perlu disebarkan. Ia sadar, era terbuka sekarang ini, penyebaran informasi sudah bukan lagi kuasa wartawan. Jika harus diwartakan maka segeralah kabarkan. Hal ini sering dilakukan terkait ketimpangan yang ia jumpai di kampungnya. Terbaru, melalui status di akun Facebooknya, Misbah memosting baner struktur Puskesmas Tondong Tallasa. Ia mengeluhkan layanan kesehatan di sana karena dokter tidak ada ditempat saat dibutuhkan padahal masih jam kerja.

Akibat status itu, Misbah dilaporkan di Polres Pangkep oleh pihak Puskesmas karena dianggap mencemarkan nama baik. Apakah ia gentar. Alam pegunungan mengajarkan kalau jalan menanjak akan terus didaki. Lembah akan dituruni. Ini bukan persoalan. “Saya tidak takut. Saya sudah memenuhi panggilan dari Polres.” Misbah menegaskan.

Hal yang demikian tentu saja selimut debu baginya. Itulah konsikuensi logis yang mesti dihadapi. Meski ini merupakan pengalaman pertama dilaporkan ke Polisi. Misbah, yang di kalangan alumni dan mahasiswa STAI DDI Pangkep adalah sosok yang dapat mengumbar tawa. Di sisi lain merupakan pemuda yang terus merawat daya kritisnya.
_

Dimuat di saraung.com edisi 20 Juni 2016




Komentar

Postingan Populer