Pangkep, IPM, dan Kekayaan SDA (Catatan HUT Ke 53 Kabupaten Pangkep)
***
Lalu
apa yang keliru dengan kemelimpahan SDA dan tingginya PAD Pangkep? Kita tentu
bersyukur dengan anugerah ini. Tapi masyarakat mengharapkan gebrakan
pemimpin daerah untuk menjawab persoalan komunal yang masih bertahan. Apa itu!
Tak lain menumbuhkan kesejahteraan masyarakat dengan menunjukkan keberpihakan
dalam pengelolaan anggaran.
***
Apa yang terlintas di benak anda jika
mengingat Pangkep? Tentu beraneka ragam asosiasi akan muncul, mulai bentangan
Karst terbesar selain Maros, pemilik wilayah kepulauan terluas, hingga sebagai
tempat tumbuh suburnya jeruk dan ikan bandeng. Itulah identitas yang menjadi
penanda akan kabupaten yang merayakan hari jadi ke 53 tahun pada tanggal 8
Februari.
Namun bagaimana dengan situasi
pemerintahan kaitannya dengan situasi kesejahteraan masyarakat. Untuk hal ini,
parameter yang digunakan mengacu pada indeks pembangunan manusia (IPM). Berdasarkan
lansiran data Bappeda Sulsel tahun 2011, menyebutkan IPM Pangkep masih bertahan
di angka 20 dari 24 kabupaten/kota. Data ini tak jauh berbeda dengan hasil penelitian
sejumlah lembaga yang telah melakukan riset, yang mana menemukan Pangkep masih
tertatih pada peringkat bawah.
Jika kita mengajukan tanya terkait hal
ini pada pemerintah setempat, maka jawaban klise yang selalu didengar, ialah
terkait keberadaan empat kecamatan kepulauan yang dihuni sekitar 16 persen dari
keseluruhan penduduk Pangkep. Hal inilah yang menjadi kontra dengan prestasi
Pangkep sebagai pemilik PAD yang selalu masuk lima besar di Sulsel.
Patut diingat kalau di Pangkep tengah
beroperasi puluhan perusahaan tambang. Termasuk BUMN PT Semen Tonasa, keberadaan
perusahaan ini tentulah sebagai aset dalam peningkatan PAD yang dimaksud. Jadi,
secara ekonomi. Sektor inilah yang dominan, kemelimpahan potensi alam (SDA) menjadi
basis utama dalam mencapai pertumbuhan ekonomi 9,18 persen di tahun 2012. Namun
rupanya tak menjadi legitimasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
mendiami kabupaten yang terkenal dengan wilayah tiga dimensi ini.
Data sensus penduduk miskin yang
dilansir BPS Pangkep tahun 2011 menyebutkan 23.000 jiwa. Angka ini menanjak di
tahun berikutnya menjadi 26.000 jiwa. Data ini tentu lahir berdasarkan
perhitungan sistematis lembaga yang berwenang, sehingga sangat sedikit
kemungkinan terjadi konspirasi guna kepentingan legitimasi politik. Lagipula,
realitas ini sudah menjadi konsumsi publik di Pangkep.
Kualitas Demokrasi
Instrumen utama yang paling sah
digunakan untuk mengecek perkembangan sosial
di Pangkep, barang tentu mengacu pada tata kelola pemerintahan yang
berjalan sejauh ini. Kita tahu, Pangkep telah dua kali menggelar Pemilukada
guna memilih pemimpin (2005 dan 2010). Dari dua perhelatan Pemilukada tersebut,
suasana kondusif senantiasa berjalan mengiringi seluruh prosesi pemilihan. Sehingga
konflik horizontal antar loyalis kandidat tidak terwujud. Atau melahirkan
sengketa di ruang Mahkamah Konstitusi. Situasi ini menimbulkan tafsir rotasi
kempemimpinan di Pangkep berjalan ajek, juga menunujukkan perilaku aktor
politik yang bisa menerima hasil pilihan masyarakat.
Hanya saja, memasuki tahun ketiga masa
pemerintahan Bupati dan Wabup yang memenangkan Pemilukada Pangkep tahun 2010, masih
menunjukkan pergerakan ke arah politik ‘kamar luar’. Pemetaan ini pernah
diajukan oleh Ignas Kleden (2011) kala menanggapi sistem politik Sulsel. Ia
mencontohkan kalau banyaknya penghargaan yang diraih Gubernur, adalah identitas
guna menunjukkan citra kepada publik kalau Sulsel bergerak menuju pencapaian
yang positif. Hal ini tentulah suatu prestasi yang patut diapresiasi. Namun, pergerakan
ini tak sejalan dengan pembenahan ‘kamar dalam’.
Cerminan ini menurun pula di daerah,
Pangkep misalnya. Berhasil mempertahankan piala Adipura dalam kurung waktu enam
tahun secara berturut-turut. Fokus inilah yang terus dikembangkan dalam legitimasi
pemerintahan. Sedangkan situasi dalam ‘kamar dalam’ seperti meningkatnya
kemiskinan, tingginya pengangguran, dan ketimpangan ekologis di sejumlah titik
karena aktivitas tambang. Penanganannya nyaris tak bergerak.
Bagai
terjebak dalam euforia, sehingga ada yang selalu dilupakan dalam menangani
situasi sosial. Padahal sudah ada data berupa angka (IPM) yang menjadi peta
dalam memperbaiki kepincangan yang sudah bertahan lama. Karena bagaimanapun
juga, menjawab kemisikinan mestilah disentuh dengan keberpihakan pada anggaran.
Penetapan APBD Pangkep tahun 2011, yang
mana terjadi alokasi belanja yang tidak berpihak pada kepentingan publik. Yakni
anggaran birokrasi sebesar 60% dan alokasi publik hanya menyisahkan 40% dari
total anggaran Rp.
665 Milyar. Adalah bukti dari minimnya perhatian pemerintah daerah untuk
menyembuhkan luka di Pangkep. Utamanya menyangkut empat kecamatan kepulauan
yang selalu menjadi sandungan.
Menumbuhkan Harapan
Lalu
apa yang keliru dengan kemelimpahan SDA dan tingginya PAD Pangkep? Kita tentu
bersyukur dengan anugerah ini. Tapi
masyarakat mengharapkan gebrakan pemimpin daerah untuk menjawab persoalan
komunal yang masih bertahan. Apa itu! Tak lain menumbuhkan kesejahteraan
masyarakat dengan menunjukkan keberpihakan dalam pengelolaan anggaran.
Untuk itu, sudah perlu dicanangkan
gerakan ekonomi baru guna melibatkan partisipasi masyarakat. Mengingat kekayaan
SDA yang ada sudah pasti akan mengalami titik akhir. Di mana tak bisa lagi
dipaksakan sebagai komoditas. Pertimbangan ini mengacu pada gerak keseimbangan
alam, bahwa SDA bukanlah sumber daya yang tak mungkin habis.
Nah, bagaimana itu dilakukan. Itulah
tantangan yang harus dijawab secara bersama, bukan hanya disematkan pada
Syamsuddin Hamid dan Abdurahman Assegaf selaku Bupati dan Wabup. Tapi juga
seluruh komponen yang mendiami wilayah Pangkep.
Pada wilayah inilah, pemerintah daerah
perlu memetakan prioritas pembangunan kemanusiaan yang dimulai pada titik yang
selama ini terabaikan. Dengan tiga tipologi wilayah yang berbeda, bukan berarti
ketiga wilayah yang dimaksud (Darat, Gunung, dan Lautan) tidak memiliki potensi
yang bisa dikembangkan sebagai komoditas.
Harapan inilah yang saya kira perlu
ditumbuhkan oleh pemerintah daerah, menunjukkan sikap keberpihakan yang jelas,
baik melalui penganggaran maupun bentuk perlindungan terhadap potensi sumber
daya yang dimiliki oleh masyarakat di wilayahnya masing-masing. Karena sikap
yang demikianlah yang ditunggu, dan semoga bisa menjadi kado ulang tahun bagi
masyarakat di hari jadi ke 53 kabupaten
Pangkep.
***
Pangkep, 5 Februari 2013
Dimuat di Tribbun Timur, 15 Februari 2013
Dimuat di Tribbun Timur, 15 Februari 2013
Komentar