Ini atau Itu?
Judul di atas saya pinjam dari esai lama Eka Kurniawan di blog pribadinya (klik di sini) yang diposting pada 11 Februari 2013. Mengulas tentang remeh teme seputaran kesenangan pribadi. Sebelumnya sudah saya gunakan judul serupa di blog ini (klik di sini) dengan semangat serupa.
Saya kembali memakai judul ini untuk memulai hal yang sama. Tetapi kali ini lebih spesifik soal sepakbola. Bila diperas lagi, seputaran Piala Eropa 2016 yang sudah sampai tahap akhir di mana Portugal melawan tuan rumah, Perancis untuk merebutkan trofi Hendry Delaunay, inisiator kompetisi antar tim nasional se Eropa yang namanya diabadikan sebagai nama trofi.
Gelaran ini berlangsung empat hari setelah umat muslim menjalankan ibada puasa pada 6 Juli lalu. Jadwal siaran yang dimulai pukul sembilan malam hingga pukul empat dinihari di babak penyisihan menjadi tantangan tersendiri. Antara ke masjid berjemaah salat tarwih atau duduk rapi di depan televisi. Memilih suntuk mengaji atau kembali memelototi kotak pintar di ruang tamu. Bangun tahajud atau lagi-lagi kembali ke laptop, eh nonton bola lagi. Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini.
Tetapi sudahlah, lebaran telah usai dan sekarang sisa laga terakhir. Terdapat 24 tim nasional dengan 552 pemain di masing-masing tim. Dihitung berdasarkan komposisi 23 pemain di setiap tim. Jika harus memilih dengan pertanyaan sederhana: pilih ini atau itu, maka berikut daftarnya:
Portugal atau Perancis. Piala Eropa pertama yang saya ikuti, sebagai penonton, pastinya, itu pun lebih banyak menyaksikan di layar kaca milik tetangga atau kerabat, yakni Piala Eropa tahun 2000 di Belgia-Belanda. Dan, tahukah Anda tim apa yang juara. Perancis, Boy! Jika harus lebih jujur, saya mengidolakan Belanda. Hanya saja Tim Oranye gagal kualifikasi kali ini. Jika ingin mendengar pengakuan lagi: Final Piala Eropa tahun 2004, saya menang taruhan karena mendukung Yunani yang membungkam Portugal di rumahnya sendiri.
Cristiano Ronaldo atau Antoine Griezmann. Sesungguhnya Ronaldo termasuk pemain yang saya gemari sekaligus saya benci. Sedangkan Griezmann, saya lebih memilih Pogba di tim Perancis sebagai nyawa permainan.
Buffon atau Neuer. Saya suka refleks Si Tua Bangka, Buffon kala menepis sundulan Zidane di final Piala Dunia 2006 di Jerman. Meski saya tidak suka dengan Tim Italia yang menganggap sepakbola sebagai pekerjaan.
Lewandowski atau Morata. Dua penyerang murni ini menunjukkan kelas tersendiri. Keduanya tidak bisa dipasang bersamaan dalam satu tim. Insting membunuh Lewandoski lebih tajam jika didukung gelandang andal. Sayang, di Polandia hal itu tidak didapatkan.
Iniesta atau Payet. Menurut saya, seharusnya Iniesta tidak perlu lagi mengikuti turnamen Piala Eropa kali ini. Apalagi yang mau dia buktikan. Tugasnya sudah selesai. Penentu kemenangan meraih trofi Piala Dunia tahun 2010 di Afrika Selatan dan dua trofi Piala Eropa secara beruntun (2008 dan 2012). Penampilan Dimitri Payet di Perancis telah membuat tipologi baru selaku gelandang serang di Perancis. Mestinya ia mengenakan nomor 10.
Ramos atau Pepe. Kedua bek andalan Real Madrid ini sama-sama kejam. Petarung sejati yang tak tahu malu. Di Piala Eropa tahun 2008, Ramos bukanlah bek tengah, ia menempati posisi bek kanan yang rajin membantu serangan. Tipikal bermainnya mengingatkan pada sosok Cafu di Brasil. Sebagai kapten tim, ia mampu mengangkat trofi Champions bersama Madrid. Namun belum berhasil di tim Matador, Spanyol.
Renato Sanches atau Dele Alli. Anda tidak akrab dengan nama ini? Tidak apa-apa. Keduanya memang pemain belia. Usianya terpaut satu tahun. Sanches lahir tahun 1997 dan Alli 1996. Sebagai gelandang, Alli masih rikuh bermain lepas di bawah bayang nama besar Wayne Rooney di Inggris. Dipermalukan tim gurem, Islandia, Alli harus berhenti berlaga. Sedangkan Sanches, ia memadukan gaya bermain dua pendahulunya di Portugal yang telah pensiun, tarian Rui Costa dengan gaya dobrak Deco.
Lupakan Ronaldo yang angkuh itu. Sanches bakal menjadi pemain besar di tahun-tahun mendatang. Saya menyesalkan, mengapa ia memilih tawaran bermain di Bundesliga, di klub Bayern Munchen lagi. Siapa yang mau dia gantikan di sana. Tiga gelandang tangguh sudah ada: Vidal, Martinez, dan Xabi. Belum lagi Alcantara dan Muller sudah mengunci posisi gelandang serang. Tetapi Sanches beruntung turut membawa Portugal ke final di usianya yang masih sangat muda dan ini merupakan kompetisi bergengsi pertamanya bersama timnas senior Portugal.
*
#onedayonearticle
#bloggerpangkep
#pialaeropa2016
Pangkep, 10 Juli 2016
Komentar