Mengevaluasi Demokrasi di Pangkep (Catatan HUT Ke 54)

Selasa, 7 Januari. Yayasan Lembaga Pendidikan Anak Rakyat (Lapar) menggelar launching indeks demokrasi Pangkep di Warkop Komunitas hasil riset yang dilakukan tiga lembaga: Pusat Kajian Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Lembaga Kajian Demokrasi dan Hak Asasi (Demos), dan Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) terhadap indeks demokrasi di empat wilayah di Indonesia. Yakni, kabupaten Aceh Utara, Tangerang Selatan, Pangkep, dan Batu.

Survei ini menggunakan metode Asian Demokrasi Index (ADI), dengan mengambil tiga segmen: politik, ekonomi, dan masyarakat sipil. Tegasnya, menyimpulkan perkembangan politik lokal di Pangkep terbilang rendah dibanding ketiga daerah yang lain. Namun, di sisi ekonomi dan masyarakat sipil tergolong tinggi.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pangkep, memang tak pernah lepas dari lima besar di Sulawesi Selatan. Bahkan tahun ini, Pangkep berada di posisi kedua setelah Makassar. Asumsi ini menjadi penguat bila Pangkep unggul dari ranah ekonomi. Tetapi, bukanlah jaminan bila dikaitkan dengan Indeks Pembangunan Manusai (IPM). Di dalam buku Gerak Demokrasi Lokal, Pergulatan dari Pangkep Sulawesi Selatan (NIMD, KID, LAPAR: 2013). Menyebutkan, bila kemelimpahan sumber daya alam (SDA) di Pangkep bukanlah syarat meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Buktinya, sejak tahun 2008 hingga 2011, sudah terdapat 9 perusahaan yang memproduksi Marmer dan 11 perusahaan yang mengelola pasir Silika.

Keberadaan perusahaan itu tentu meningkatkan PAD. Namun, masyarakat yang tinggal di sekitar area perusahaan tak juga mengalami peningkatan taraf hidup yang lebih baik. Angka kemiskinan masih tergolong tinggi. BPS Pangkep melansir data penduduk miskin sebanyak 68.900 jiwa atau setara 22.12 persen di tahun 2008.

Kaitan dengan IPM, menggunakan angka-angka memang tidak begitu menyentuh realitas yang dialami masyarakat. Riset yang dilakukan Active Society Institute (AcSI) member of Ininnawa di tahun 2012 menyangkut IPM Pangkep. Mengambil sampel di dua desa dan satu kelurahan (desa Bonto Birao, kecamatan Tondong Tallasa, desa Tompo Bulu dan kelurahan Balleanging, kecamatan Balocci), menggunakan pendekatan kapabilitas. Kesimpulannya pun tak jauh berbeda, bahwa kelumpuhan yang dialami warga diakibatkan karena minimnya perilaku demokratik pemerintah. Realitas ini sepertinya wajah lain dari getolnya pemerintah Pangkep merengkuh sejumlah penghargaan pembangunan.

Kepemimpinan

Tahun ini, kepemimpinan Syamsuddin Hamid Batara-Abdurahman Assegaf (Sahabat) telah memasuki tahun keempat setelah meraih suara terbanyak pada Pemilukada tahun 2010. Di sepanjang tapak waktu itu, relasi pemerintah dengan komponen demokrasi yang lain berjalan ajek. Meski pada 25 Juni 2012, untuk kali pertama dalam sejarah kepala daerah di Pangkep. Bupati turung langsung melakukan demonstarsi di kantor PT Semen Tonasa kaitannya dengan sirkulasi kepemimpinan komisaris di perusahaan semen negara itu yang telah berproduksi sejak 1968.

Sulit menetapkan spesifikasi keberpihakan Bupati terhadap warga. Sebab, di sisi yang lain justru terjebak pada kepentingan menjaga markah kedirian ketimbang mengayomi warga selaku kepala pemerintahan. Misalnya saja, pada 4 Februari 2013, Bupati melaporkan langsung Budiman ke Polres karena dianggap telah mencemarkan nama baik terkait komentar di jejaring sosial Facebook. Tindakan yang demikian mengalami pertentangan dengan posisi Bupati yang seharusnya melindungi warga. Sebab bukankah jabatan publik merupakan hal yang selalu terpantau dan sudah merupakan risiko bila ada kritik, celaan, bahkan teror. Sejarah kepemimpinan memang selalu diliputi dengan hal yang demikian.

Selalu memang ada terlupa bila evaluasi dilakukan dengan pendekatan angka-angka. Tetapi, indeks yang dikeluarkan tiga lembaga di atas sudah memberikan tambahan dasar guna memperkuat dan dijadikan materi evaluasi untuk suatu daerah. “Demokrasi memang bukan sistem yang terbaik, tetapi pastilah sistem dengan keburukan paling sedikit,” tulis Ignas Kleden, Ketua Badan Pengurus KID.

Realitas di luar jangkaun angka survei, perlu dilengkapi dengan peristiwa yang pernah atau yang sedang tumbuh. Situasi masyarakat sipil memang mengalami kemajuan dalam hal kebebasan berkumpul dan berpendapat sekaligus masih perlu melawan hantu perusak narasi demokrasi. Perlu diingatkan jika kritik yang diajukan Syahrul Syaf di tahun 2011 berkaitan komentar Bupati perihal penimbunan BBM ilegal, Sekjen forum sosial Komite Komunitas Demokrasi Pangkep periode 2010-2013 itu harus membayarnya dengan lebam di tubuh. Adanya infrastruktur kekuasaan yang tidak siap dengan kritik pasti akan berakhir dengan brutalisme. Hal inilah yang perlu mendapat perhatian dalam tubuh kekuasaan pemerintah daerah Pangkep. Bahwa yang demikian itu justru menunjukkan lemahnya kepemimpinan.

Saya pikir, di titik itulah kata kuncinya: Kepemimpinan. Karena demokrasi bukanlah kata benda, sebagaimana yang selalu diperingatkan Abdul Karim, Direktur Eksekutif Lapar yang selama tiga tahun (2010-2013) telah melakukan pendampingan dan proses pendidikan demokrasi di Pangkep melalui program Sekolah Demokrasi (SD) atas dukungan KID. Namun, bukan berarti kita telah melupakan apa yang telah diperbuat kepemimpinan Sahabat yang tentu memiliki visi dalam membangun Pangkep.

Akhirnya, selamat hari jadi Pangkep ke 54 dan semoga di sisa setahun kepemimpinan Sahabat kita bisa mengingat warisan aksi demokratik.
_

Dimuat di Tribun Timur edisi 8 Februari 2014



Komentar

Postingan Populer