Berebut Hegemoni di Tonasa

Berdasarkan sejarahnya, PT Semen Tonasa ditetapkan pada 5 Desember 1960 atas keputusan MPRS No II/MPR 1960. Di mana area produkisi Unit I berlokasi di Desa Tonasa Kecamatan Balocci Kabupaten Pangkep. Dalam perkembangan selanjutnya untuk memenuihi kebutuhan semen yang semakin meningkat, PT Semen Tonasa melebarkan wilayah produksi Unit II, III, IV, dan sementara dalam proses pembangunan Unit V.

Perusahaan semen ini dijadikan BUMN pada 8 September 1971 berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 54 tahun 1971. Awalnya, pabrik Semen Tonasa ditetapkan berbentuk Perusahaan Umum (Perum). Barulah pada 9 Januari 1975 dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 1 tahun 1975, bentuk Perum tersebut diubah menjadi Perusahaan Perseroan. (www.sementonasa.co.id).

Dari rentang waktu yang sudah setengah abad, keberadaan PT Semen Tonasa sejauh ini belum begitu maksimal dalam mengemban tugas sebagai perusahaan yang peduli pada masyarakat lokal di Pangkep pada umumnya maupun beberapa Desa/Kelurahan yang berada di ring satu area pabrik. Tercatat ada dua Kelurahan dan dua Desa dari dua kecamatan yang berdekatan langsung dengan area eksplorasi PT Semen Tonasa. Pertama, desa Biringere dan desa Mangilu Kecamatan Bungoro. Kedua, Kelurahan Bontoa dan Kelurahan Kalabirang yang secara administratif masuk wilayah Kecamatan Minasatene. Masyarakat yang hidup di wilayah ini tentu merupakan korban pertama dari dampak aktifitas pabrik. Bukan hanya terkait masalah polusi udara dari asap yang dikeluarkan pabrik, tetapi juga hujan debu yang kerap menganggu aktifitas masyarakat serta dampak ekologis yang menimpah area persawahan.

Jika dulunya warga masih bisa melakukan aktifitas panen dua kali setahun, maka belakangan ini sejak keberadaan pabrik, hal itu tidak dapat lagi dilakukan secara kontinyu, karena warga sering kali harus menjumpai kekurangan pasokan air bila musim kemarau. Hal ini jelas berdampak pada tingkat kesejahteraan warga yang mayoritas hidup dari kegiatan bertani. Selain itu tingkat pengangguran di Kabupaten Pangkep masih sangat tinggi, sehingga arus urbanisasi juga turut menjadi tujuan masyarakat Pangkep. Meninggalkan daerah untuk bertahan dari himpitan ekonomi, sampai ada guyonan yang kerap dilontarkan para angkatan kerja (pemuda) yang mengatakan “kalau mau sejahtera di Pangkep cuma ada dua, jadi PNS atau pegawai Tonasa.”

Perang Hegemonik

Kata hegemoni dalam pengertian dasar bahasa Yunani berarti “eugemonia” dalam praktiknya di masa lalu bertujuan untuk menunjukkan dominasi negara kota Athena kepada Sparta. (Hendarto dalam Nezar Patria dan Andi Arief: 1999). Seiring gerak zaman, pengertian hegemoni tidak hanya meramba dominasi antar negara dengan negara lainnya. Melalui perkembangan makna yang dirancang oleh filsuf politik Italia Antonio Gramsci, menunjukkan adanya presur dari kelas kelompok sosial yang ditandai dengan dua corak: kepemipinan dan dominasi. Jadi, kelas sosial yang dominan bersembunyi di balik pemerintahan mengekspansi kelompok sosial lainnya (civil society) dengan memasukkan kepentingannya.

Hal itu bisa kita lihat dari informasi media dalam satu minggu terakhir ini bahkan isu ini sudah pernah panas pada tahun 2010 kemarin yang mengangkat isu terkait pergantian Direksi dan Komisaris di tubuh PT Semen Tonasa, di mana dua kubu beradu dominasi (hegemoni) kepada publik antara pihak Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Pemprov) dengan Pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Pangkep (Pemkab), lebih jauh kedua belah pihak sudah sampai pada penunjukkan figur berjumlah masing-masing tiga orang untuk direkomendasikan ke Mentri Negara BUMN. Meski Pemkab dan Pemrov merekomendasikan dua nama yang sama yakni, Akademisi Hamsu Gani dan aktifis LSM Zohra Andi Baso. Selebihnya pengusaha Sukri Syawir masuk bursa dari Pemkab dan Mantan Wakil Wali Kota Makassar Andi Hery Iskandar yang turut direkomendasikan oleh Pemprov.

Sedangkan untuk posisi Direksi, nama Sattar Taba masih masuk dalam bursa disusul HM. Ilyas Manggabarani (Dirut PT Purna Karya Manunggal), Bachder Djohan (Dirut PT Kima), Gatot Kustyadji (Direktut Litbang dan Operasional Tonasa), Ir Syaharuddin (Sekper Semen Tonasa), dan Rahmat Nur (Direktur Pemasaran Tonasa). (Fajar: 21 Desember 2010).

Isu terakhir yang menghampiri perang hegemoni ini muncul dari bawah, yakni adanya perkumpulan yang terbagi ke dalam dua kubu pula, yang pertama menghendaki agar puncak jabatan di PT Semen Tonasa berasal dari putra daerah sebagai bentuk jaminan atau kedekatan emosional warga Pangkep pada khususnya dan Sulawesi Selatan pada umumnya. Kubu yang kedua justru melihat kalau putra daerah bukanlah refresentasi jaminan kalau pengrusakan lingkungan di Pangkep bakal berkurang atau sebagai bentuk jawaban atas pembangunan di Pangkep. (Baca Fajar  Edisi 17 Juni 2011, Rubrik Pamminasata).

Mempertanyakan CSR

Pada awal perkembangannya, bentuk CSR (Corporate Social Responsibility)  yang paling umum adalah pemberian bantuan terhadap organisasi-organisasi lokal dan masyarakat miskin di negara-negara berkembang. Pendekatan CSR yang berdasarkan motivasi karitatif dan kemanusiaan ini pada umumnya dilakukan secara ad-hoc, parsial, dan tidak melembaga. CSR pada tataran ini hanya sekadar do good dan to look good, berbuat baik agar terlihat baik. Perusahaan yang melakukannya termasuk dalam kategori perusahaan impresif, yang lebih mementingkan tebar pesona (promosi) ketimbang tebar karya atau pemberdayaan. (Suharto Edi: 2008).

Meski aturan main CSR sudah ditegaskan ke dalam UU PT (Perseroan Terbatas) No 40 Tahun 2007 yang menyebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1). Kemudian UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Namun kedua Uundang-undang masih terlalu lemah dan bersifat umum. Penegasan lebih lanjut diatur pada  UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudiaan dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No 4 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan CSR.

Namun, wujud CSR versi BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) model ini juga dipakai oleh PT Semen Tonasa, dimana pengalokasian dananya didapatkan dari penyisihan laba bersih perusahaan sebesar 2 persen. Selain itu, berdasarkan peraturan mentri Negara BUMN juga menetapkan pihak mana saja yang bisa menerima atau bekerja sama dengan program PKBL ialah pengusaha yang beraset bersih 200 Juta atau beromset 1 Milyar per tahun. Jadi berdasarkan model ini maka CSR sama saja dengan membangun hubungan ekonomi kembali, yang biasanya lebih menguntungkan perusahan yang sudah besar. Atau dengan kata lain program CSR bukan lagi menjadi tanggung jawab sosial sebuah perusahaan terhadap masyarakat di mana perusahan itu berada. Padahal makna harfia dari kata “Responsibility” yang berasal dari kosa kata bahasa inggris dapat disepadankan dengan tindakan sukarela (hibah). Karena responsibility mengandung dua kata, response berarti tindakan dan ability berarti kemampuan.

Jadi jika kita mengacu pada model CSR dalam aturan BUMN maka harapan masyarakat Pangkep untuk turut mencicipi rejeki dari kelimpahan laba yang di peroleh PT Semen Tonasa masih sangat jauh. Karena pajak yang diterapkan oleh Pemkab saja masih dinilai sangat tinggi oleh pihak Semen Tonasa. Catatan pahit lainnya ialah sebagian masyarakat di Kelurahan Kalabirang yang berdekatan dengan kantor pusat PT Semen Tonasa belum juga menikmati layanan listrik.

Padahal, jika pengalokasian dana CSR yang tepat guna tentu bisa mengatasi persoalan mendesak masalah yang dihadapi warga. Pertanyaannya maukah pihak PT Semen Tonasa mengambil langkah konkrit atas realitas yang terjadi di masyarakat area perusahaan maupun secara luas di Pangkep. Sehingga ada perspektif alternatif dari jangkauan CSR yang tidak hanya berkutat pada aturan baku regulasi. Penantian panjang ini tentu sangat diharapakan oleh masyarakat Pangkep agar hasil dari pengelolaan sumber daya alam bisa berdampak nyata dalam keberlangsungan hidup dimasa mendatang, bukan hanya sebatas sumbangan instan disetiap hajatan ulang tahun PT Semen Tonasa yang biasanya menyelenggarakan jalan santai dengan ragam hadiah yang disediakan.

Sebagai penutup, Hegemoni kepentingan dari pergantian Direksi dan Komisaris semoga saja tidak berakhir sebagai reposisi jabatan semata, tapi secara khusus masyarakat Pangkep mengharapkan dari manajemen yang baru agar keberlangsugan PT Semen Tonasa ke depan jauh lebih populis, transparan, betanggung jawab sosial, dan tidak serta merta mendahulukan peningkatan produksi tanpa memperhatikan hak Ekosob (Ekonomi, Sosial dan Budaya) warga.
_



Komentar

Postingan Populer