Nama Kita Tidak Ada di Daftar Belanja (Catatan Ngobrol Publik: Meneropong Anggaran RSUD Pangkep)







PENGANTAR
Kala Komite Komunitas Demokrasi Pangkep (KKDP) tengah memfasilitasi dialog terkait RSUD Pangkep untuk kali kedua (18/5), HMI cabang Pangkep masih setia menggelar aksi tenda pengaduan di halaman gedung rumah sakit, sedangkan  BEM STKIP Mattapa menggalang dana di sekitaran Taman Musafir untuk Nabila, anak usia 4 tahun yang mengidap Hydrocephalus  (cairan serebro spinal) yang mengakibatkan kepalanya membesar. Anak pasangan Haerul dan Nurasia, warga Japing-Japing kelurahan Bonto Langkasa, Minasatene.
Dialog dimulai sekitar pukul empat sore, molor satu jam dari jadwal yang ditetapkan, dikarenakan padatnya jadwal masing-masing narasumber. Anggraini Amir, anggota komisi II DPRD Pangkep mesti berjibaku dengan padatnya lalu lintas. Pasalnya, ia bertolak dari Makassar. Meski begitu, dialog tetap berjalan dengan jumlah peserta 35 orang, lebih ramai dari dialog sebelumnya yang hanya dihadiri 18 orang.

DAFTAR BELANJA

Sukma Paramita, anggota Korwil 1 KKDP yang juga Caleg dari PBB Dapil 1 memulai dialog. “Kita patut berbangga, karena teman-teman setia hadir di ngopi (ngobrol publik) ala KDDP“ kata ibu tiga anak ini. Selanjutnya ia memberi kesempatan pertama pada Anggraini Amir. “Sebenarnya kita memerlukan in focus, sebab kita harus melihat bersama anggaran RSUD Pangkep. Tetapi karena tidak ada, saya bacakan saja, nanti teman-teman mencatat.“ Ia memulai.

Syahrul Syaf dan Akbar
Jika selama ini kita mendengar kalau RSUD Pangkep selalu kehabisan obat dan kekurangan alat kesehatan, maka itu perlu dipertanyakan, mengingat anggaran yang dikucurkan sudah sesuai dengan usulan permintaan yang diajukan. Anggaran pengadaan obat RSUD pada 2012, misalnya, sebesar  Rp 600. 000. 000,- berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) No 22/2012, meski pada 2013 turun menjadi Rp 458.896.575,- sesuai dengan Perbup No 29/2012. Sedangkan untuk Jamkesmas dan Askes pada 2012 sebesar  Rp 395.000.000,- dan naik menjadi Rp 694.500.000,-pada 2013. Untuk Jamkesda pada 2012, yakni Rp 1.145.000.000,- kemudian turun menjadi Rp 1.045.000.000,- pada 2013.

Sedangkan untuk alat kesehatan (Alkes) dibagi ke dalam: Belanja alat kesehatan kedokteran dan Laboratorium pakai habis sebesar Rp 390.000.000,- naik menjadi Rp 394.400.000,- pada 2013. Belanja alat kesehatan kedokteran dan laboratorium pakai habis (Jamkesmas/Askes) Rp 395.000.000,- naik drastis pada 2013 menjadi Rp 750.000.000,-. Belanja alat kesehatan kedokteran dan laboratorium pakai habis apotek, yakni Rp 824.447.764,- kemudian membengkak menjadi Rp 1.100.582.764,- pada 2013.

Daftar belanja di atas belum termasuk belanja kelengkapan yang lain, seperti: program pelayanan adminsitrasi perkantoran, program peningkatan sarana dan prasarana aparatur, program peningkatan disiplin aparatur serta sejumlah daftar belanja yang lain guna menunjang pelayanan RSUD. Total ada delapan item daftar belanja dengan anggaran sebesar 22 Milyar lebih pada 2013.

Ibu Anggi, menghela nafas usai membacakan jumlah anggaran yang luar biasa memadai itu, ia melepas kacamatanya kemudian meneguk air kemasan. “Untuk sementara sekian dulu, nanti kita lanjutkan setelah ada tanggapan.“ Katanya sambil melirik moderator.

Sukma Paramita kemudian meminta Syahrul Syaf, sekjend KKDP untuk memaparkan pandangannya. “Rumah sakit Pangkep ini sudah seperti kuburan, mengapa saya katakan demikian, karena pasien di sana seolah tidak terurus sesuai dengan standar pelayanan. Banyak pasien dibiarkan berusaha sendiri, semisal pengurusan obat, maupun urusan yang lain.“ Pungkas Caleg PBB Dapil 1 ini.

Memang ada keheranan setiap kita berhubungan dengan rumah sakit di daerah ini, meski didukung dengan pendanaan yang memadai sesuai dengan klasifikasi rumah sakit. Toh, masih saja kita jumpai atau pengalaman kita sendiri ketika harus berhadapan pola pelayanan yang sebenarnya tidak sesuai dengan harapan kita. Sebagai contoh, Syahrul Syaf pernah berobat di rumah sakit menggunakan Jamkesda dan Askes, tapi pelayanan yang didapat tak jauh berbeda, ia harus membeli obat sendiri di apotek yang telah dirujuk oleh dokter. Parahnya, obat yang berlogo Askes seharga dua ribu rupiah pun harus dibayar. Sungguh ironi, sebab yang demikian harusnya gratis di rumah sakit. Jika sudah demikian, nama kita memang tidak ada di daftar anggaran RSUD Pangkep.

Syahrul Syaf juga mengajukan dugaan kalau pihak dokter sepertinya telah membangun jaringan bisnis terkait hal ini, karena memberikan rujukan terhadap apotek tertentu.

TANGGAPAN

dr Indriaty L, Kepala Dinas Kesehatan Pangkep. Mengungkapkan keprihatinannya, bahwa apa yang terjadi di RSUD Pangkep sepertinya berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di Puskesmas, program kesehatan gratis atau subsidi kesehatan yang digulirkan pemerintah menjadi masalah jika pasien sudah berada di rumah sakit. 

dr Indriaty L dan Anggrani Amir

Terkait Nabilah,  ia menyayangkan rujukan RSUD Pangkep ke rumah sakit Wahidin, Makassar. “Seharusnya hal yang seperti ini tak perlu terjadi lagi, tapi karena memang keterbatasan dokter ahli. Jadi rujukan itulah solusinya.“ Ucapnya.

Meski pihak orang tua Nabila menolak, karena bila itu ditempuh maka kegiatan ekonomi keluarganya akan terbengkalai. Bertolak ke Makassar sungguh menjadi masalah tersendiri baginya. Namun, dr Indriaty tak tinggal diam, ia sudah bertemu dengan orang tua Nabila dan memberinya dorongan agar segera memenuhi surat rujukan itu demi kesembuhan Nabila.

Akbar, dari Kejari Pangkep. Mengajukan tanya perihal kisruh RSUD Pangkep, “Sebenarnya kita ini sedang membahas manajemen rumah sakit ataukah menuntut laporan pertanggung jawaban (LPJ), kedua hal ini perlu dipetakan.“ Katanya. Pihak Kejari tak bisa memasuki urusan ini jika itu tekait manajemen, lain hal jika ada dugaan penggunaan anggaran yang tidak sesuai atau terjadi penyimpangan. Wilayah itulah yang menjadi fokus Kejari, namun hal tersebut perlu didukung dengan bukti.

Di sisi lain, Akbar menggaris bawahi kalau bayaran makan minum yang berlaku di kelas VIP RSUD perlu segera dikeluarkan transparansi, karena hal tersebut merupakan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Anggraini Amir juga mengajukan tanya soal ini, ia heran karena sejauh ini belum mendapatkan laporan terkait pemasukan dana tersebut ke kas daerah.

“Saya mengusulkan agar segera dilakukan audit investigasi, baik itu oleh Bawasda atau lembaga lain yang berwenang atas anggaran RSUD Pangkep yang luar biasa banyak, tapi justru menyisahkan tanya bagi publik akan pelayananannya.“ Tukasnya.

H M Basir, Kabid Pelaksana RSUD Pangkep yang hadir setelah ditelepon oleh dr Indrianty, mengatakan kalau dirinya juga prihatin akan masalah ini. “Saya ini orang Pangkep, jangankan anda, saya juga menginginkan agar masyarakat Pangkep memperoleh pelayanan yang baik dan gratis.“  Katanya.

Ia mengakui kalau 14 dokter ahli yang bertugas kadang datang tidak tepat waktu sebagaiman tertuang dalam SOP (Standar Operating Procedure), karena mereka berdomisili di Makassar. Ia menanggapi pertanyaan Taju, anggota Korwil 2 KKDP yang menggugat ketidakdisplinan para dokter. Hardi, Pemimpin Pusat IPPM Pangkep, mengatakan kalau kesehatan gratis hanyalah bahasa politik yang didendangkan pemerintah. Buktinya, kesehatan gratis yang dimaksudkan tak kunjung benar-benar gratis.

Hasan, ketua HMI Pangkep yang menyempatkan hadir di selah aksi HMI menggalang posko pengaduan. Kembali menuntut pembenahan manajemen rumah sakit, itu poin pertama yang harus segera dilakukan. Syafar, anggota Advokasi KKDP, mempertanyakan tender pengadaan obat yang dinilai sarat dengan kepentingan bisnis. “Mengapa bukan pihak rumah sakit sendiri yang mengadakan obat, sehingga pembiayaan bisa ditekan.“ Ujarnya.

Kumala Murtala, alumni sekolah demokrasi Pangkep (SDP) angkatan kedua, tak kalah herannya, tegas ia katakan: “Dengan jumlah penduduk Pangkep sebanyak 367.371 jiwa, sangat mustahil jika dokter ahli yang bertugas hanya 14 orang.” Menanggapai hal itu, dr Indrianty menyampaikan kalau tahun depan akan ada penambahan dokter ahli secara berkala. Ini merupakan program almahrum Bupati Syafruddin Nur. “Jadi, ada tujuh orang Pangkep yang disekolahkan oleh Pemda yang nantinya akan bertugas setelah studi mereka selesai, kemungkinan besar tahun depan sudah ada tiga atau empat yang akan bertugas. Diharapkan kebijakan ini sebagai jawaban sekaligus solusi atas kekuarangan dokter ahli.” Bebernya.

REKOMENDASI

Menjelang azan Magrib terdengar, dialog ditutup dengan kesepakatan masalah ini akan diajukan secara resmi ke DPRD Pangkep, yang nantinya melibatkan sejumlah lembaga untuk melakukan dengar pendapat dengan anggota dewan. “Kamis, 23 Mei kami akan melayangkan surat ke DPRD agar difasilitasi pertemuan dengan stakeholder bersangkutan terkait  kisruh RSUD Pangkep.” Jelas Sekjend KKDP.
***
Pangkep, 19 Mei 2013

Komentar

Ahmad S Ramba mengatakan…
sceFo kak, kanda hardy i2 Pimpinan Pusat IPPM Pangkep kak!
kamar-bawah mengatakan…
Terima kasih, akan saya revisi
Sorotan Pangkep mengatakan…
Lanjut terus ini kasus nah, pokoknya DPRD Pangkep harus segera mengambil langkah strategis sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab legislatif, pasalnya ini sudah dilaporkan di DPRD komisi II tahun lalu oleh para dokter ahli , tapi sampai sekarang tidak ada tindak lanjutnya...yang lucunya ketika ditanya soal ini, jawaban beberapa anggota DPR adalah" Siapa dulu ketua DPR-nya". Aneh....

Postingan Populer