Hantu Kudeta untuk Tuan Presiden
***
Kudeta memang menjadi hantu di setiap
perjalanan rezim, sebelum terjadi dan sesudah akan menjadi rabuk yang akan
membuat publik kebingungan dan terjebak dalam ketidakpastian. Malah, berpotensi
melahirkan kerusuhan
***
Jika tak ada aral melintang, maka SBY akan menjadi presiden
pertama pilihan rakyat republik ini yang mencatatkan namanya sebagai kepala
negara yang tidak dilengserkan sebelum masa jabatan berakhir. Tapi, pemegang
mandat rakyat dua kali priode ini kerap mengumbar kekhawatirannya tentang adanya
isu kudeta yang akan mendongkel jabatannya.
Kabar terbaru perihal penggulingan itu muncul di tayangan
televisi Al-Jazeera, melalui
korespondennya di Jakarta, Step Vaessen. Intinya, beberapa pensiunan jenderal
bekerjasama dengan sejumlah tokoh gerakan islam garis keras akan membuat onar
dan melancarkan makar (Majalah Tempo, edisi 18-24 Maret 2013) Selain itu,
tersebar pesan pendek yang juga singgah di telepon genggam presiden tentang
aksi massa yang akan memadati jalan di sejumlah kota pada 25 Maret tahun ini.
Gundah SBY memang wajar, selain isu kudeta yang sudah
bergulir sejak Desember 2009, maka saban tahun, sang presiden selalu mengumbar
isu yang sama di depan publik tentang adanya gerakan yang hendak
menggulingkannya. Tak jelas siapa yang ada di balik gerakan yang dimaksud,
namun SBY mengalami kepanikan yang akut. Guna mengukur isu itu, ia menggalang
pertemuan dengan Prabowo Subyanto, sejumlah purnawirawan, pemimpin redaksi
media massa, serta petinggi 13 Ormas Islam. Bahkan, Yusril Ihza Mahendra
menjadi kawan dialog terkait kemungkinan terburuk jika terjadi krisis
pemerintahan dan masalah hukum yang mungkin menyeret Edhi Baskoro yang disebut oleh
Yuliani turut menerima percikan dana dari proyek Hambalang. Tak sampai di situ
saja, Abu Rizal Bakrie yang merupakan bawahannya, mendapat undangan khusus ke
Cikeas untuk berbicara empat mata.
Dua Kudeta
Kudeta memang menjadi hantu di setiap perjalanan rezim,
sebelum terjadi dan sesudah akan menjadi rabuk yang akan membuat publik
kebingungan dan terjebak dalam ketidakpastian. Malah, berpotensi melahirkan
kerusuhan. Sehingga hal demikian perlu dilihat sebagai obsesi para pemuput
saja, dan itu wajar sebagai bagian dari perayaan kebebasan berekspresi dan
mengajukan pendapat.
Terbukti, isu kudeta yang selalu didedahkan oleh presiden
tak pernah terjadi, jika demikian, maka beliau memang pribadi yang sensitif
terhadap isu pendongkelan yang justru menunjukkan kelemahan selaku kepala
negara dengan modal politik 73,8 konstituen atau setara dengan 62 persen
pemilih.
Saya menganggap kalau kecemasan tuan presiden adalah
kekeliruan, jika harus cemas, maka cemaslah secara positif. Memegang jabatan
dua priode yang hampir selesai bukanlah perkara mudah, karena itu cemaslah
manakala rakyat masih mengemis di negeri sendiri, gundalah ketika TKI terancam
di rantau, khawatirlah kala petani dan nelayan tak cukup kuasa mencukupi
sandang papannya sendiri, dan jujurlah jika memang tak sanggup lagi memangku mandat
rakyat. Saya kira itu merupakan tindakan politik paling heroik daripada sibuk
berkelahi dengan bayang-bayang.
Bahwa apa yang menguak ke permukaan publik saat ini
kaitannya dengan isu kudeta yang menghampiri tuan presiden, tentulah memiliki
tautan dengan masalah yang mendera partai yang ia dirikan. Kita tahu, mantan
ketua Partai Demokrat, Anas Urbaningrum tampaknya akan cerewet dan akan menjadi
musuh di dalam partai. Skenario yang tengah berlangsung, ialah kelompok pro
Anas akan melakukan gerakan pendongkelan terhadap SBY selaku ketua dewan
pembina partai di kongres luar biasa.
Namun, benarkah sang pendiri partai akan lengser di rumahnya
sendiri! Waktulah yang akan menuntun kita. Terkait situasi itu, SBY bukannya
tanpa perlawanan. Selain sebagai ketua dewan pembina, ia juga menjabat ketua
majelis tinggi partai. Sungguh sebuah dominasi struktural yang kuat, sadar akan
kemungkinan kudeta yang bisa menggulikannya di partai. Maka kekuatan struktural
menjadi tumpuan, melaui majelis partai, ia sudah memenangkan pertempuran tahap
awal dengan menggulingkan Anas Urbaningrum melalui kudeta senyap, dan kini
tinggal memotong sirkulasi jaringan Anas sebelum kongres luar biasa digelar.
Jadi, majelis tinggi partailah yang kini menjadi sutradara.
Mengarahkan dan merancang jalannya kongres luar biasa agar biduk SBY tidak
goyah di tengah lautan. Karena kekuatan Anas terletak pada DPC, maka jalan
terbaik bukanlah bertarung frontal dalam kongres, melainkan membuat aturan baru
agar kekuatan DPC bisa diamputasi sedini mungkin, dan itulah yang tengah
berlangsung. Yakni, calon ketua partai akan ditetapkan melalui penjaringan
majelis tinggi, sehingga orang-orang yang lulus verifikasi tentulah kandidat
yang memiliki wajah yang sama dan pemilihan ketua selanjutnya ditempuh secara
aklamasi. Dengan metode yang demikian jaringan Anas akan terdeteksi dan kongres
akan berjalan sesuai harapan.
Jika kita menelaah kekhawatiran tuan presiden setiap kali
isu kudeta ia utarakan, sesungguhnya kita tengah larut ke dalam emosi pribadi
dan menyepelekan emosi publik. Kita turut prihatin serta melupakan tuntutan,
yang terparah menganggap tabu pendongkelan kekuasaan yang sebenarnya dianggap
tidak berpihak pada rakyat. Cara ini rupanya memang ampuh, buktinya,
tokoh-tokoh yang telah diundang oleh tuan presiden menolak jika ada gerakan
kudeta.
Sebenarnya lagi, isu kudeta yang selalu diutarakan sejak
2009 hanyalah klaim isu guna menarik simpatik masyarakat, begitupun dengan
kegundahan di dalam Partai Demokrat, dominasinya masihlah sangat kuat, sangat
mustahil jika dirinya sebagai pendiri partai harus angkat kaki. Jadi saya
pikir, tuan presiden hanya berkelahi dengan bayangannya sendiri, dan kita
terjebak di sana karena telah melupakan tuntutan. Begitupun dengan sang
presiden yang telah melupakan kewajibannya karena sibuk ingin membunuh hantu
kudeta.
***
Makassar,
20 Maret 2013
Komentar