tag:blogger.com,1999:blog-10363081156092657022024-03-22T11:25:21.446+07:00kamar bawahbuku | bola | ingatankamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.comBlogger431125tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-67006429006928215852023-08-25T15:23:00.004+07:002023-08-25T15:24:07.890+07:00Redondo di Tahun 1999<p> </p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAAYfx33DyhzuaEiSnwnMhLZo5E4QPizo49M2XHYq05MnTQavw8tNb3ydiqg61-BBJG8gvTMHvdyNmb7foS39VTV_XLAOMNXbeyqvIXhQO0F-WGMPyHuAH4hQ-34sepRijYTpr4hGdkSc8L4-VIMSwYLh9D3w--0ek4tIwjJ0Fuw1ag5JjhuaqK-ou4xE/s686/hq720.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="386" data-original-width="686" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAAYfx33DyhzuaEiSnwnMhLZo5E4QPizo49M2XHYq05MnTQavw8tNb3ydiqg61-BBJG8gvTMHvdyNmb7foS39VTV_XLAOMNXbeyqvIXhQO0F-WGMPyHuAH4hQ-34sepRijYTpr4hGdkSc8L4-VIMSwYLh9D3w--0ek4tIwjJ0Fuw1ag5JjhuaqK-ou4xE/w640-h360/hq720.jpg" title="Sumber gambar di sini" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber gambar di <a href="https://www.youtube.com/watch?v=Gz8HqC1jLRg&t=2376s" target="_blank">sini</a></td></tr></tbody></table><br /><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Berselang setahun setelah Belanda memesankan tiket
pulang untuk Argentina di Perempat Final Piala Dunia 1998 di Perancis dengan
skor 2-1, yang menjadikan umpan panjang Frank de Boer dari garis pertahanan
Belanda ke mulut kotak penalti gawang Argentina sebagai operan kunci terbaik di
ajang itu.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Kedua timnas yang tidak pernah akur tiap kali berlaga,
kembali menjalani pertandingan di tahun 1999 dalam ajang International Friendly
yang digelar di Amsterdam Arena. Skuat kedua tim tidak ada perubahan yang
berarti, keduanya masih sama, diperkuat atlet terbaik di tiap posisi.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Jika ada yang berbeda, itu hanya terjadi di lini
tengah Argentina, gelandang bertahan yang dulu mengisi skuat Argentina di PD
1998, Matías Almeyda, kini digantikan oleh empunya posisi itu, Fernando Redondo,
sekaligus menandai kembalinya gelandang bertahan itu setelah Daniel Passarella
digantikan Marcelo Bielsa di kursi pelatih.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Redondo menimpali Passarella karena menerapkan aturan
yang menurutnya, tidak beririsan dengan sepak bola. Redondo makin geram setelah
Passarella menyangkalinya melalui konfrensi media. “Saya tidak akan bekerja
sama dengan orang yang berbohong ke publik,” tanggap Redondo kepada media.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Passarella yang meyakini sebuah hasil riset mengenai
rambut panjang seorang pesepakbola dapat membuyarkan fokusnya di lapangan.
Cannigia, adalah nama lain yang juga menolak aturan Passarella. Jadilah nama kedua
pemain itu tidak ada di daftar tiket menuju Perancis.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pertandingan persahabatan yang disaksikan 51.000 ribu
pasang mata itu berakhir dengan skor imbang, 1-1, lini tengah Belanda yang
diisi dua gelandang energik, Seedorf dan Davids mampu mengalirkan bola lebih
lancar dan membangun serangan yang efektif. Di beberapa adegan duel, Veron
kewalahan menghentikan gerak lincah Seedorf.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Keberanian, tepatnya, kenekatan Ayala menggiring bola
di garis pertahanan. Padahal, ia bisa langsung mengoper bola itu yang akhirnya dicuri
oleh Kluivert, cara mengambil bola yang sesungguhnya pelanggaran itu dibiarkan
oleh wasit. Pochettino dan bek legendaris, Sensini terdiam karena mengiranya
pelanggaran, Davids meneruskan bola curian itu, terus melaju tanpa gangguan
sebelum melesakkan tembakan di luar kotak penalti. Halauan telat Pochettino tak
mengenai bola yang sudah disepak, Roa melompat menangkap angin, wajah sesal
bersarang di Ayala dan pemain Belanda menyambut Davids merayakan gol.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Argentina di babak pertama dengan tradisi nomor
sepuluh sebagai pusat permainan mengalami penyelesaian yang tumpul di lini
depan, dua peluang Batistuta gagal menjadi gol, satu sepakan melambung di atas
mistar, satunya lagi membentur tiang. Dua skema sekarang yang lahir dari betapa
gigihnya Ortega menyapu sisi kanan dan jelinya Veron membaca pergerakan bek
Belanda yang memasang garis pertahanan tinggi.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Lalu di mana peran Redondo di tengah permainan
atraktif Belanda yang mampu menguasai lapangan tengah. Redondo di Real Madrid
bukanlah Redondo di Argentina. Jika di Madrid ia bisa beralih dari nomor 5, 6,
8, dan 11. Di Argentina, ia berdiam di nomor 5. Perannya berjalan baik sebagai
penghubung lini belakang ke gelandang serang. Ketika Davids mencetak gol,
kondisinya harus dibaca antara itu tadi: keberanian dan kenekatan Ayala yang
berbuah pada buyarnya konsentrasi, ditambah curian bola pelanggaran karena
Kluivert mengambil dari belakang yang membuat Ayala terjungkal.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Di babak kedua, Argentina baru bisa mengatasi duo
mesin lini tengah Belanda. Sesekali, ketika Seedorf kembali mampu memenangi
lini tengah, pilihannya tak lagi menyuplai dua sayap Belanda. Sejak babak
pertama, Overmars di kiri memang tidak maksimal, hanya Zenden di kanan yang
terlihat mengepakkan sayap, tetapi, kerja terstruktur dan <i>marking area</i> Zanetti
membuat Zenden menemui lawan sepadan. Dengan begitu, Redondo mendapatkan parner
berimbang di kanan dan tidak perlu menutup ruang terlalu sering di sisi kiri.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Hasilnya, Seedorf sisa memiliki satu pilihan:
menyodorkan bola vertikal, hanya saja, Kluivert tidak tenang bermain, ia malah
adu mulut dengan Ayala yang menjadi penanda dan menambah daftar panjang betapa
kedua tim tidak pernah akur jika bertemu.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Bielsa sepertinya menerima kekuatan lini tengah
Belanda, menyempurnakan pengakuan itu, ia mengganti Ortega di rihat babak
pertama dan mengisi sayap kanan Argentina yang benar-benar sayap, walau tidak
bisa mengepakkan sayap. Perubahan formasi di babak kedua memungkinkan Redondo
mengisi celah yang ditinggalkan Ortega. Ia mulai menyisir sisi kanan dan tengah
lapangan lalu kembali lagi ke sepertiga lapangan, sebagaimana rute yang
dilakukannya di Real Madrid.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Setelah Davids menerima kartu kuning keduanya, barulah
lapangan tengah beralih tuan. Kekosongan ruang tengah Belanda memaksa Seedorf
bermain aman dan mengurangi pergerakan ke depan untuk membuat operan vertikal.
Zenden berusaha bekerja dua kali lebih keras untuk mengalihkan titik pusat
Belanda dari tengah ke sayap. Usaha yang kembali mentah karena Zanetti adalah
mesin traktor dengan daya yang konstan.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Usai Veron menjemput bola di garis pertahanan, ia
tampak lebih santai membawanya ke garis tengah, berbagi umpan segitiga sebelum
bola kembali ke Redondo. Dari tengah lapangan di sisi kiri, Redondo
melambungkan bola yang dikejar Lopes yang mampu menguasainya sebelum
memindahkan bola ke kotak penaliti, Crespo bergerak maju menarik seorang bek mengikutinya,
ia tahu bola tak bisa dijangkau, aliran bola melewatinya, juga tepat di depan
Frank de Boer, pengumpan operan kunci terbaik di PD 1998 itu. Dari belakang
Batistuta tanpa pengawalan menyambut bola dan mengubah skor.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">*<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Catatan: <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Sejauh ini saya tidak tahu kalau laga itu pernah
terjadi, ketika buka YouTube, di beranda terlihat sorotan pertandingan, karena
tertarik tentu saya memutarnya dan menontonnya beberapa kali. Tautan
pertandingan bisa disimak: </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><a href="https://www.youtube.com/watch?v=Gz8HqC1jLRg&t=2376s"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">https://www.youtube.com/watch?v=Gz8HqC1jLRg&t=2376s</span></a></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;"><o:p></o:p></span></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-30849714481249359172023-06-26T09:55:00.005+07:002023-06-26T10:02:25.274+07:00Praktik Lokal Pertanian di NTT Siasati Perubahan Iklim<p> </p><table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUPiMF5MuQaUS_i025R2ef3AiybqdxvcKIbtI50hSNZHH4kSuEgzZ10oAYuUmCWiUhxCcJIzWMwjVWlfBVQu9FfLivOamAqJqXrbyflMq2UZEhnrXjhCtUScAdYBvr8AbNA9-OvWZBGftIrtshAWA70AabYCKaf1vrrBp_AZtvW93WGK0DXod_DyMhxss/s4080/BUKU%20URA%20TIMU.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="3072" data-original-width="4080" height="482" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUPiMF5MuQaUS_i025R2ef3AiybqdxvcKIbtI50hSNZHH4kSuEgzZ10oAYuUmCWiUhxCcJIzWMwjVWlfBVQu9FfLivOamAqJqXrbyflMq2UZEhnrXjhCtUScAdYBvr8AbNA9-OvWZBGftIrtshAWA70AabYCKaf1vrrBp_AZtvW93WGK0DXod_DyMhxss/w640-h482/BUKU%20URA%20TIMU.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Buku Ura Timu-Etnografi Iklim Mikro Flores: Insist Press, 2022</td></tr></tbody></table><br /><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Perubahan
iklim tidak hanya menjadi ancaman mengenai keberlangsungan ekosistem, tetapi
juga menggeser pengetahuan lokal dalam membaca tanda alam yang umum dipakai
warga untuk mengetahui peralihan musim. Bekal pengetahuan lokal itulah yang
menjadi tumpuan masyarakat adat atau petani di sebuah wilayah sebelum memulai
masa tanam.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tak
pelak lagi, perubahan iklim itu nyata yang mengakibatkan adanya musibah seperti
banjir atau gempa. Dampaknya, lokasi yang sebelumnya mustahil terdampak justru
mengalaminya. Roem Topatimasang dalam catatan pengantarnya di buku ini sedikit
banyaknya menyinggung relasi itu. Ia pun heran melihat adanya badai air bah
yang menimpa wilayah yang dikenal kering di Nusa Tenggara Timur. Tepatnya
banjir bandang dan longsor yang memorandakan sejumlah desa di pesisir timur
Pulau Adonara.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Badai
tropis yang makin mengganas sejak 80-an akibat suhu permukaan laut bagian
tengah-selatan Pasifik meningkat cepat, oleh Roem, dikatakan juga dipicu
kebakaran hutan besar di Kalimantan dan Sumatra. Badai semacam itu pada
dasarnya sudah lama terjadi, akan tetapi hanya menerpa lautan lepas. Kini,
sudah sampai di wilayah daratan. Roem mengingatkan jika badai tropis yang
kemudian dikenali seroja itu besar kemungkinan melewati daratan negeri ini. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Ya,
perubahan iklim mendunia telah mengubah banyak hal. Berbagai jenis ‘bencana
iklim’ semakin sering terjadi, bahkan di tempat-tempat di mana bencana semacam
itu sangat jarang atau nyaris tak pernah terjadi sebelumnya. (Hal. xiv).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><b><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Gemohing</span></i></b><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">
di Delapan Desa Tapak<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Salah
satu sektor paling terdampak dari perubahan iklim menerpa pertanian, prakiraan
cuaca yang sulit terbaca mengakibatkan petani mengalami gagal panen, hal itu
mengacu pada tingginya volume air yang menenggelamkan tanaman atau sebaliknya,
kekeringan melanda akibat anomali cuaca.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Berdasarkan
hal tersebutlah lembaga masyarakat sipil di Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan
pendampingan kepada petani terkait keberdayaan petani, khususnya di ladang
kering seperti di sejumlah wilayah di NTT.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Ketimbang
mewajibkan petani lokal menanam benih tertentu, program keberdayaan yang
dijalankan Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS) di delapan desa
tapak yang mencakup dua kabupaten di NTT, yakni Kabupaten Lembata dan Flores
Timur justru mengajak petani setempat untuk menggali kembali praktik pertanian
mereka yang telah diwariskan turun temurun.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tiga
desa di Lembata seperti Posiwatu, Lerahinga, dan Wainega. Sedangkan kelima di
desa di Flores Timur mencakup Langowuyo, Nelelamawangi, Bedalewun, Kimakamak,
dan Gekeng Deran. Secara geografis kedelapan desa memiliki akar sosial dan
iklim yang tidak jauh berbeda. Hal itu bisa dilihat dari praktik pengetahuan
lokal warga membaca tanda alam dalam memprakirakan peralihan musim. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Proses
program dimulai dengan pengungkapan pengetahuan lokal para petani melalui
cerita-cerita seperti sejarah gempa, proses pertanian, pola hidup warga hingga
perubahan yang melatari 30 tahun terkahir. Dari sini terungkap jika para
peladang lahan kering di delapan desa tapak hampir memiliki satu kesamaan
komunal dalam memulai masa tanam.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Terkait
musim, misalnya, warga sudah sejak lama mengenal <i>ura timu</i>, istilah lokal
untuk mengenali turunnya hujan yang tiba-tiba di musim kemarau. Warga paham
jika hujan yang turun seperti itu bukanlah acuan memulai masa tanam karena
hujan akan turun sebentar saja.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Musim
hujan yang sesungguhnya dikenali dari beragam tanda-tanda alam. Di desa
Posiwatu warga mengakrabi musim kemarau berlangsung pada April hingga November.
“Namun pola itu tidak selalu ajeg, sering berubah pada setiap tahun yang
berbeda.” Hal. 25.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Upaya
yang dilakukan YPPS serupa seruan untuk mengaktifkan kembali pranata sosial <i>gemohing</i>
atau gotong royong antar petani menyiapkan lahan memulai masa tanam hingga
panen yang perlahan mulai ditinggalkan akibat pola hidup yang berubah.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tentu
bukan pekerjaan mudah, akan tetapi YPPS mampu membangkitkan kepercayaan para
peladang dengan beragam praktik cerdas rasa lokal dalam menyiasati perubahan
iklim. Roem menyebutnya kalau proses yang dilakukan merupakan bekerja dan
belajar bersama mengenai pertanian adaptif kekeringan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Walhasil,
kisah para peladang lahan kering di delapan desa tapak mampu menjawab krisis
ekologis di lahan mereka dengan melakukan praktik lokal mulai dari pembasmian
hama secara organik hingga pemilihan benih hasil proses yang dilakukan sendiri dan
mengembalikan ketahanan pangan lokal seperti sorgun yang terbukti lebih tahan
jika ditanam di lahan kering ketimbang memaksakan mengganti pangan lokal dengan
menanam padi.<o:p></o:p></span></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-74691582808246958172023-04-26T10:32:00.003+07:002023-04-26T10:42:26.687+07:00Safari Rock Belum Kiamat<p> </p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhV3X_2yiJPJYDpuPoSJ5-0vs2hiR4YD8e5rkVDpr-tnzCjKbtNiIkaSOqqR2OeIZMzwKFMFzQYx0d0fJXGpuEZAY69y6B8gPXT7kksYKjEekXJDvxw6Qfn_weKTE5oJ_a0KVBKVZy5za1rkD5_cgDsr6-r57lJA_v-s8NXffuYrkRd300Z-X602MHT/s4080/IMG20230414072651.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1824" data-original-width="4080" height="286" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhV3X_2yiJPJYDpuPoSJ5-0vs2hiR4YD8e5rkVDpr-tnzCjKbtNiIkaSOqqR2OeIZMzwKFMFzQYx0d0fJXGpuEZAY69y6B8gPXT7kksYKjEekXJDvxw6Qfn_weKTE5oJ_a0KVBKVZy5za1rkD5_cgDsr6-r57lJA_v-s8NXffuYrkRd300Z-X602MHT/w640-h286/IMG20230414072651.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dok. Kamar-Bawah: 2023</td></tr></tbody></table><br /><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sebuah
kaset tergeletak di lantai kayu di atas rumah. Sampulnya menampilkan wajah
Sting sedang menyeringai. Wajah itu saya kenali dengan baik karena sering
menyaksikannya di layar televisi saban Minggu pagi di program WWC melalui
saluran Indosiar.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Bisa
dipastikan dalam sehari atau dua hari, rumah akan gaduh dengan musik bising.
Begitulah ulah kakak lelaki saya bila pulang ke kampung mengisi jedah libur
sekolah. Segala hal yang diakrabi di Makassar akan dibawah pulang ke kampung. Ketika
kaset bersampul wajah Sting itu diputar sontak kepala terangguk seolah ada yang
menggerakkan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Belakang
hari seiring perkembangan usia, saya baru ketahui kalau musik bising itulah
yang dinamai musik rock. Sungguh berbeda dari musik kebanyakan yang diputar
anak muda di desa kala itu. Dominan lagu Malaysia dan lagu Bugis. Tapak waktu
itu saya tandai sebagai pengalaman pertama mendengar musik bising. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Ingatan
di atas muncul kembali kala mulai mulai membaca beberapa halaman buku <i>Rock
In Celebes dan 100 Tahun Musik Populer Makassar. </i>Buku setebal 226 halaman
bersampul tebal (<i>hard cover</i>) ini sepertinya dikerjakan dengan penuh
pertimbangan. Sungguh presisi.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Secara
denotasi, Rock In Celebes (RIC) merujuk pada gelaran musik, khusunya musik
cadas, yang mulai mengentak publik pada 2010. Hal tersebut merujuk dari poster
perhelatan pertama yang digelar pada Rabu, 8 Desember 2010 di Lapangan Basket
Karebosi, sejumlah band yang tampil sungguh asing. Saya hanya mengenal LoeJoe,
band rock asal Makassar. Sisanya baru mengetahui kalau di kolong langit ada
band dengan nama Marduk, Accidental Killing, Critical Defacement, dsb.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Seiring
waktu, atau, memang sejak mulai digagas, RIC memanglah bukan sekadar festival
musik, melihat perkembangannya, RIC bergerak menuju pemaknaan yang lain.
Rolland Barthes, filsuf asal Prancis itu mengembangkan kajian semiotik berupa
pergeseran makna yang semula denotasi (makna sesungguhnya/awal) menuju konotasi
yang berarti ada pergeseran makna dari semula, tetapi tetap memiliki jalinan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">RIC
secara konotasi adalah ruang hidup yang menghidupi. Gelaran festival bisa
disebut puncak dari perjalanan setahun menyiapkan tiap edisi sekaligus hari-hari
yang penuh dengan jadwal dalam menyiapkan tiap gelaran yang terus konsisten
saban tahun dan, di tahun 2022 lalu telah memasuki gelaran ke 13.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mengapa
Harus Rock<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Rock
yang dicirikan musik bising mulai dimainkan di Amerika Serikat pada dekade
50-an dan berangsur melintasi tapak negara di seluruh dunia. Di Indonesia
sendiri mulai gencar setelah terjadi peralihan kekuasaan dari Soekarno ke
Soeharto.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sejak
itulah pula berdasarkan sejumlah catatan kancah musik Indonesia, geliatnya
mulai tampak di dua panggung festival musik di Indonesia yang kerap disebut,
yakni konser <i>Summer ’28 </i>(1973) dan <i>Pesta Musik Kemarau ’75. </i>(Hal.
2).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sebagai
genre baru di Indonesia, rock berkembang lebih pesat dan memiliki penggemar
fanatik yang dilahirkan dari lingkup generasi. Sebagai contoh, Brandon Hilton
Cavalera yang turut membubuhkan catatan prolog di buku ini menyajikan kisahnya
mengenal musik rock dari ayahnya. Arsip waktu kemudian menyimpan banyak sekali
peristiwa persinggungan musik rock dalam perjalanan ekonomi politik negeri ini.
<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Rock
dalam realitas sosial bukan lagi genre musik, tetapi sebuah perayaan kebebasaan
dengan simbolisasi yang menjadi penanda dari narasi arus besar. Rambut
gondrong, celana jeans sobek, hingga penulisan lirik yang menyoroti situasi
sosial alih-alih lirik yang terkait di langit.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Hamparan
data yang begitu kaya di awal buku menjadi pengantar memasuki persinggungan musik
rock hingga sampai pada sikap yang ditempuh oleh orang-orang yang memandang
rock sebagai ruang dalam mengakulturasikan kebudayaan berbasis geliat manusia
yang mengalami dan berinteraksi dalam kehidupan di kota. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Namun,
di satu sisi pula, kalau menelisiknya lebih dalam ke berbagai tempat di
Indonesia, pertarungan dan perjuangan anak-anak muda di tiap tempat dan wilayah
sungguh berbeda. Ini semua dikarenakan, di antaranya, faktor kebudayaan atau
perkembangan politik yang berbeda-beda pula di kota bersangkutan. (Hal. 15).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dua
rezim sebelumnya dari Orde Lama ke Orde Baru menujukkan betapa musik rock
dicurigai sebagai biang keladi terganggunya stabilitas sosial. Dari dua orde
ini masing-masing memiliki periode puncak ketegagannya. Bahkan, di rezim Orde
Baru yang memuja modernisasi barat sekalipun perlu meringkus musik rock hingga
mati suri di ranah publik. Namun, hal itu tidak benar-benar berhasil,
sayup-sayupnya masih menggeliat di bawah tanah yang melahirkan frasa <i>underground</i>
untuk membaca adanya independensi dalam pengelolaan aktivitas bermusik.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"></p><table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: left;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidpe-bAd7e_pMswtyqf_Pp9ZdeBmT109LrQXH0l27_NsuBhG1H0ad_pXyRwTWy7U_yRhsuoD-WO3lpgSbVlWEGfVD9h8sLjz40-mnzw2P5hncGLPRbfk_OcZDbaUi1vy8AHp9ZiR7kctZZipb3lzYd7-W-G8y8qRRxRn7P74Sz_aNGH67EPJefNTIA/s4080/IMG20230414072029.jpg" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="4080" data-original-width="1824" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidpe-bAd7e_pMswtyqf_Pp9ZdeBmT109LrQXH0l27_NsuBhG1H0ad_pXyRwTWy7U_yRhsuoD-WO3lpgSbVlWEGfVD9h8sLjz40-mnzw2P5hncGLPRbfk_OcZDbaUi1vy8AHp9ZiR7kctZZipb3lzYd7-W-G8y8qRRxRn7P74Sz_aNGH67EPJefNTIA/w143-h320/IMG20230414072029.jpg" width="143" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dok. Kamar-Bawah: 2023</td></tr></tbody></table><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tengoklah
bagaimana konser band rock Deep Purple pada 1975 dan Metallica pada 1993, tentu
pula tak bisa dilupakan konser super grup Kantata Takwa di tahun 1990. Negara
seolah memiliki musuh baru bernama musik rock meski Kantata Takwa tidak
mengusung genre ini, tetapi sosok di balik band, ada Iwan Falls dan WS Rendra
yang sudah dikenal luas melalui karyanya yang mengeritik pemerintah.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Genre
rock menjadi simpul jaringan yang kembali mekar pasca reformasi 1998.
Menggeliatnya ruang publik menjadi penanda dimulainya musim baru belantika
musik di tanah air dengan pagelaran konser dan festival. Anwar Jimpe Rachman
mencatat jika momentum itu juga menyasar kota-kota di luar Jawa. Hal ini lalu
dipantik lebih mudah dengan menggelobalnya jaringan internet yang memungkinkan
terjadinya pemindahan gagasan lebih cepat.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Melalui
prakondisi seperti itulah gelaran RIC menemukan momentumnya. Digerakkan oleh
anak muda yang merasakan represifnya rezim Orde Baru dan juga, tentu saja,
ditopang sejarah musik yang berkelindan seiring fase zaman yang mengendap dan
diwariskan di tiap generasi.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"></span></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLoMdf64PvxVnYlLrYcOHrNkyv6KG9bKN8gsfGd3-A_Vh85OAdF_Voi3enl46qu6xoxsRuqWAfnZf8Y-i2kquBFuy23lxwr26O6b5wJR_dNt-8TUF9e_Vvnj0tqpACljzmeqp04j5l1hdcX7cdpgtWv6eFTKud41EijGH2Ao3qmUD80y4qqmqVRt-n/s4080/IMG20230414072311.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1824" data-original-width="4080" height="286" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLoMdf64PvxVnYlLrYcOHrNkyv6KG9bKN8gsfGd3-A_Vh85OAdF_Voi3enl46qu6xoxsRuqWAfnZf8Y-i2kquBFuy23lxwr26O6b5wJR_dNt-8TUF9e_Vvnj0tqpACljzmeqp04j5l1hdcX7cdpgtWv6eFTKud41EijGH2Ao3qmUD80y4qqmqVRt-n/w640-h286/IMG20230414072311.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dok. Kamar-Bawah: 2023</td></tr></tbody></table><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p><br /></o:p></span><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tapak
100 Tahun<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mengeja
sajian sejarahnya kita menjumpai bahwa era kolonial justru menjadi kabel yang
menyambungkan pantikan kesenian ke bumi putra. Wage Rudolf Soepratman yang
pernah menjejak di Makassar awal abad ke-20. Oleh iparnya, ia mendapat semacam
tiket untuk mengenyam pendidikan dasar di <i>Europesche Lagere School</i> (ELS).
Itulah mengapa nama tengahnya disebut Rudolf yang diberikan oleh WM van Eldik,
bintara Indo-Belanda yang menikahi Roekijem Soepratijah, kakak perempuan lelaki
yang kelak dikenal sebagai penggubah lagu kebangsaan <i>Indonesia Raya.</i><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Modernisasi
di Makassar sudah tampak di awal abad ke-20 setelah terbentuknya walikota (<i>Burgemester</i>)
pada pada 1918. Tata kota dan perniagaan menjadi nafas pembangunan untuk
mendukung infrasturktur kota. Di dasawarsa itu pula geliat kesenian, khususnya
di bidang musik menjadi penanda lain yang tak bisa dinafikan keberadaannya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Masih
oleh van Eldik yang mendirikan grup musik Black and White Jazz di mana WR
Soepratman menjadi salah satu pentolannya kerap mengisi sesi pertunjukan di
Balaikota hingga di Societeit de Harmonie yang gedungnya masih ada hingga
sekarang. Kehadiran Black and White Jazz pada 1921 itulah yang menjadi penanda
tapak waktu 100 tahun musik populer di Makassar yang menjadi momentum buku ini
lahir (terbit) pada 2021. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tercatatlah
tiap medio penanda tahun mewariskan artefak tentang siapa, bagaimana, dan
seperti apa perubahan wajah musik populer di Makassar hingga yang kita akrabi
sekarang. Di tiap fase ada momentum yang tercipta dan saling mendorong genre
musik yang satu dengan genre musik yang lainnya untuk mengupayakan penciptaan
sejarah. Di musik dangdut, misalnya, duet maut Muchsin Alatas-Titiek Sandhora
yang menyambangi pulau Sulawesi pada 1971 dengan konser bertajuk <i>Safari Dunia
Belum Kiamat</i> adalah patok konser musik yang turut memantik terciptanya
konser selanjutnya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Di
balik semua itu, kita akhirnya memahami jika pertautan musik dengan
perkembangan teknologi memiliki jalinan. Bahkan ketika rezim melakukan
pengawasan dan mencurigai perkembangan musik genre tertentu, tetap saja tidak
semua lubang jarum dapat disumbat. Adanya kebocoran itu menujukkan ruang hidup
bagi persemaian gagasan melalui musik.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mungkin
tepatlah adagium yang mengatakan jika selama manusia memerlukan hiburan maka
musik tidak pernah mati berikut ekosistem pendukungnya seperti konser dan
festival. Jalinan sisi mata koin musik dan teknologi juga menyadarkan kita
bahwasanya pemikiran kaum muda yang dibatasi di ruang publik cenderung akan
selalu mencari alternatif ruang yang lain.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Praktis
semua memiliki lingkungan pendukung dengan sendirinya ketika akses dibiarkan
terbuka tetapi diawasi, di awal buku kita menelaah bagaimana ruang kebebasan
yang sempit justru bisa membenturkan dua pelaku yang sama dalam satu ruang seperti
rivalitas SAS vz Giant Step di Jakarta pada 1976.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tentu
saja kita tidak melupakan seperti apa mental inferioritas dengan sebutan ‘anak
kota’ dengan ‘anak daerah’ atau lebih kerucut disebut ‘band kota’ dan ‘band
daerah’. Di panggung RIC yang, oleh Jimpe ditabalkan jika panggung juga
menjelma sebagai ranah mental.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Di
panggung RIC band mancanegara, band dari Jawa, band dari Makasar atau band dari
Indonesia bagian timur pada umumnya berdiri setara dibawah bendera musik. Tak
melulu genre rock yang menurut Hilton sempat melahirkan pesimis bahwa festival
ini kehilangan rock-nya. Persisnya tidak seperti itu saya kira, RIC juga
membaca zaman kalau balas dendam pada dua rezim sebelumnya tentu tidak dengan
cara mengibarkan bendera perang pada genre musik yang lain.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Penggunaan
kata ‘Rock’ tentulah lebih holistik, apalagi melihat upaya RIC yang kerap
menyajikan peristiwa lain di setiap gelarannya yang melibatkan multi pihak.
Setiap prosesnya ada penelisikan, penelitian, tur, hingga bagaimana
mengimpelementasikan festival sebagai wahana. Maka tidak mengherankan bila RIC
ini mendekati pemaknaan safari (denotatif) yang menjadikan rock sebagai pintu
masuk.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">*</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span style="font-family: Times New Roman, serif;">Sebelumnya dimuat di </span><span style="text-align: left;"><span style="font-family: Times New Roman, serif;"><a href="https://senirupa.id/esai/safari-rock-belum-kiamat/">https://senirupa.id/esai/safari-rock-belum-kiamat/</a></span></span></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-84895811772003077852023-04-10T12:31:00.000+07:002023-04-10T12:31:46.735+07:00Sinema India di Bulan Ramadan<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjenvti-FUg3vvgeZwwA10eYbOoW44F63mJ86AB5v0YZmwu0a7A-jS3m9pjIv5QrydefUgI87uxOB6svNt6Q2llFLsKhgmRWT6fbIUMAS3p7sHBj-3zV1qRd40W1d1Gpv8dYOC6VnnqCxx1ks5wPB7J_NSAhJzO8xW7pZfqc5AukFMmb6gWdnrk70gX/s940/Desain%20tanpa%20judul.png" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="788" data-original-width="940" height="536" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjenvti-FUg3vvgeZwwA10eYbOoW44F63mJ86AB5v0YZmwu0a7A-jS3m9pjIv5QrydefUgI87uxOB6svNt6Q2llFLsKhgmRWT6fbIUMAS3p7sHBj-3zV1qRd40W1d1Gpv8dYOC6VnnqCxx1ks5wPB7J_NSAhJzO8xW7pZfqc5AukFMmb6gWdnrk70gX/w640-h536/Desain%20tanpa%20judul.png" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Repro. Kamar-Bawah (2023).</td></tr></tbody></table>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">#1<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Sinema
India yang telanjur dikenal penuh kemeriahaan dan kerumunan para penari
perlahan mulai bergeser, hal itu bisa disaksikan di beberapa film India
mutakhir, akan tetapi, tiadanya nyayian dan tarian mengelilingi pohon bukanlah
sebentuk dialektika dalam semesta Bollywood.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Sineas
India tak sungkan mengadopsi bahkan menjiplak Hollywood. Hal itu bukan dosa dan
tindakan kriminal, sejauh ini juga tak pernah didengar Hollywood komplain. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Film spionase produksi Bollywood (saya sebut
Bollywood untuk membedakan produksi Kollywood. Oh iya, di India sendiri ada
genre produksi film yang saling menegasi. Ya, semacam ada kasta. Jadi, tidak
semua film India itu produksi Bollywood. Di sini saya tak ingin bahas itu).</span></p>
<p class="MsoNormal"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Pathaan</span></i><span style="font-family: "Times New Roman",serif;"> film yang dirilis pada 2023 dan dibintangi
sesosok India paling masyhur di Indonesia selain Gandhi, dialah Shah Rukh Khan.
Namanya melejit sebagai lelaki yang terisak melebihi lelehan air
mata Fajar <i>Sad Boy,</i> setelah Anjali hendak menikah di
film <i>Kuch Kuch Hota Hai</i>. Di <i>Pathaan</i>, Shah Rukh Khan adalah agen
intelijen yang dikenal sebagai Pathaan, ya semacam James Bond dalam serial 007.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Sebagaimana
film spionase yang disuntikkan Hollywood, seperti itulah rupa spionase dalam <i>Pathaan</i>.
Hanya pemeran dan waktu yang berbeda, kisahnya hanya mengganti konteks Amerika
dengan latar India. Dan, satu yang pasti, parade tarian tetap ada dalam film
spionase ini walau itu samar.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">#2<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Tiger
Zinda Hai</span></i><span style="font-family: "Times New Roman",serif;"> yang
rilis pada 2017 merupakan sekuel dari <i>Ek Tha Tiger</i> (2012). Salman Khan
yang dijuluki Tiger merupakan agen India dari unit RAW paling disegani. Ia
menjalani hidup yang kompleks dengan Zoya, diperankan Katrina Kaif, agen
Pakistan yang disebut ISI.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Mereka
berdua lalu terlibat dalam misi yang sama untuk membebaskan perawat India dan
Pakistan yang bertugas di kota Ikrit (Tikrit), Irak yang dikuasai kelompok
teroris. Para perawat dari dua negara itu menjadi sandera. Seperti formula film
heroik, sandera dapat dibebaskan dan para teroris dikalahkan.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Melihat
bagaimana India, khususnya Bollywood membangun citra film, nampaknya hendak
mendekatkan diri pada sinema dunia yang bermuara di Hollywood. Terkhusus lagi
dalam corak spionase yang hendak dibangun, kita menemukan jalinan cerita yang
terhubung ke film <i>Pathaan. </i>Iya, seperti itu, kerena Tiger muncul sebagai
<i>cameo</i> di <i>Pathaan </i>yang membantu Pathaan membebaskan diri dari
penangkapan otoritas Rusia. Mengingat Rusia, tentu ada narasi Amerika Serikat
(AS) yang termaktub di dalamnya untuk menujukkan adanya relasi agen antar
negara. Tentu saja AS dan India terhubung dengan baik dan menjadi agen perdamaian.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">#3<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Ek Tha
Tiger</span></i><span style="font-family: "Times New Roman",serif;"> sekuel pertama
dunia Tiger dimulai ketika RAW mencurigai aktivitas ilmuwan India, Profesor Anwar Jamaal Kidwai yang mengajar di Universitas Trinity, Dublin,
Irlandia. Ia dicurigai sedang diincar otoritas Pakistan untuk pengembangan
teknologi nuklir yang bisa menyaingi teknologi pertahanan India.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Kontak
senjata India dan Pakistan yang telah selesai berlanjut kembali dalam perang
para agen. Avinash Singh Rathore, nama agen RAW yang dijuluki Tiger mendapat
tugas mengawasi aktivitas si profesor. Namun, kisah selanjutnya bukan pada
penulusuran penelitian senjata nuklir melainkan dimulainya kisah kompleks dua
agen beda negara untuk lari dan hidup bersama.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Tiger dan
Zoya adalah dua musuh yang saling mencintai dan mengorbankan tugasnya
masing-masing dan saling memberikan info kontra intelijen di antara para agen
untuk memuluskan pelarian mereka. Keduanya menjelajah sejumlah negara seperti
Kuba, Italia, Afrika Selatan hingga menetap di Swiss (di sekuel kedua, Shenoy,
pemimpin RAW mendatangi Tiger di kediamannya di Swiss untuk menugaskannya
sebuah misi di Irak). <span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Di salah
satu tembok di kota Havana tertulis mural <i>Amor cuerdo no es amor </i>berdampingan
dengan wajah Che Guevara. Tiger bertanya pada Zoya mengenai artinya. Zoya
menjelaskan kalau cinta yang wajar bukanlah cinta yang sesungguhnya. Tiger
tersenyum, ia menyadarinya kalau begitulah kisah yang sedang mereka jalani.</span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Kita nantikan sekuel ketiganya, <i>Tiger 3 </i>yang rilis tahun ini.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">#4<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Baar
Baar Dekho</span></i><span style="font-family: "Times New Roman",serif;"> (2016) memperlihatkan
perjalanan waktu mengenai beragam potensi kepastian yang dapat dijalani manusia
dalam kehidupannya. Diya Kapoor, juga diperankan Katrina Kaif beradu peran
dengan Jai Varma (Sidharth Malhotra) lelaki yang terobsesi dengan karier di
bidang matematika.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Jai
menohok pendeta dengan gugatan mengenai tujuh putaran dalam ritual pernikahan.
Baginya itu tidak masul akal. Penjelasan pendeta mengenai ikhwal dan makna
setiap putaran adalah omong kosong karena perceraian tetap terjadi.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Putaran
waktu menujukkan serpihan kemungkinan yang bakal terjadi, waktu dalam film ini
adalah perjalanan melihat masa depan sekaligus menengok masa lalu. Jai
menemukan dirinya di masa depan yang tidak berguna di mata Arjun, anak
lelakinya. Ia memang mencapai puncak karier sebagai profesor matematika di
Cambridge dan mendapat promosi ke Harvard.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Jai
perlahan sadar menemukan patahan kehidupannya yang tidak sesuai pikirannya yang
penuh perhitungan logis. Diya yang merupakan perupa memilih bercerai dan
menikah dengan Nikhil si pemilik galeri.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Lompatan peristiwa
dalam hidup Jai dengan potensi perjalanan hidupnya setelah menikah terjadi
dalam semalam setelah ia tak sadarkan diri usai menenggak sampanye. Itu jalan
yang dipilih si sutradara dalam mensinemakan sains melalui perjalanan waktu.
Konsep ini tentu bisa dijumpai di banyak film di mana seseorang tertidur dan
penonton menyaksikan alur kisah maju mundur.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Kehidupan
yang dijalani seakan kontras dengan hitungan matematis, cobalah menghitung
penghasilan Anda dengan biaya hidup, hasilnya tidak akan cukup. Persamaan yang
tidak seimbang akan mengalami ketimpangan. Jai menyadarinya dan ia kembali
memulai jalan kehidupan dari awal. Pernikahan adalah waktu yang menyatu dalam
dua diri manusia. Begitu makna kehidupan dari tujuh kali putaran mengelilingi
api suci dalam pernikahan di India. Dan, itu merupakan prasyarat logis yang
sesuai dengan prinsip matematika yang menuntut kepastian. Sebab perkalian yang
tidak sesuai akan melahirkan perkelahian. Begitu juga dengan pembagian yang
tidak berimbang, harus ada yang dikurangi dari obsesi pribadi untuk menyeimbangkan
tiga sisi segitiga.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">#5<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Film<i>
The White Tiger </i>(2021) diadaptasi dari novel brilian Aravind Adiga berjudul
sama (2008) yang memenangkan penghargaan buku fiksi bergengsi di Inggris, Man
Booker Prize pada 2008. Terjemahan novel ini ke bahasa Indonesia dikerjakan
oleh Rosemary Kesauly dan diterbitkan Sheila, imprint penerbit Andi pada 2010.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Menelaah
novel yang ditulis diaspora India di tanah rantau adalah pengungkapan dari
cermin retak sebagaimana yang dijabarkan Salman Rushdie. Adiga juga demikian,
ia hanya lahir di Madras lalu besar di Australia dan belajar di Inggris sebelum
kembali bermukim di Mumbai. Mungkin saja tesis Rushdie tak benar-benar dialami
Adiga, akan tetapi <i>The</i> <i>White Tiger</i> menujukkan asumsi demikian.</span></p><p class="MsoNormal"><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrKr5yFb13jTThX9E5Eqe-W3L1I6EOb0UCFaIYkD9vOR7T5d3Cvyy9ndDvhkXZ172CGsW_Yzyisoh9w7xm5RQvPfbrsaWbi-DsVtqk9pNVpFHxaAmNbowcvRNOp8eqok7AfyfrkSVIGkr4dh_y39mma5jyqZb2KXlo8ki4SKE4eXibxLwI8Kp7cvO1/s4000/IMG_20230408_230800.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1800" data-original-width="4000" height="288" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrKr5yFb13jTThX9E5Eqe-W3L1I6EOb0UCFaIYkD9vOR7T5d3Cvyy9ndDvhkXZ172CGsW_Yzyisoh9w7xm5RQvPfbrsaWbi-DsVtqk9pNVpFHxaAmNbowcvRNOp8eqok7AfyfrkSVIGkr4dh_y39mma5jyqZb2KXlo8ki4SKE4eXibxLwI8Kp7cvO1/w640-h288/IMG_20230408_230800.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Novel The White Tiger. Dok. Kamar-Bawah (2023).</td></tr></tbody></table></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Ramin
Bahrani, sang sutradara mengikuti alur novel dalam memulai kisah. Tuturan
Balram (diperankan Adarsh Gourav Bhagavatula) sebagai narator yang merasa perlu
menulis surat elektoronik kepada Perdana Menteri Cina, Wen Jiabao yanag akan
berkunjung ke Bangalore untuk melihat langsung geliat perekonomian negara
bagian India yang dikenal melek perkembangan teknologi informasi itu.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Balram, si
supir seorang majikan itu sudah menuntaskan dendamnya dan menjadi bos
perusahaan taksi yang dinamani <i>White Tiger</i> ketika menuliskan surat ke
Jiabao. Persisnya surat itu tidak dibaca staf kementerian Cina, ketika sang
Menteri menginjakkan kakinya di Bangalore, ia memang sempat berjabat tangan,
akan tetapi Balram bukanlah bagian dari pengusaha yang bakal dijumpai si Menteri.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Peristiwa
itu memang bukan kisah inti, <i>The</i> <i>White Tiger </i>bertumpu pada Balram
dari desa tertinggal dan berkasta rendah yang sekian keturunan menerima tragedi
pengkastaan yang terus dirawat dalam relasi struktur kelas. Pinky (Priyanka
Chopra Jonas) istri Ashok (Rajkummar Rao) menolak takdir kasta itu yang menjadi
sumbu bagi Balram menempuh jalan mengakhirinya dengan membunuh Ashok.
Majikannya itu sebenarnya dikenal baik, tetapi terlalu lugu mengikuti perintah
ayah dan kakak lelakinya untuk melanjutkan tradisi menyogok pejabat agar
hierarki kekuasaan tetap berjalan.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Balram
tahu cara menyetop mulut polisi ketika wajahnya disebar sebagai buronan,
segepok uang adalah jawabannya. Ketika masih supir Ashok, dialah yang mengantar
majikannya itu membawa sekarung uang sogokan ke pejabat. Balram meneguk banyak
pelajaran dari majikannya dalam memutus mata rantai kasta. Dengan uang kasta
menjadi kabur yang kemudian menjadi lelucon.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">#6<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Physics
Teacher (2022) menampilkan Sumukha Kumar yang bertindak sutradara sekaligus
pemeran Badri yang menjalani profesi guru fisika di sekolah tingkatan pertama.
Ilmiah menjadi kamus Badri sehingga yang supranatural tidak memiliki realitas.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Meski
kenyataannya ia menjalani kehidupan supranatural dari rangkaian kejadian yang
dijalani. Alam bawa sadarnya terkunci yang menunjukkan perubahan sikapnya
terhadap realitas di luar dirinya. Film ini bisa disebut komedi gelap yang
menempatkan Badri sebagai pelakunya sendiri.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Ia
berbicara sendiri seolah di sampingnya, ayahnya yang telah wafat hadir kembali.
Ia mencurigai ada pencuri yang memasuki rumahnya dan meninggalkan teror. Namun,
semuanya itu tidak memiliki realitas. Badri tak bisa berpaling dari penalaran
kalau segala kejadian pasti ada yang melakukannya. Ia mencontohkan ke muridnya
kalau kursi hanya bisa bergerak kalau ada realitas di luar kursi yang
melakukannya, begitu pula dengan kejadian yang dialami dirumahnya seperti
tulisan di tembok, rusaknya alat musik, atau cemilannya habis.</span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Ia memanggil
tukang untuk mengganti gembok pintunya sebagai solusi. Namun, persisnya tidak
seperti itu, segala kejadian yang menimpanya merupakan perbutannya sendiri. Badri
mengalami liliput dalam pikirannya sendiri yang menolak realitas yang tidak terindrai.</span></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-57116193136186419102023-02-24T14:16:00.000+07:002023-02-24T14:16:12.393+07:00<p> <table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEib91AuiCvJbafD3_laCMAKMYdnwLzw9vQYTC7PYlPBOyxibgrCoLcmNL4y2oc87ZsV0Lgm-vVAK6kx4VGH4q49NzgJFd0ZhDrQB7AL1vembZSMQpePWYHpU0pj6VtoXA0IoVR-7qCt3_fqWdAtd9Lkbth_CY7Tu7fAPm2eR-sYp9ELo4mVeFrqX2nX/s2304/BUKU%20BERTOL%20BRECH.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="2304" data-original-width="2304" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEib91AuiCvJbafD3_laCMAKMYdnwLzw9vQYTC7PYlPBOyxibgrCoLcmNL4y2oc87ZsV0Lgm-vVAK6kx4VGH4q49NzgJFd0ZhDrQB7AL1vembZSMQpePWYHpU0pj6VtoXA0IoVR-7qCt3_fqWdAtd9Lkbth_CY7Tu7fAPm2eR-sYp9ELo4mVeFrqX2nX/w640-h640/BUKU%20BERTOL%20BRECH.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dok.Kamar-Bawah: 2019</td></tr></tbody></table><br /></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Apa manfaat
mengunjungi tempat di masa lalu di mana kita dulu pernah akrab dengan sesuatu
di sana. Jika rentang waktunya sudah terpaut jauh, bukankah kita tidak
mendapati apa-apa. Karena, misalnya, sesuatu yang diakrabi sudah tidak ada dan tergantikan
sesuatu yang baru.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Lalu, itu salah
siapa. Bisakah kita mengajukan protes pada pemerintah karena telah memugar
sejumlah bangunan lama di tempat itu. Kita marah karena pemerintah yang memegang
otoritas sama sekali tidak memedulikan bangunan tua yang menjadi memori
kenangan kita di masa lalu.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Tidakkah
pemerintah memiliki data dan membaca populasi kunjungan manusia di tempat yang
telah dipugar itu. Pemerintah kemudian berdalih kalau tugas bangunan lama sudah
selesai untuk menautkan kenangan pada manusia masa lalu. Kini, manusia baru
membutuhkan bangunan baru untuk fungsi yang sama.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Serupa dengan itu,
menelusuri peristiwa lampau dengan kelakuan manusianya menyisakan beribu tanya.
Apa fungsi kisah manusia di masa lalu bagi kehidupan manusia saat ini. Cukupkah
dengan mengetahuinya saja. Jika iya, tidakkah itu terlampau interpretatif. Itu
baru satu periode. Bagaimana dengan periode tempat kejadian yang terpisah laut,
daratan dan juga kebudayaan melingkupinya. Apakah itu bukan hal asing.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Namun, yang jauh–juga
asing itu sekaligus dekat sebagai perangkat manusia kini mempelajari kalau
perilaku manusia di masa silam betapa saling berhubungan dan berulang. Replika
manusia macam Martin Gair rasa-rasanya ada di sekitar kita. Sosok manusia
bersifat bajingan bila mengikuti alur cerita di cerpen berjudul <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Bajingan Tengik</i>. Laila Qadria selaku
penerjemah tentu menyandarkan pada realitas sesuai konteks yang sudah menjadi
resonansi fenomenologi pembaca Indonesia.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Cerpen ini masuk
di tema <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kisah-Kisah Bavaria 1920-1924</i>.
Pembagian ini dimaksudkan sebagai penanda tahun pembuatan. Bertolt Brecht
belumlah berusia 30 tahun ketika menuliskan kisah di periode tahun itu. Ada
tiga pembagian, kedua merentang dari 1924-1933 dan terakhir bertarikh
1933-1948. Satu kisah lagi dijadikan lampiran karena dianggap belum lengkap. Di
bagian pengantar cukup jelas penjelasan mengenai riwayat kisah tersebut untuk
menjelaskan posisi Bertol Brecht.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Bertol Brecht,
utamanya sekali, lebih awal dikenal pembaca Indonesia sebagai dramawan dan
penyair. Judul ulasan ini menyandarkan pada puisinya yang terkenal: <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pertanyaan Seorang Buruh yang Membaca. </i>Kumcer
ini menghadirkan beragam kisah manusia di masa lalu selingkaran pergulatan
hidup yang dijalani. Sebuah jarak yang begitu jauh.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Mengarungi kisah
yang ditawarkan serasa mengeja jejak hidup Bertol Brecht sendiri. Terlibat
dalam perang, anggota partai sosialis, hingga persentuhannya dengan gagasan
kelas yang didapat dari pemikiran Karl Marx. Manusia-manusia yang dihadirkan
bergerak seiring perjalanan waktu dan wawasannya melihat perubahan yang dialami
orang Jerman dan manusia Eropa ketika hidup dalam pengasingan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Kisah yang ditawarakan
Bertol Brecht menempatkan tokohnya sebagai pusat. Latar peristiwa melingkari
hidup si tokoh menjadi jalur latar topik yang dibahas.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">“Dengan sangat gelisah Socrates teringat percakapannya
semalam dengan seorang lelaki muda modis yang pernah dijumpainya di belakang
layar. Lelaki muda itu seorang perwira pasukan berkuda.”</span></i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"> (Hal. 209).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Petikan di atas
dijumpai dalam cerpen <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Luka Socrates</i>
yang dijadikan gabungan judul dengan cerpen <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Bajingan
Tengik. </i><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pemilihan judul edisi
terjemahan bahasa Indonesia ini tentu memiliki maksud tertentu. Sangat jauh
berbeda dari judul asli yang ditampilkan di halamam kredit titel: <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Collected Short Stories of Bertolt
Brecht.</i></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Mengacu pada
penjelasan di halaman pengantar yang juga bagian dari terjemahan edisi bahasa
Inggrisnya, sudah dijelaskan runut oleh Marc Silbermann. Sebagai karya
terjemahan, buku ini, menurut saya telah memenuhi pemenuhan informasi dasar
yang ditujukan kepada sasaran pembaca terjemahan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">“Terjemahan itu
sakral.” Ucap seorang tokoh dalam film <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Okja</i>
garapan Bong Joon-ho. Terkait karya terjemahan saya pernah mengalami hasil
buruk sehingga belakang hari menjadi lup ketika ingin membaca karya terjemahan.
Jika sedang di toko buku, sebisa mungkin saya menanyakan kepada penjualnya
apakah ada contoh buku serupa yang bisa diperiksa halaman keterangan. Namun,
sayang, hal demikian sulit didapat.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Ketika melihat
buku ini di Fanpage Basabasi Store dengan harga <i style="mso-bidi-font-style: normal;">pre order, </i>mulanya ada sedikit keraguan. Siapa gerangan yang
menerjemahkan. Ada baiknya nama penerjemah ditampilkan di sampul depan agar pembaca
sudah punya sedikt garansi. Prosedur ini diterapkan oleh penerbit <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Mooi Pustaka</i> yang didirikan novelis, Eka
Kurniawan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Brecht yang Lain</span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Membaca ke 38
cerpen Brect dalam kumcer ini, sebagaimana dituliskan Silbermann dalam
pengantarnya memberikan resonansi berbeda bagi yang pernah menyuntuki drama dan
puisinya. Sedangkan yang baru mengenal Brecht lewat cerpen bakal menjumpai
sosok pendongeng hebat.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Menurut saya,
ungkapan Silbermaan tentu bukan bagian pemanis saja mengenalkan Brecht. Kisahnya
linier dan bergerak maju dan menjadi panduan di cerpen berikutnya dengan
prosedur yang sama.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Di cerpen yang
menjadi lampiran, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kisah Petinju Samson-Korner</i>,
terlepas kalau kisah ini dianggap belum selesai, dijumpai lompatan peristiwa
antar negara. Dari negara bagian Utah di Amerika Serikat hingga ke Capé Town di
Afrika Selatan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Jelajah Brech
memberikan sinyal betapa laku manusia menemukan jejak di tempat yang lain. Ini
mengingatkan kalau gerak manusia sepertinya sama dan berulang. Manusia di masa
lampau dan kini tak jauh berbeda dalam bertindak.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Kisah demikian
menjadi kesahihan tentang mengapa kisah lalu manusia sekali itu rekaman dalam
fiksi akan selalu menemukan konteksnya di hari selanjutnya. Brecht yang
meninggal 64 tahun silam telah mewariskan kisah kusut manusia.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Hampir semua tokoh
Brecht adalah manusia biasa dengan kompleksitasnya masing-masing. Meski
demikian, dengan kusutnya kisah itu di atas tirani moralitas. Brecht menawarkan
kepolosan dan kejujuran.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Sejauh mengeja
teks, sejauh itu kita berpindah tempat ke dunia Brecht di masa lalu. Ini
kedengaran klise. Jika pengalaman itu personal, maka klise itu terlampau
istimewa. Brecht tidak memberikan jawaban dari ragam pertanyaan di kepala
pembaca. Ia hanya menghamparkan realitas.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: center;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">*</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"><i>Pangkep, Februari-April
2020</i></span></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-58428453264418705502023-02-12T11:47:00.001+07:002023-02-12T20:49:31.539+07:00Memahami Perubahan Iklim dari Pengguna Motor yang Memakai Mantel di Jalan<p></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiI-wb2biLl2Xf8c0g2NKl1pXteN-XDK5xUyUTZYXS8_DIeCI4-Pv0Oh8c7-N5pSYCNrTBUH2hyU1dKp8wW-6o0z-00Dlb2ROe5t_ND96c2Bb-iC8DKKXkYmmBL5IBGkWkKs5U1ohirM-eftVd2K4kbSM4orhnE3j36phHbPXunJn3RzG15MsBsRJTq/s700/d8ab0d6d2ca88028512b60c22b159780.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="469" data-original-width="700" height="428" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiI-wb2biLl2Xf8c0g2NKl1pXteN-XDK5xUyUTZYXS8_DIeCI4-Pv0Oh8c7-N5pSYCNrTBUH2hyU1dKp8wW-6o0z-00Dlb2ROe5t_ND96c2Bb-iC8DKKXkYmmBL5IBGkWkKs5U1ohirM-eftVd2K4kbSM4orhnE3j36phHbPXunJn3RzG15MsBsRJTq/w640-h428/d8ab0d6d2ca88028512b60c22b159780.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber foto di <a href="https://mediaindonesia.com/otomotif/444816/ini-tips-berkendara-saat-hujan-agar-tetap-nyaman-di-jalan-raya" target="_blank">sini</a></td></tr></tbody></table><br /><p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Apa itu perubahan iklim.
Bagaimana cara memahaminya. Seperti apa dampaknya. Siapa saja bisa
mengalaminya. Deretan pertanyaan ini bisa lebih panjang dan, Anda tentu saja
dapat menambahkan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Pernah dengar tembang
bertajuk <i>Biar Putih Tulang</i> yang dipopulerkan band dari Malaysia bernama Dinamik,
grup lawas ini aktif dari pertengahan 80-an hingga awal 90-an, tentu jarang
mendengarnya karena di dekade itu tidak seterkenal Iklim atau Slam, dua band
lainnya dari negeri tetangga. Baiklah, saya kutipkan sepotong lariknya saja:</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;"><br /></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Terbakar
dalam hujan mustahil bagi diriku </span></i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Banjir
dalam kemarau takdir yang akan memastikan.</span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;"><br /></span></i></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Konjungsi pertentangan
dalam larik tembang tersebut sepertinya sudah tidak berlaku. Menyaksikan
kebakaran di musim hujan bukan lagi hal mustahil, apalagi banjir di musim
kemarau, fenomena semacam itu sudah banyak terjadi. Lalu, apa yang melatarinya sehingga
kejadian. Apakah nubuat band Malaysia bernama Dinamik itu yang meragukan
fenomena alam, ataukah itu wujud dari perubahan iklim.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Persisnya tidak begitu.
Mari kita pelajari sedikit perubahan iklim dari fenomena yang tampak, bahkan,
kita mengalaminya langsung. Iya, kita tidak menyadarinya saja jika perubahan
iklim itu nyata dan kita sedang merasakannya. Pemanasan global, umpamanya.
Tentu pernah kan merasakan gelombang panas yang membuat kita gerah sehingga tidak
mengherankan kipas angin di rumah terus berputar.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Mengapa bisa demikian, Penyebabnya
karena lapisan ozon semakin menipis akibat tingginya Gas Rumah Kaca (GRK).
Ingat, bukan Efek Rumah Kaca (ERK) ya, kalau ini band dari Indonesia yang tentu
layak didengarkan. Terus, tidak terkontrolnya GRK itu ulah siapa? Tentu saja
ulah umat manusia, maksud saya, ulah sebagian manusia yang terlalu bernafsu
menaklukkan alam.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Jadi, gas di lapisan
permukaan bumi atau disebut atmosfer punya peran menahan panas matahari supaya
sinarnya tidak langsung atau semuanya diserap di permukaan bumi. Itulah mengapa
bumi sebagai planet layak huni. Kan tidak semua kita ini penduduk bumi <i>superhero</i>
dalam semesta <i>univers</i> Marvel yang dapat hidup di <i>galaxy</i> lain.
Nah, GRK itu tadi memastikan iklim di bumi tetap stabil.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Lalu, kesalahan umat
manusia, maksud saya, sebagian manusia tadi yang sangat terobsesi sekali
menaklukkan alam di mana. Soal itu bisa dilihat dari penggunaan bahan bakar
fosil untuk akomodasi umat manusia seperti transportasi, produksi dalam dunia
industri, dan deforestasi hutan memungkinkan penstabil suhu iklim tercemari
yang berakibat pada menipisnya lapisan ozon. Di situlah pokok dan pangkal
musababnya. Polusi berupa karbon dioksida (CO₂), nitrogen (N₂O), metan (CH₄),
ozon troposferik (O₃) juga uap air mendorong lebih cepat terjadinya pencemaran.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Kita tidak perlu menunggu
seluruh lapisan es di kutub utara mencair baru menyepakati perubahan iklim
benar-benar telah terjadi. Bangunan intelektual kita yang didapat dari bacaan
sastra, misalnya, juga memunculkan decak fenomena. Dulu, di dekade 80-an banyak
kritikus mempertanyakan puisi Sapardi Djoko Damono tentang <i>Hujan di Bulan Juni
</i>karena di bulan itu kemarau masih perkasa.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Di Sulawesi Selatan
pembacaan musim di bagi dua: musim hujan dan kemarau. Hitungannya jelas, 12
bulan dalam setahun dibagi dua. Enam bulan musim hujan yang dimulai pada November
hingga April. Setelahnya peralihan ke musim kemarau yang mulai berlangsung pada
Mei sampai Oktober.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Kini, perhitungan musim
seperti itu tidak berlaku lagi. Semua sudah samar. Para tetua yang mengandalkan
pembacaan tanda-tanda alam mengenali musim mulai meleset yang berakibat fatal
dalam pengambilan tindakan, khususnya memulai masa tanam. Hujan kadang awet dan
kemarau bisa pendek, atau sebaliknya kemarau yang panjang dan hujan hanya
berlangsung tiga bulan. Bisa juga di tengah kemarau hujan terkadang turun dan
tiba-tiba panas lagi. Fenomena itu lalu disebut sebagai pancaroba. Hal yang
sekian lama tidak pernah dialami di Sulawesi Selatan itu kini teralami.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Tentu ada banyak lagi
fenomena alam yang lain. Seperti hujan sepotong dalam satu kawasan. Jenis
fenomena alam inilah yang kerap membuat jengkel pengendara motor. Bayangkan,
kita berangkat dari rumah memakai jaket agar tidak terpanggang sengat matahari,
lalu di tengah perjalanan hujan lebat mengguyur. Padahal, jika memakai
perhitungan musim, harusnya hujan tidak turun lagi.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Seiring waktu karena
sudah sering mengalaminya, tentu ada pelajaran yang dapat dipetik. Para
pengendara sepeda motor dari arah berlawanan saling menandai. Sebagai contoh,
jika pengendara dari arah utara menuju ke selatan, katakanlah pengendara dari
Pangkep (selatan) hendak ke kota Makassar (utara). Di jalan Trans Sulawesi
pengendara dari selatan tadi melihat para pengendara motor dari utara memakai
mantel, maka bisa dipastikan kalau Makassar diguyur hujan. Sebaliknya yang dari
Makassar menyaksikan pengendara dari selatan tidak memakai mantel, maka
beberapa kabupaten di sisi utara kota Makassar tidak sedang hujan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Jika sudah demikian, apa
yang harus dilakukan. Pesan Sheila On 7 di lagu bertajuk <i>Hujan Turun</i>
sepertinya pantas diselami:</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;"><br /></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Waktu
hujan turun<o:p></o:p></span></i></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Di
sudut gelap mataku<o:p></o:p></span></i></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Begitu
derasnya<o:p></o:p></span></i></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Kan
kucoba bertahan</span></i></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Tak ada cara lain selain
bertahan dan menjalaninya. Mau bagaimana lagi. Namun, <s>tanda alam</s>
(fenomena) parade pemakai mantel ini tidak bisa dijadikan patokan utama karena
ada juga pengendara yang memang hobi mengenakan mantel di waktu terik atau, ia
malas saja melepas mantel sehabis melewati hujan yang sepotong. Dan, bisa
sangat mungkin, si pengendara sudah awas sejak dalam pikiran mengenakan mantel
karena berdasarkan pengalamannya hujan sepotong tidak diketahui di lokus mana
bakal turun.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Saya kutipkan lagi larik
tembang dari band Malaysia yang lain:</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;"><br /></span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Kusangka
kan panas berpanjangan<o:p></o:p></span></i></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Rupanya
gerimis<o:p></o:p></span></i></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">rupanya
gerimis mengundang.</span></i></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Slam, nama band yang
mengentak telinga penikmat musik di tanah air dekade 90-an ini juga mewariskan
pembacaan musim yang kadang tidak terduga.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Kita jadi awas jika hujan
yang sebentar itu bisa jadi mengundang badai. Tak terbayangkan sebelumnya
bagaimana suatu kawasan yang sekian lama tidak pernah dilanda banjir, kini
warganya berjibaku dengan bencana banjir. Disebut bencana karena kerentanan dan
rendahnya kapasitas sudah bertemu sehingga menimbulkan korban dan kerusakan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Dampak perubahan iklim
tidak saja mengubah perilaku, juga melumat segala pengetahuan lokal yang
berasal dari pembacaan tanda-tanda alam. Dan, dari pengendara motor di jalan
yang berjibaku dengan perhitungan kapan hujan turun memberikan pembacaan baru
dalam mengenali perubahan iklim.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Sebagai fenomena,
tentulah akan muncul beragam peristiwa. Di Arab Saudi yang curah hujannya
sangat sedikit bisa berubah tinggi yang mengakibatkan air meluber di jalan dan
padang gurung yang gersang bisa menghijau. Di satu sisi ada yang mengaitkannya
dengan nubuat hadis, tentu tidak masalah, akan tetapi fenomena itu bagian dari
dampak perubahan iklim yang sifatnya global.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Satu hal yang pasti,
perubahan iklim di satu kawasan menuntut bentuk adaptasi baru dari manusia yang
hidup di dalamnya. Mengujicobakan bentuk mitigasi agar bencana tidak menimpa.
Seperti hal sederhana berdasarkan pengalaman para pengguna motor di jalan yang
saling menandai dari pemakaian mantel para pengendara di arah berlawanan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Times New Roman, serif;">_</span></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-84348136345526235302023-01-27T10:43:00.006+07:002023-02-24T14:10:33.602+07:00Menyimpulkan Kegelisahan<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"></p><br /><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhecS4riyGv8GCjwf1u5Mki0VFcT8dxGsBltqqLRLc48sfCdB87fubDafbaIOvJ-tLnExZatce4plPhScvEngPl_aJaJg88AdirdmPO3vmaI0gbfdyF8iFmgmwF8_oZMqwo64Y6NZBWGhON5SFANhaP3alGWjuDBWdwxGVbk7sRMd9sKoSYBFNBhBKj/s448/BUKU%20ADITIA.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="448" data-original-width="312" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhecS4riyGv8GCjwf1u5Mki0VFcT8dxGsBltqqLRLc48sfCdB87fubDafbaIOvJ-tLnExZatce4plPhScvEngPl_aJaJg88AdirdmPO3vmaI0gbfdyF8iFmgmwF8_oZMqwo64Y6NZBWGhON5SFANhaP3alGWjuDBWdwxGVbk7sRMd9sKoSYBFNBhBKj/w446-h640/BUKU%20ADITIA.jpg" width="446" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dok. Kamar-Bawah: 2019</td></tr></tbody></table><br /><span style="font-family: "Times New Roman",serif;"><br /></span><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Menggengam buku kumpulan esai
rasanya seperti memegang remot tivi. Bisa membuka halaman lain mencari bacaan
yang diinginkan, persis sekali ketika ingin memindahkan saluran dengan sekali
pencet.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Bacaan yang belum selesai, atau tak
ingin diselesaikan karena informasinya sudah diketahui melalui bacaan yang lain
tidak jadi soal ditinggalkan. Begitupun dengan saluran tivi yang sudah sangat
familiar, ambil contoh, acara talk show yang narasumbernya itu-itu saja.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Di banyak buku kumpulan esai, kita
tahu, narasi yang dibangun setiap esai berdiri sendiri merekam satu peristiwa.
Lapisan peristiwa bertumpuk ketika puluhan esai itu dikumpulkan menjadi sejudul
buku.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Ada banyak buku kumpulan esai
seperti itu dan, bisa disebut, jika pada umumnya, bentuknya memang demikian. Tengoklah
buku esai Goenawan Moehamad bertajuk <i>Catatan Pinggir</i> atau kumpulan
tulisan Gus Dur di buku <i>Tuhan Tidak Perlu Dibela.</i></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;"><i><br /></i></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Struktur Kesaksian</span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Buku Aditia Purnomo, <i>Menjadi
Simpul Menggerakkan Asa</i> menambah daftar panjang buku kumpulan esai yang
memberikan timbunan kesaksian dan ulasan peristiwa. Di buku ini pembaca diberi
peta dengan pembagian tema seperti; <i>Simpul Mati, Simpul Hidup, Simpul Jangkar,
Simpul Pangkal.</i></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Saya menduga penamaan bab itu
hendak menunjukkan tematik tiap catatan. Bahwa, semua esai yang terangkum dalam
bab tersebut memiliki relasi atau, setidaknya, menghampiri penamaan bab.Walau,
tentu saja, upaya semacam itu sedikit menggeneralkan ulasan yang mengandung
peristiwa temporal. Asumsi itu bisa dilihat dari penanggalan tiap esai.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Esai pertama di bab <i>Simpul Mati</i>
dijuduli: <i>Lima Puluh Tahun</i>. Aditia mengenalkan latar keluarganya di masa
lalu, tepatnya di tahun tragedi 65. Kakeknya dari pihak ibu adalah salah satu
pendukung Soekarno dan kemudian distempel sebagai tahanan politik. Fakta itu
dijadikan kaca spion untuk menengok ibunya yang lahir di tahun itu. Jadi, usia
ibunya sama dengan masa kelam pelanggaran HAM, sudah setengah abad di tahun
2015.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Ibu dan Tragedi ’65 sebenarnya
seperti saudara jauh. Mereka lahir di saat yang hampir bersamaan. Ibu lahir
dalam keadaan kacau setelah kakek saya ditangkap dan dijebloskan ke penjara di
Jepara…”(Hal. 3).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Selanjutnya, kemarahan menunjuk
hidung penguasa terkait pelanggaran HAM dikemas dari sudut pandang personal dan
mewakili korban. Esai dengan nada serupa bisa dijumpai ketika membahas kasus
Munir dan Salim Kancil.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Jelajah kesaksian yang ditawarkan
tak melulu soal isu berat. Gaya menulis esai juga mencoba beragam bentuk. Sejak
munculnya website bernama Mojok.Co di tahun 2014 yang mengusung penulisan
bernada satir, formula penulisan semacam itu menjadi panduan bagi lahirnya
banyak penulis yang berani mengemas kesaksiannya dengan jenaka tanpa
menghilangkan sikap kritis.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Melihat aktivitas Aditia yang aktif
di KBEA yang merupakan komunitas yang tak terpisahkan dari Mojok.Co, Penerbit
Mojok, termasuk Penerbit EA Books yang menerbitkan buku ini. Maka menjadi wajar
kalau di sebagian besar gaya tutur esai yang ditawarkan menjadi tali penyambung
untuk mengecek habitus Aditia.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Aditia melakukan upaya campur sari
paradigma membicarkan satu pokok persoalan. Semacam melakukan praktik
memaksakan kesimpulan. Umpamanya saja, di esai Lima Puluh Tahun tersebut.
Apakah fakta yang dialami kakeknya di masa lalu mendesak harus kita ketahui di
balik narasi besar pelanggaran HAM 65.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Mengapa harus fakta itu dan bukan
fakta keluarga yang tokoh yang lain, umpamanya. Namun, jika manggut dengan
teori paradigmanya Thomas Khun, fungsi paradigma memang menjadi alat guna
memilih–memilah apa yang hendak disampaikan. Tetapi, percobaan semacam itu
sekaligus menawarkan sudut pandang lain, menguarkan fakta betapa skala
pelanggaran HAM di era itu begitu luas.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Mari kita periksa esai di bab <i>Simpul
Hidup</i>, ada dua esai serentetan: <i>Belok Kiri Jalan Terus</i> dan <i>Menyoal
“Kiri” dalam Bingkai yang Lebih Populer</i>. Resonansi ingatan kita bergerak ke
belakang, menengok kembali linimasa media sosial tentang festival yang berani
menghadirkan narasi kiri di tengah menguatnya kembali represi yang bukan hanya
dipraktikkan oleh negara, tetapi juga kelompok intoleran.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Kedua esai tersebut terasa lebih
dalam karena Adita terlibat di dalamnya. Adanya penolakan terkait festival itu
membuka tirai dan kita melihat betapa bias masa lalu terus diproduksi sebagai
perisai. Ada kepentingan merawat ketakutan berhadapan dengan keterbukaan
menerima apa yang terjadi.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Struktur kesaksian yang diramu
Aditia tidak sebatas pada peristiwa historikal, ada juga selingkaran situasi
kekinian yang dialami manusia milenial yang hidup dalam lini masa media sosial.
Sumber ide berseliweran di lalu lintas percakapan dan itu menjadi ruang yang
coba dimasuki dengan membicarakannya lebih serius.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Menyangkut novelis Tere Liye,
misalnya. Ini terkait dengan status si novelis yang mengundang orang-orang
membuka kembali lembaran sejarah dan meluangkan waktu menulis guna menangkal
sesat pikir si novelis. Pemred Majalah Historia, Bonnie Triyana juga ikut
nimbrung dan menulis panjang soal bagaimana kekuatan kiri berandil dalam imaji
kemerdekaan dan merasuki pemikiran bapak bangsa.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Hal sama dilakukan Aditia dengan
gaya satire, tentu, dengan menghamparkan data perihal keterlibatan kaum kiri
untuk kemerdekaan Indonesia lebih dulu sebelum menunjuk hidung Tere Liye yang
terlalu menganggap ge(o)ble(o)k netizen. Dipikirnya statusnya itu mengajak
untuk mencari data keterlibatan kaum kiri tidak tersedia.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><br /></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Merawat Asa</span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Di balik sikap kritis Aditia
membangun narasi kesaksiannya, ada jalinan struktur yang dapat dipahami dari
pembagian tematik. Meski tidak sepenuhnya memiliki relasi dan linear akibat
periodik temporal ketika esai itu dilahirkan, tetapi kita dapat memafhumi jika
simpul itu berjalin kuat dengan struktur kesaksian yang hendak dibangun.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Saya menduga kalau Aditia
mengumpulkan remah peristiwa itu secuil demi secuil lalu diselesaikan layaknya
tukang membangun tembok dari susunan batu bata. Setahap demi setahap. Bekal itu
kemudian ia olah dengan memasukkan paradigma. Soal ini, sekali lagi, merupakan
pilihan untuk melakukan komparasi atas isu yang dibahas.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Menurut saya, keseluruhan esai di
bukunya ini adalah perwujudan melakukan percobaan kesimpulan sebagai bekal
gerakan. Beragamnya isu yang diulas menjadi bukti kalau simpul yang ingin
disatukan merupakan gejala kegelisahan menyaksikan realitas dan, bagian dari
realitas itu. “…kalau memang belum bisa mempersatukan massa, tingkatkanlah lagi
kemampuan personal guna menunjang kebutuhan gerakan.” (Hal. VI).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Persoalan publik yang kadang bukan
menjadi persoalan bagi kelompok masyarakat di wilayah lain, pada akhirnya
menemukan jalinan simpul untuk menghubungkan persoalan itu sebagai masalah
bersama. Bukankah kekuasaan itu beranak pinak, karena itu masalah bisa
merembesi kenyamanan masyarakat di wilayah lain.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Beragamnya peristiwa tentu memiliki
kaitan erat dengan beragamnya pula kesaksian. Lalu bagaimana asa tetap menyala.
Aditia menawarkan formula menjalin simpul kesaksian agar asa terus terawat.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">*<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Pernah tayang di <a href="https://pustakabergerak.id/artikel/menyimpulkan-kegelisahan">https://pustakabergerak.id/artikel/menyimpulkan-kegelisahan</a></span></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-59054472262923473412023-01-27T10:31:00.004+07:002023-01-27T10:32:08.513+07:00Mengeja Permainan Badaruddin Amir<p> <table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2cVArV9iVcBn0athNeig1HsR6vjcAZkMttX90lizhGKhSPN-m1VeHj8s0nvAWT3PkQVp_rQycELE2313xp-bKyaYvSEQDLN6q4ZIBKEJMGS9ZAEaWGiszHVLZmFuRu7KXCpTAbOthkmngidHkRFI-JRcEEvVzlu9Q8TW0AkqxKAh6Vs1g4rWKKBmj/s760/cover_artikel_5f2d06217ea455f2d06217ea7f.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="300" data-original-width="760" height="252" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2cVArV9iVcBn0athNeig1HsR6vjcAZkMttX90lizhGKhSPN-m1VeHj8s0nvAWT3PkQVp_rQycELE2313xp-bKyaYvSEQDLN6q4ZIBKEJMGS9ZAEaWGiszHVLZmFuRu7KXCpTAbOthkmngidHkRFI-JRcEEvVzlu9Q8TW0AkqxKAh6Vs1g4rWKKBmj/w640-h252/cover_artikel_5f2d06217ea455f2d06217ea7f.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dokumentasi: Kamar Bawah, 2021</td></tr></tbody></table><br /></p><p class="MsoNormal"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Prolog<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Suatu
siang di lobi hotel di tahun 2019, seorang lelaki tua berkacamata sedang duduk
sendirian. Di kepalanya bertengger topi yang kesannya asal dipakai. Lelaki itu
sudah saya kenal tetapi belum mengenal saya. Di Facebook kami berteman namun
tak pernah saling bersapah.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Di lobi
hotel siang itu, ia nampak menunggu seseorang. Saya terus menyaksikannya dari
luar. Sebab yang ditunggu adalah orang yang saya tunggu pula. Nama kami lolos
sebagai peserta Festival Literasi Nasional (FLI)<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dalam rangka Hari Aksara Internasional di
Makassar pada 5-8 September 2019 yang digelar Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Setelah
rokok yang kuisap tandas, saya masuk ke lobi dan menyapanya. Saya mengenalkan
diri dan ia menerima sambutan salam saya. Ia langsung bercerita banyak seolah
kami sudah sangat akrab. Tiga buah buku dikeluarkan dari tasnya. Satu buku ia
berikan dan saya berjanji, kelak, akan berkunjung ke rumahnya di Barru dan
menyerahkan buku saya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Namanya
Badaruddin Amir, di Sulawesi Selatan dikenal baik sebagai sastrawan. Ia menulis
esai, puisi, dan cerpen. Kumpulan esai terangkum dalam <i>Karya Sastra sebagai
Bola Liar</i> (Nala Cipta Litera: 2008), kumpulan puisinya berjudul <i>Aku
Menjelma Adam</i> (KPSSI: 2002). Dua kumpulan cerpen yakni <i>Latopajoko dan
Anjing Kasmaran</i> (Akar Indonesia: 2007) dan <i>Laki-laki yang Tidak Memakai
Batu Cincin </i>(FAM Publishing: 2015).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Risalah dan
Cerita-Cerita Lainnya merupakan kumcer ketiganya yang ia berikan di lobi hotel
siang itu. Di sampul tertulis nama besar Maman S Mahayana yang membubuhkan
pengantar.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Semesta
Permainan<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Maman S
Mahayana dalam pengantarnya telah mengunci imajinasi kita kalau 18 cerpen yang
terangkum di kumcer ini adalah permainan. “Salah satu kekuatan cerita pendek
(cerpen) dan novel terletak, terutama pada kepiawaian pencerita (narator)
menempatkan cerita sebagai permainan…).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Permainan
macam apakah yang dimaksudkan Mahayana. Cerpen, barangkali saja, tak bisa
dilepaskan dari strukturilisasi pengalaman dan kesaksian cerpenis. Sejumlah
cerpen Pak Badar juga tidak lepas formulasi semacam itu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Keuntungan
mengetehaui latar belakang cerpenis memudahkan menemukan sejumput peristiwa
yang direkam membangun plot dan latar cerita. Keuntungan itu saya dapatkan
karena sebelumnya sudah mengenal latar belakang Pak Badar.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Keuntungan
lain, tentu saja, jika pembaca memiliki dan membangun hubungan emosional lebih
lekat dengn cerpenis. Selama acara FLI 2019, saya sekamar dengan Pak Badar dan
ia, tanpa diminta dan, dengan senang membacakan cerpen legendarisnya, <i>Latopajoko</i>.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Cerpen
itu pernah saya kirim ke Kompas tetapi tidak dimuat. Saya lalu kirim ke majalah
Horison dan mendapat ruang,” bebernya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Risalah</span></i><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">, cerpen yang dijadikan judul
kumcer membuka tabir pertama memasuki semesta permainan itu, latar kerajaan
hanya tempelan untuk menyelesaikan sengkarut kegamangan tokoh yang diceritakan.
Pusat cerita berputar pada raja yang melahirkan rentetan peristiwa komikal yang
diperagakan para bawahannya, utamanya kepala perpustakaan kerajaan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Risalah</span></i><span style="font-family: "Times New Roman",serif;"> rupanya upaya sang raja guna mengetahui
hakikat kehidupan. Sang Raja yang telah melewati sejumlah peperangan kemudian
mengalami pengalaman batin tragik akibat korban, baik dari lawan dan kawan yang
mati di tangannya kerap hadir di benaknya. Menjadi teror dan hal itu sungguh
menganggunya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Ia
bertanya kepada pengawalnya dan tidak menemukan jawaban yang menenangkan. Ia
meminta buku yang membahas esensi kehidupan, oleh kepala perpustakaan
dihadapkan seribu judul buku, lalu seratus, hingga sepenggal kalimat saja.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Raja tanpa
literasi, ia menampik mempelajari amsal kehidupan yang kompleks dan beragam
dari pustaka yang tersedia. Ia menerka kejujuran dari sepenggal kalimat yang
justru mencaplok orang yang keliru. Si kepala perpustakaan dipecat. Digantikan
oleh penyair istana yang dianggap menuliskan kalimat memuaskan gundahnya.
Sungguh raja yang buta sebab kalimat itu justru disarikan oleh kepala
perpustakaan. Mengapa bisa demikian, begitulah jika pintu dialog sejak awal
ditutup. Dasar, raja tuna literasi. Kira-kira begitu respons kita.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Apakah itu
permainan yang dimaksudkan Maman? Bisa jadi bukan itu. Letak permainan ada pada
peristiwa yang tidak diduga. Bangunan plot tidak bisa dijadikan rujukan
menentukan hasil akhir. Puncak permainan itu terasa sekali di cerpen <i>Pengadilan</i>,
di akhir cerpen memang diberikan keterangan kalau Pak Badar terinspirasi dari
cerpen <i>Kritikus Adinan</i> karya Budi Darma.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Ini
pengadilan yang absurd dan mengingatkan cerpen <i>Saksi Mata</i> karya Seno
Gumira Adji Darma yang juga berlatar tentang situasi dalam pengadilan. Dalam
cerpen Pak Badar, ia membenturkan realitas penduduk Negeri Cerita dengan Negeri
Nyata.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Seorang
penduduk dari Negeri Cerita bernama Bardan dimejahijaukan di Negeri Nyata atas
tuduhan plagiat. Saksi ahli membeberkan defenisi plagiat yang semakian
menguatkan si terdakwa bersalah. Bardan, penduduk dari Negeri Cerita itu telah
membunuh dengan cara, persis seperti kasus pembunuhan dalam novel berjudul <i>Patrick
Collins Mc Teague</i> karya Frank Norris.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Itulah
pangkal plagiasi yang menimpa dan dituduhkan pengadilan kepada Bardan yang,
entah siapa telah mengulik kasus pembunuhan yang dilakukan 20 tahun lalu dan
melaporkannya ke pihak berwajib di Negeri Nyata. Keputusan pengadilan, Badran
divonis bersalah.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Campur
sari semacam itukah yang dimaksudkan permainan oleh Maman? Jika iya, saya juga
menikmati permainan itu. Saking asyiknya larut dalam permainan, serasa <i>typo</i>
dan kekeliruan penggunaan kosa kata di sejumlah cerpen tetap bisa dinikmati
sebagai unsur permainan. Sunarti Sain selaku pemeriksa aksara nampaknya tidak
teliti.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Mengingat
Pak Badar juga menulis sajak dan kerap diudang membacakan sajak, maka permainan
berupa bunyi di setiap cerpen juga mengambil peran. Bukan sebagai pelengkap
tetapi terintegrasi sehingga permainan melalui struktur kisah begitu
mengasyikan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">*<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Pernah
tayang di <a href="https://pustakabergerak.id/artikel/mengeja-permainan-badaruddin-amir">https://pustakabergerak.id/artikel/mengeja-permainan-badaruddin-amir</a><o:p></o:p></span></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-3709139789845952932023-01-27T10:23:00.001+07:002023-01-27T10:32:29.558+07:00Panduan Menyelami Literasi Guna Menangkal Hoaks<p> <table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9YJLb4_0VphZYzkN1uUp-YdvCMk849ebHviur-NDlMSzSRiscrYwj5P_f4M5bVnk8pnsqWsGGl-e-XtV0lDDOJX2vpk40JtSyzeyRYaMT7EFE8PwsBPVYJ6zmlrf2VpjgmU_nLGjF975B0bfdEN0nIO7FMi9u_m8yCIbLm3jFF8Lw4auK5OyMXGMr/s760/cover_artikel_5f58dca3e51315f58dca3e516b.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="300" data-original-width="760" height="253" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9YJLb4_0VphZYzkN1uUp-YdvCMk849ebHviur-NDlMSzSRiscrYwj5P_f4M5bVnk8pnsqWsGGl-e-XtV0lDDOJX2vpk40JtSyzeyRYaMT7EFE8PwsBPVYJ6zmlrf2VpjgmU_nLGjF975B0bfdEN0nIO7FMi9u_m8yCIbLm3jFF8Lw4auK5OyMXGMr/w640-h253/cover_artikel_5f58dca3e51315f58dca3e516b.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dokumentasi: Kamar Bawah, 2021</td></tr></tbody></table><br /></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Prolog</span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Buku ini dimulai dengan kata
pengantar empat paragrap. Pengantar yang aneh, menurut saya. Serasa endorsement
yang dipacak sesuka perut untuk dijadikan pengantar.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Namun, buku ini sungguhlah
istimewa, tujuan utama, saya kira, seseorang menikah adalah mencipta generasi
(anak). Dua penulis buku ini justru, lebih dulu melahirkan anak ruhani. Ainun
Jariah dan M Galang Pratama, keduanya memang pasangan istri dan suami.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Kerja kolektif keduanya merancang
penerbitan hingga menerbitkan buku. Bisa dikatakan, berdasarkan informasi di
halaman kredit titel, semua proses dari awal hingga sampai di tangan pembaca,
buku ini dekerjakan mandiri tanpa melibatkan pekerja kreatif yang lain. Sungguh
pembelajar tekun, karena itulah dapatlah dimaklumi jika menemukan tata bahasa
yang gawal dan pemilihan–penulisan beberapa kosa kata yang rancu. Tindakan
tidak melibatkan penyunting andal, katakanlah begitu, sedikit menjadi sandungan
dari apa yang telah diupayakan: menerbitkan buku.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Saya kenal baik Galang Pratama,
kami pernah berjumpa dan bicara banyak di helatan <i>Festival Literasi
Indonesia </i>(FLI) 2019 di Makassar pada 5-8 September 2019. Saya melihatnya
memang pekerja dan pembelajar.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Menurut saya, menerbitkan buku
bukanlah perkara mudah. Di luar urusan teknis, menyebar gagasan melalui
rangkaian teks tak bisa lagi menafikan sentuhan orang lain. Asdar Muis RMS
pernah mengingatkan kalau menulis tidak perlu perhatikan tata bahasa karena itu
tugas editor melakukan perbaikan. Bagi Asdar, hierarki tertinggi dalam semesta
menulis adalah gagasan. Tentu saja motivasi Asdar tidak bisa ditelan
mentah-mentah. Ia mengatakan itu ketika sudah berada di fase tertentu dan telah
melewati rimba raya kepenulisan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Upaya yang dilakukan Ainun dan
Galang ini mengingatkan pengalaman saya tentang bagaimana pertama kali
menerbitkan buku (penerbitan mandiri) di tahun 2013. Dengan megak, semua
prosesnya saya kerjakan sendiri, semangat ini dipicu banyak hal dan belakang
hari harus saya revisi.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Ketika kemudian mendirikan
penerbitan mandiri, prosedur melibatkan sentuhan orang lain saya tempuh. Tentu
saja ada nilai yang harus ditunaikan. Saya memakai jasa mereka (teman-teman)
sebagai korektor (proofreader) dalam pengertian paling mendasar sekali. Saya
meminta mereka membaca untuk menemukan typo dan tidak mengubah bentuk kalimat
meski itu janggal baginya. Mengapa seperti itu, saya tahu kemampuan mereka.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Saya belum bisa membayar korektor
dan penyunting yang sudah makan banyak asam garam di industri perbukuan. Namun,
menempuh prosedur semacam itu menjadi bagian penyelamat kekeliruan yang bisa
menjadi sandungan fatal menghadirkan buku ke tangan pembaca.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Ketika seluk beluk perbukuan
semakin mudah dipahami–dijangkau, maka pintu semakin terbuka lebar. Medium
sebaran pengetahuan soal ini banyak sekali bertebaran. Kita bisa mempelajarinya
dengan tekun melaui sejumlah saluran di YouTube. Malah, semakin ke sini,
beberapa pekerja buku dengan gembira menyiarkannya di akun medsos mereka. Ini
maksudnya apa? Apakah merahasiakan bumbu dapur sudah tidak relevan? Persisnya
tidak seperti itu. Menghadirkan buku dengan segala anak tangga yang perlu
dilalui memang sudah perlu dan, sebaiknya mengundang khalayak untuk terlibat
aktif. Fenomena pemilihan sampul, misalnya, marak dilakukan sejumlah penulis
atau penerbit di medsos.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Prosedur itu merupakan langkah awal
melibatkan khalayak memiliki panduan mengenal buku melebihi gagasan (konten)
yang ditawarkan. Membaca judul buku saja sudah menjadi bekal awal kalau si
penulis ingin menjelaskan tema tertentu. Nah, tema semacam itu tentu saja bukan
hal baru. Ada banyak buku membahas tema serupa. Lantas apa yang membedakan, ya
tentu saja cara pandang dan bentuk penyajian.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Jika semua rasa coto Makassar itu
sama, lalu mengapa coto di jalan Gagak rasanya lebih mantap ketimbang warung
coto yang lain, umpamanya. Selera, bukankah seperti itu cara kerjanya. Sama
halnya, saya kira, dengan buku Ainun dan Galang ini. Tema literasi dan <i>hoaks</i>
bukanlah barang baru, tetapi mengapa keduanya tetap menghadirkan hal serupa.
Formulanya kembali ke awal.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Kita tidak tahu persisnya kapan dan
buku apa yang dibaca oleh seseorang dengan tema yang serupa itu. Pengandaian
ini memberikan ruang lapang kalau (semua) buku memang perlu dibaca. Bisa jadi
membaca buku Ainun dan Galang ini menjadi pengantar atau tiket menuju buku yang
lain, atau bisa sebaliknya, ada buku lain dibaca dan di sana ditemukan
referensi kalau buku yang ditulis Ainun dan Galang sama pentingnya.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;"><br /></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Gagasan</span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Kembali ke hierarki rumus
penulisan. Ainun dan Galang dengan gagasannya mencoba merekam situasi yang
menjadi ruang berlumpur generas milenial: banjir informasi. Dengan gawai di
tangan semua bisa diakses. Bebas memilih dan memilah informasi apa yang hendak
diketahui. Di posisi itulah gagasan Ainun dan Galang menemukan relevansinya.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Literasi bukanlah soal kemampuan
menulis, cara kerja literasi adalah mencakup keseluruhan daya manusia dalam
menerima, memahami, dan menindaklanjuti. Ainun merekam ulang kiprah Jamaluddin
di Desa Kanrepia Kecamatan Tombolo Pao, Gowa, Sulawesi Selatan, yang
menghibahkan dirinya untuk kerja literasi di desanya. Hal ini tentu saja
hanyalah salah satu kerja senyap yang coba dilakukan oleh mereka yang
terpanggil menempuh jalan pulang ke desa dan berbuat.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Buku ini terbit pertama kali di
tahun 2019 dan cetakan keduanya, sekaligus revisi di tahun 2020. Perbedaanya
terletak pada warna sampul dari kuning (cetakan pertama) ke hitam (cetakan
kedua). Isinya tidak berubah, hanya perbaikan penyuntingan untuk memilah esai
yang ditulis oleh Ainun dan Galang. Total ada 21 judul esai, 10 ditulis Ainun
dan sisanya oleh Galang. beberapa di antaranya sudah pernah dimuat di sejumlah
media seperti Tribun Timur, Fajar, dan Kompas. Juga, di antaranya ada yang
pernah diikutkan dalam lomba penulisan atau berupa materi ketika diundang
menjadi pembicara dalam sebuah forum.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Saya kira pesan utama buku ini
adalah pentingnya literasi untuk menyaring berita-berita <i>hoaks</i>....”
tulis Arief Balla dalam endorsementnya di sampul belakang. Saya kira, memang di
situ pesan yang hendak disampaikan. Meski, kedua penulis tidak memberikan tips
khusus mengenai hal itu. Setiap esai berdiri sendiri dan baru bisa ditemukan
relasinya ketika merenungi kembali gagasan yang hendak disampaikan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">*</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif;">Pernah tayang di </span><a href="https://pustakabergerak.id/artikel/panduan-menyelami-literasi-guna-menangkal-hoaks" style="font-family: "Times New Roman", serif;">https://pustakabergerak.id/artikel/panduan-menyelami-literasi-guna-menangkal-hoaks</a></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-46284483053305232762023-01-27T10:13:00.001+07:002023-01-27T10:13:13.829+07:00Prosedur Kisah Klise yang Mengkhawatirkan<p> <table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2ZDxIEWJdzEt12aFXp84OI-LwZKIRSLq6fsVC-GWBfBi1xjBYJNbZlR7v0axLIJx0z7uk7TZQSXDnBcWGCZR-e-CwZsAY-vQtMSNEKa4xXEvIVHGPhB6eoRzEhn9MCaB1H7XHTt6peVFmM4p05s_tU9I0HXmQdxxGKH3nkAz1Cysv3Y1QWXFxgSb1/s760/cover_artikel_5f54817beb4745f54817beb4ae.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="300" data-original-width="760" height="252" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2ZDxIEWJdzEt12aFXp84OI-LwZKIRSLq6fsVC-GWBfBi1xjBYJNbZlR7v0axLIJx0z7uk7TZQSXDnBcWGCZR-e-CwZsAY-vQtMSNEKa4xXEvIVHGPhB6eoRzEhn9MCaB1H7XHTt6peVFmM4p05s_tU9I0HXmQdxxGKH3nkAz1Cysv3Y1QWXFxgSb1/w640-h252/cover_artikel_5f54817beb4745f54817beb4ae.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dokumentasi: Kamar Bawah, 2021</td></tr></tbody></table><br /></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Di depan layar kaca ukuran 14 inc,
dua perempuan tua sedang beradu pendapat. Menebak arah kisah sinteron yang
sedang ditonton. Peristiwa seperti itu sudah sering terjadi di antara mereka.
Perempuan tua yang satu adalah emak (panggilan kepada ibu di suku Bugis) saya.
Satunya lagi, tetangga, karib emak sejak muda. Keduanya melewati fase hidup
bersama hingga kini mensyukuri jalan panjang usia yang sudah kepala tujuh</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Seingat saya, sejak tidak bisa
beraktivitas banyak di luar rumah dan televisi tidak lagi menjadi barang mewah
milik kelas sosial tertentu. Emak saya, di usia senjanya memilih menonton sinetron
sebagai aktivitasnya, tetapi ini hanya salah satu saja, sebab beliau masih
sering menjahit menyelesaikan keset dari kain percah dan menerima pesanan
pembuatan bedak basah.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Emak saya itu, jika sudah
menyenangi sejudul sinetron maka ogah memalingkan pandangan ke sinetron lain.
Ia hanya menonton sinetron yang telanjur diikuti sejak awal. Meski pola
berkisah tiap sinetron tidaklah jauh berbeda, emak saya baru berhenti menonton
jika sinetron favoritnya sudah selesai dan akan menonton kelanjutannya esok hari
sesuai jam tayang.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Sinetron berseri itu menawarkan
formula kisah klise. Arahnya sudah bisa ditebak setiap episode. Lalu apa
kelebihan yang didapat prosedur kisah demikian. Emak saya fasih mengisahkan
ulang tentang perilaku dan ucapan setiap tokoh. Bahkan, ia tak segan
mengisahkan itu pada cucunya yang kadang mengganggunya karena si cucu ingin
menonton acara lain.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Emak saya bisa mencomot sifat tokoh
dari sinetron dan disematkan kepada sikap si cucu. “Kamu itu seperti si anu
(merujuk pada sosok dalam sinetron), suka menganggu,” ucapnya.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;"><br /></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Kisah Lurus</span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Itu istilah saya usai membaca
kumcer <i>Matilda, Lelaki Izrail dan Seorang Perempuan di Masjid Kami,</i>
karya Hairus Salim HS. Prosedur kisah yang ditawarkan tak ubahnya kisah
sederhana yang sekali baca sudah tertanam di benak.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Lalu apa korelasi lima paragraf
catatan pembuka di atas dengan kumcer yang diterbitkan Gading itu. Jawabnya
adalah penokohan yang kuat.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Kumcer itu saya beli di kantor
Lembaga Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR) Makassar, Sulawesi Selatan. Saat itu
Hairus Salim menjadi pembicara pada 22 September 2017 di kantor LAPAR. Dorongan
menghadiri dialog karena ingin melihat langsung sosok salah satu pendiri
Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) itu membedah novel <i>Arus Balik</i>
karya Pramoedya Ananta Toer.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Balik ke kumcer yang memacak tiga
judul cerpen yang dijadikan judul buku tersebut menyiratkan sisi lain bagaimana
Hairus Salim yang sebelumnya dikenal luas sebagai peneliti–penulis topik sosial
kebudayaan meramu kesaksian dan ingatan ke medium cerpen.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Saya sebut ‘semacam cerita pendek’
untuk tahu diri saja karena saya bagaimanapun bukanlah seorang penulis sastra
profesional.” Tulis Hairus Salim di halaman pengantar. Apa maksud kalimat ini.
Apakah Hairus Salim menempatkan dirinya di ruang inferior? Ataukah menulis
cerpen hanyalah bentuk remeh temeh mengisi waktu luang? Entahlah.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Ada empat belas cerpen menurut
pembacaan saya, menggunakan formula yang sama. Setiap memulai pembacaan cerpen
seperti mengulang pembacaan cerpen sebelumnya dengan tokoh dan peristiwa
berbeda dan, kita akan melewati alur kisah yang bisa ditebak di awal ke mana
muaranya. Sungguh klise.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Alur cerpen lurus saja ke depan,
tidak ada kelokan dan teknik mundur atau serumit tokoh dalam cerpen Budi Darma,
misalnya. Atau tidak seabsurd cerpen Phutut EA di kumcer <i>Sebuah Kitab yang
Tak Suci.</i>Tentu, formula itu adalah pilihan teknik yang ditempuh Hairus
Salim, tetapi, jika keseluruhan cerpen mengandung pola yang sama. Tidakkah itu
membosankan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Ada aroma horor yang tertangkap di
cerpen <i>Matilda</i>. Tokoh Matilda, utamanya kita kenal setelah Roald Dahl
mengabarkan kepada dunia tentang anak yang dilahirkannya itu rakus membaca.
Hairus Salim melahirkan ulang tokoh fiktif itu, masih dengan kerakusannya
melahap pelbagai jenis buku yang melampaui usianya lalu kemudian membiarkannya
pergi.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Matilda yang dilahirkan Hairus
Salim mengalami kegaiban. Di akhir kisah, anak itu membongkar ketenangan
berpikir tokoh ‘Aku’ karena rupanya, anak bernama Matilda tersebut tidak
dikenal oleh orang di kampung. Padahal, anak itu sering datang ke rumah tokoh ‘Aku’
untuk membaca beragam buku.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Cerpen <i>Lelaki Izrail</i>
mengisahkan alur yang sangat akrab, khususnya masyarakat di pedesaan. Saya
tidak kaget dengan cerita semacam itu. Sejak kecil sudah sering mendegarkan
dari tetua di desa perihal seorang yang dianggap memiliki karomah, baik dari
ucapan atau perbuatan. Meski orang itu terkesan biasa saja.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Beriring kematian Najib ingatan
orang di kampung itu tertuju pada obrolan Ulak Ulu dengan Najib menjelang kedai
tutup di malam itu. Bagaimana bisa Ulak Ulu tahu Najib akan meninggal? Dari
mana Ulak tahu Najib akan meninggal? Apakah ini hanya kebetulan belaka?
(Hal.3).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Meramalkan kematian, persinya tidak
seperti itu. Tetapi, ada semacam prosedur mengingat hal lampau pada orang yang
meninggal. Sebab akibat itu kemudian dihubungkan sebagai isyarat.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Sedangkan cerpen <i>Seorang Perempuan
di Masjid Kami</i> setali tiga uang. Ada prosedur kisah yang mirip dengan
cerpen <i>Matilda</i>. Bedanya, nuansa horor tidak melekat di cerpen ini meski
sosok yang dikisahkan juga menghilang di akhir kisah. Kedua cerpen juga
mengandung anasir Chekovian, merujuk pada cerpen Anton Chekov, pengarang dari
Rusia yang mengakhiri kisahnya begitu saja dan meninggalkan ruang tebak di
benak pembaca. Cerpen bergaya Chekovian di peta sastra Indonesia umumnya
dilekatkan pada gubahan Kuntowijoyo.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Ketiga cerpen tersebut, saya pikir
sudah mewakili prosedur kisah yang ditawarkan Hairus Salim yang pernah
mengelola majalah budaya <i>Gong</i> di tahun 2003 hingga 2008 ini. Seperti
yang telah dikemukakan di awal, bahwa penokohan begitu kuat sehingga melekat
hanya sekali baca tanpa perlu mengulangnya. Latar kisah yang bersahaja dan
begitu akrab dan itu mengantar kepada pengalaman komunal di kehidupan
masyarakat pedesaan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Seperti emak saya yang bisa
mengisahkan ulang kisah dalam sinetron yang digemarinya, seperti itu pula
pengalaman usai membaca keseluruhan cerpen. Kita bisa menyambungkan kisah di
cerpen yang satu dengan cerpen lainnya. Umpamanya saja, cerpen <i>Lelaki Izrail
</i>memiliki kaitan erat dengan cerpen <i>Kubur Penuh Cahaya</i> (Hal. 109).
Saya pikir, teknik penulisan itu bukan persoalan biasa.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Sebab, bukankah, kisah sederhana
itu sungguh magis. Serupa kisah-kisah nabi yang menjadi pengantar tidur. Hanya
saja, prosedur kisah klise ini terlampau mengkhwatirkan bagi pembaca yang
menuntut lebih. Pengakuan pengarangnya kalau ini hanyalah ‘semacam cerita
pendek’ mungkin benar adanya.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">*<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Pernah tayang di <a href="https://pustakabergerak.id/artikel/prosedur-kisah-klise-yang-mengkhawatirkan">https://pustakabergerak.id/artikel/prosedur-kisah-klise-yang-mengkhawatirkan</a><o:p></o:p></span></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-3456657204205110012023-01-27T09:57:00.005+07:002023-01-27T09:57:54.356+07:00Menitip Nasionalisme Palestina di Piala Dunia Qatar 2022<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXwveaWvvNYWcXQLmODMYhj23BWOws5w6sSNZRZvErZmIZlwGt1936kyeleYi0YY2VagvwTgMd49l-EjMOdQw4ZHOY5xDC_bL7uEyIXbDVptDxkMZ7RPXyRYZ-dYq702KQ-ccHauSnaF-bGFb7hh0LL9JgCvG7KSaP3IsgNWBM0BPPSa95R9f6e3SU/s960/B3YXB2LLINLH5DLP37NMRGIHKQ.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="627" data-original-width="960" height="418" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXwveaWvvNYWcXQLmODMYhj23BWOws5w6sSNZRZvErZmIZlwGt1936kyeleYi0YY2VagvwTgMd49l-EjMOdQw4ZHOY5xDC_bL7uEyIXbDVptDxkMZ7RPXyRYZ-dYq702KQ-ccHauSnaF-bGFb7hh0LL9JgCvG7KSaP3IsgNWBM0BPPSa95R9f6e3SU/w640-h418/B3YXB2LLINLH5DLP37NMRGIHKQ.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber gambar di <a href="https://www.reuters.com/" target="_blank">sini</a></td></tr></tbody></table><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Piala Dunia Qatar 2022 menjadi
hipotesa gelaran Piala Dunia sebelumnya. Tapak itu bisa dimulai dari semua
tahapan gelaran, juga bisa mengambil perbandingan satu periode. Umpamanya saja,
Piala Dunia 1986 di Mexico. Di Piala Dunia Qatar tak bisa lagi ada gol tangan
tuhan karena wasit sudah membekali diri Video Assistant Referee (VAR).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Wasit akan menghentikan
pertandingan begitu menerima konfirmasi meski sang pemain sudah melakukan
selebrasi atas gol yang dilesakkan. Ada banyak contoh yang lahir sejak
penyisihan fase grup berlangsung. Seperti dua gol Argentina ke gawang Arab
Saudi atau upaya Griezmann menyamakan kedudukan ketika Tunisia merusak
kedigdayaan Prancis di grup D.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Siapa sangka aturan <i>offside</i>
seketat itu lahir ketika Dewan Asosiasi Sepakbola Internsional (IFAB) melakukan
evaluasi yang didasari dari aksi Mbappe mencetak gol dalam gelaran UEFA Nations
League yang mempertemukan Prancis dan Spanyol di final tahun 2021. Spanyol
kalah dengan skor 2-1 yang menjadikan Prancis negara kedua mengangkat trofi
setelah Portugal meraihnya di tahun 2019.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Selain menjadi hipotesa, Piala
Dunia di Qatar juga, seperti biasa perhelatan akbar, juga sebuah etalase
kampanye. Lewat tim Jerman dengan foto tutup mulutnya sebelum bergelut dengan
Jepang menjadi penitip pesan mengenai isu One Love yang mendorong isu
inklusivitas, khususnya LGBT. Mengapa hal itu dilakukan, jawabnya karena mata
dunia tertuju di Piala Dunia. Kampanye butuh perhatian untuk disimak. Urusan
melahirkan dukungan atau cibiran itu lain hal. Tentu tindakan seperti adalah
pilihan dengan risiko yang sudah dipertimbangkan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Sudah bukan kejutan jika hal
demikian muncul. Sama halnya ketika laga Tunisia kontra Prancis. Aksi seorang
penonton memasuki lapangan dengan membawa bendera Palestina. Mengapa hal itu
dilakukan ketika Tunisia menghadapi Prancis dan bukan di laga kontra Denmark
atau Australia. Mino Bei, supporter Tunisia yang melakukan aksi itu tentu tahu
jika Prancis merupakan negara yang mempraktikkan kolonialisme di masa lalu.
Aljazair, negara tetangga Tunisa adalah salah satu koloninya.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Menyambungkan kabel ingatan harus
sesuai narasi kampanye yang hendak disampaikan. Praktik menggelorakan
nasionalisme melalui sepakbola juga bukan hal baru. Sebagaimana menancapkan
tombak kekuasaan melalui sepakbola. Dua sisi yang terus berebut ruang agar
melakukan penguasaan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Seperti awal mulanya sepakbola
kontemporer merupakan pranata yang dibawa kolonial ke negeri jajahan.
Diperkenalkan sebagai permainan untuk mengurangi aktivitas politik kaum pribumi.
Kaum kolonial berharap pemuda pribumi lebih menyibukkan diri dengan olahraga
ketimbang menggelorakan nasionalisme. Tentu ada yang berhasil dan berjalan
sebaliknya.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Tamir Sorek, peneliti yang fokus
pada hubungan Palestina-Israel mengetuk sepakbola sebagai pintu masuk melihat
hubungan dua negara yang masih berkonflik itu. Patoknya dimulai pasca perang
Arab-Israel tahun 1948. Palestina terjungkal dalam kubangan dan wilayahnya
menjadi aneksasi Israel.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Lewat bukunya, <i>Nasionalisme
Palestina di Lapangan Hijau </i>(Kepik Ungu: 2010, Sorek menujukkan bagaimana
kekuasaan Israel bekerja melalui sepakbola dan itu efektif menggiring
nasionalime Palestina terkubur di sanubari warga Arab Palestina. Tidak
mengherankan bila cucu seorang korban kekejian tentara Israel menjadi pahlawan
bagi tim sepakbola di Israel.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Propaganda media Israel yang
menggelorakan <i>Tidak Ada Arab Tidak Ada Gol</i> merupakan pelengkap
sempurnanya hegemoni kekuasaan Israel bekerja. Pemerintah Israel tentu senang
dengan hal demikian dan memaksimalkan sepakbola sebagai medan perang tanpa
bedil.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;"><br /></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Kuasa Bola Suaka Bola</span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Jadi, di balik kontra Israel dan
Palestina juga terbangun kontra nasionalisme. Kuasa bola di Palestina
barangkali praktik cerdas kolonialisme. Apa yang dilakukan Israel hanya kelanjutan
yang telah dicontohkan Inggris, negara kolonial terbesar di bumi itu “mundur” ke
tepi lapangan menjadi pelatih bagi Israel untuk melanjutkan pendudukan wilayah
Palestina.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Inggris yang mengklaim kalau
sepakbola adalah temuannya turut dibawah dalam jelajah kolonial. Hal itu juga
direflikasi negara kolonial yang lain seperti Belanda di Indonesia, Portugis di
Brasil, atau Prancis di beberapa negara di benua Afrika. Hasilnya tak semulus
di Palestina, justru sebaliknya, sepakbola menjadi suaka menyatukan sentimen
anti kolonial.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Meski tentu saja, hegemoni kuasa
bola tetap bekerja dengan asimilasi di ujung kolonialisme, praktiknya lebih
halus dengan melakukan pencerabutan akar. Contoh terbaik bisa kita lihat sumber
daya yang memenuhi timnas Prancis.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Seperti halnya yang menjangkiti
pemuda Arab Palestina, magnit sepakbola yang dibangun dengan fasilitas penunjang
dan berjalannya liga di Israel menarik warga Palestina secara bergelombang dan
melupakan aneksasi yang dialami. Pilihannya jelas, karena pasca perang Arab-Israel,
krisis yang melanda Palestina tak kuasa membangun infrastruktur. Aneksasi atlet
kemudian terjadi dengan diakomodasinya pemuda Arab Palestina berlaga di Liga
Israel melalui klub sepakbola yang merekrurt mereka.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Olahraga memang memiliki sisi nasionalisme,
kita bisa membayangkan satu bayangan komunitas dari sebelas pemain di lapangan
walau ke sebelas pemain itu memiliki akar suku bangsa berbeda. Dan, munculnya supporter
Tunisia ke dalam lapangan membawa bendera Palestina hendak menunjukkan nasionalisme
sesama akar bangsa Arab. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">*</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Pernah tayang di <a href="http://kalaliterasi.com/2022/12/09/menitip-nasionalisme-palestina-di-piala-dunia-qatar-2022/">http://kalaliterasi.com/2022/12/09/menitip-nasionalisme-palestina-di-piala-dunia-qatar-2022/</a><o:p></o:p></span></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-67084122821693518152023-01-27T08:03:00.001+07:002023-01-27T08:03:28.378+07:00Kota Digeledah dalam Senyap <p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOA-G6ipL9-mRkxVjOryG-419jQdRcF9rG_6WVZxbQCcrCi7cyCjj4sk4c7XzwqfZ5kdn-euwsfm0iv4og1TBf244P56KyUW7xDUSrpqdpLIRIJ7xFfpRJbrwFE4sZfUPUMB1tmO7_0qnTkWWpVKVv9EOLh3rUnz4gx6su689nug3wsMWYH-N63EM5/s760/cover_artikel_5f76a199778fb5f76a19977934.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="300" data-original-width="760" height="252" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOA-G6ipL9-mRkxVjOryG-419jQdRcF9rG_6WVZxbQCcrCi7cyCjj4sk4c7XzwqfZ5kdn-euwsfm0iv4og1TBf244P56KyUW7xDUSrpqdpLIRIJ7xFfpRJbrwFE4sZfUPUMB1tmO7_0qnTkWWpVKVv9EOLh3rUnz4gx6su689nug3wsMWYH-N63EM5/w640-h252/cover_artikel_5f76a199778fb5f76a19977934.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dokumentasi: Kamar Bawah, 2020</td></tr></tbody></table><br /><span style="font-family: "Times New Roman", serif;"><br /></span></p><p><span style="font-family: "Times New Roman", serif;">Dalam kurun limabelas tahun terakhir,
apakah pernah mendengar masalah kota di Makassar akibat minimnya akses petani,
terancamnya hutan nipah, dan peran para pemulung. Saya menandai tiga topik ini
di buku dwi bahasa: Kota Diperam dalam Lontang-City Soaked in Drinking Stall
yang merangkum hasil penilitian enam peneliti.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Para peneliti ini disatukan dalam
program Anak Muda dan Kota yang diinisiasi Tanahindie. Program berlangsung dari
Januari hingga Juli tahun 2018. Rentang waktu yang lumayan panjang itu
memungkinkan bagaimana para peneliti masuk lebih dalam ke dunia subyek yang
diamati.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Saya butuh waktu sebulan melakukan
pendekatan ke salah satu keluarga pemilik lontang di Pampang,” ujar Wilda
ketika berjumpa di Kampung Buku beberapa bulan lalu. Wilda Yanti Salam, salah
satu peniliti yang mengambil peran dengan menyelam dalam kehidupan pangebba,
sebutan profesi untuk pembuat ballo (tuak) dari nipah.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Di laporan penelitiannya, ia tidak
mengambil jarak dan menempatkan suara pangebba sebagai orang pertama. “Namaku
Asri. Saat ini saya berumur 43 tahun, orang asli Paropo yang pendiam dengan
tubuh kecil dan rambut keriting…..” Mulanya saya pikir penggunaan sudut pandang
pertama di awal kalimat merupakan kekeliruan, tetapi hal itu memang pilihan
sadar karena di bagian lain suara Jung, istri Asri, juga dijadikan penutur
orang pertama. Wilda menempatkan dirinya sebagai perwakilan saja dalam
menuliskan sekelumit kisah Asri dan keluarganya.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Anwar Jimpe Rachman selaku editor,
dalam catatan pengantarnya menerangkan jika hasil keenam peneliti tersebut
dirangkum bersamaan dengan hasil residensi yang juga digelar Tanahindie yang
tertarik dengan dunia seni, fokusnya adalah fotografi, audio, dan videografi.
Sebuah program terpisah dari Anak Muda dan Kota tetapi meneroka hal yang sama
yakni: Kota Makassar.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;"><br /></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Bertani dalam Kota</span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Wajah Makassar yang kerap ditatap
tentu saja kemacetan sebagai konsekuensi logis dari bertumbuhnya infrastruktur
kota. Manusia memiliki keluhan yang sama mengenai hal ini, termasuk pemangku
kebijakan itu sendiri. “Jangan lewat jalan itu, nanti terjebak macet” sebentuk
peringatan kolektif yang bisa langsung dipahami.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Sebenarnya, penggambaran wajah kota
seperti itu adalah defenisi yang buruk. Namun, sekaligus itu yang senang
dilakukan untuk terus mengabarkan perubahan kota dari waktu ke waktu. Model
pembangunan yang terjadi terus dilakukan untuk membedakan identitas dengan
lokus wilayah yang lain. Desa, misalnya, yang tidak perlu bergegas agar
definisinya setara dengan kota.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Imajinasi kota berasal dari atas.
Di Makassar, dalam kurung waktu 15 tahun terakhir sejak pemerintahan Ilham
Arief Sirajuddin (IAS) (2004-2014) yang kemudian dilanjutkan Mohammad Ramdhan
Pomanto (Danny Pomanto) (2014-2019). Pergeseran konsep imajinasi dari Kota
Dunia yang didengungkan IAS, ke Kota Lorong dalam konsepi Danny Pomanto, pada
dasarnya setali tiga uang. Wajah kota Makassar masihlah tafsiran vertikal yang
melahirkan gap struktural kelas sosial.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Berdasarkan data yang dirilis Bada
Pusat Statistik periode Agustus 2019, Kota Makassar menampung 17 persen
penduduk di Sulawesi Selatan, tertinggi di antara 23 kabupaten/kota yang lain.
Membaca statistik tersebut bukanlah hal menakjubkan, malah, angkanya bisa terus
naik.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Lalu, bagaimana Makassar memenuhi
kebutuhan pangan penduduk yang melimpah? Dari mana datangnya beragam jenis
pangan yang tersebar di sejumlah pasar? Apakah Makassar yang luas wilayahnya
17.577 hektare memiliki lahan pertanian? Jika ada, mengapa hal itu tidak pernah
menjadi imajinasi pembangunan?</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Achmad Teguh Saputro Z, melalui
penelitiannya, Para Penggembur Lahan-lahan Titipan,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>mengulik kiprah Sitti Nur, perempuan paruh
baya kelahiran 1972 yang mengelola sawah di Kompleks Panakkukang Indah atau
lebih dikenal BTN CV Dewi.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Selama ada ini kompleks, saya yang
garap. Tapi bukan tanahku, tanahnya orang.” ucap Daeng Sitti, demikian ia
disapa. Achmad mengungkapkan praktik pertanian mandiri–bahkan, seorang diri
yang dilakoni Daeng Sitti dengan lahan milik seorang dokter bernama Aswin.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Berbekal lahan titipan itulah Daeng
Sitti mencukupi kebutuhan pangannya sebagai warga kota. Lahan yang tidak
ditinggali pemiliknya itu sebelum digarap menjadi sawah oleh Daeng Sitti,
merupakan tempat pembuangan sampah oleh warga.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Tanah titipan berukuran 30x30 meter
itu menghasilkan 10 karung ukuran 25 kg gabah atau bisa mencapai 4 sampai 6
karung 25 kg beras. “Dari hasil panennya itu, biasanya Daeng Sitti menyimpan
dua karung beras untuk keperluan pribadi dan keluarganya, sisanya ia bagikan ke
kerabat dan tetangganya.” tulis Achmad.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Praktik serupa dijalankan Daeng
Siama, ayah tiga anak dari Jeneponto yang merantau ke Makassar di tahun 2009.
Ia mengolah lahan sekitar satu hektare lebih milik seorang developer perumahan.
Sebelum menanam jagung, Daeng Siama pernah mendapat penghasilan memadai dari
cabai rawit yang mengalami kenaikan harga di tahun 2017 dengan kisaran harga
mulai dari 50 ribu/kg hingga mencapai 90 ribu.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Daeng Siama lalu beralih menanam
jagung setelah tanaman cabainya itu diserang hama. Hasilnya, pernah mencapai
kurang lebih 1 ton. Jagung itu diolah untuk selanjutnya dijual di toko pakan
ternak.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Makassar bukannya tanpa lahan
pertanian, data menujukkan luasan sawah 2.636 hektare tersebar di tujuh
kecamatan. Begitupun dengan lahan perkebunam seluas 1.016 hektar yang terangkum
dalam enam kecamatan.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;"><br /></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Sampah Kota</span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Ada rantai kehidupan yang saya
sadari ketika itu. Kota dan kita mengalirkan sampah dan buangan ke sana, ke
sungai itu. Pohon-pohon nipah lalu menyaring dan memeram segala macam buangan
yang teramat busuk itu, …” tulis Anwar Jimpe Rachman dalam pengantarnya.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Di luar dari fungsi nipah yang
diperam para pangebba, ada fungsi ekologis yang terus bekerja guna
menyeimbangkan alam. Rimbunan nipah itu, barangkali saja, dianggap pohon
endemik tidak berguna yang belum teresentuh peta pembangunan. Lambat laun, alih
fungsi lahan akan memangkas akar terakhirnya dan sisa kita nikmati wujudnya
dalam romansa lukisan bergaya mooi indie atau mengenal nipah dalam bentuk lain,
sebagai nama pusat perbelanjaan, umpamanya.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Wilda tidak hanya menggeledah
kehidupan pangebba, tetapi juga proses menghadirkan tuak hingga bisa dinikmati
di lontang, kedai minum tradisional yang menjadi ruang berinteraksi melepas
penat dan menghambur kisah pelik hidup yang dijalani seharian.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Mungkin saja, mereka yang saban
malam duduk di lontang menikmati tuak tidak menyadari kalau aktivitasnya itu
punya andil dalam mengurai sampah kota. Jika tidak ada mereka, tentu saja hasil
memeram batang buah nipah hasil kerja keras pangebba tidak tersalurkan. Dan,
para panggebba tidak lagi merawat hutan nipahnya atau, menjualnya saja dan
areanya dijadikan lahan pemukiman. Jika sudah terjadi demikian, maka rantai
kehidupan (kerja ekologis) pohon nipah memeram segala buangan sampah yang
mengalir di sungai tidak terjadi.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Seturut dengan itu, peran pemulung
juga tak bisa diremehkan dalam mengurai sampah. Rusli, dalam penelitiannya yang
dijuduli: Pemulung Tiga Generasi, Rusli mengajak kita memasuki kehidupan Asni
Daeng Bollo, pemulung yang menggunakan becak bersama anaknya, Melisa yang kerap
menyusuri jalananan kota memunguti sampah botol plastik. Ia tidak sendiri,
dalam sebuah lahan kosong, suaminya, Daeng Bani dipercaya menjaga tanah
berstatus sengketa itu untuk dijaga dan ditempati asal tidak membangun rumah
permanen. Keluarga yang tinggal di situ masihlah sanak Daeng Bani dan semuanya
mengampuh hidup dengan memulung.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Kerja senyap para peneliti ini
menyiratkan satu asa kalau kota tidaklah berwajah tunggal. Sesuatu yang jarang,
atau bisa saja tidak mendapat perhatian khusus para pemangku kebijakan. Kini,
Makassar kembali riuh di balik proses pemilihan Walikota. Dalam kalender KPU,
Makassar dan 11 Kabupaten/Kota lainnya di Sulawesi Selatan bakal menggelar
pemilihan kepala daerah secara serentak pada 9 Desember 2020 ditengah Pandemi
Covid 19.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Di balik kerja politik elektoral
lima tahunan itu kita menyaksikan bagaimana sorak bergemuruh mempertaruhkan
tokoh-tokoh yang nantinya memeram kota dan menghasilkan tetesan kebijakan untuk
kepentingan pembangunan yang justru, menyingkirkan komunitas warga yang tidak
masuk dalam daftar imajinasi mereka.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">*</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Pernah tayang di <a href="https://pustakabergerak.id/artikel/kota-digeledah-dalam-senyap">https://pustakabergerak.id/artikel/kota-digeledah-dalam-senyap</a></span></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-62651568636437395622022-12-31T18:16:00.004+07:002023-01-12T10:41:28.815+07:00Bapak dan Anak Lelakinya<p><br /></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitxTIXOoSQm9JehgPAx12eCV3Ot-CwB0jSuqNjBlVA6hoL2lH-Hd2LuM177akGece0TaUEeLD5Ir77oGU5pgNxmY4RYTgA4B5wAwpBKAUTyqxX34HPZ0FNVTPXfQ1zIAW1K-X1JKadGmlHqVG5qQZoDnmxYfi30cB4ftVXUGMkxzMOdrOOVcnZfhDX/s4000/52445385350_04488691a6_o.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1800" data-original-width="4000" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitxTIXOoSQm9JehgPAx12eCV3Ot-CwB0jSuqNjBlVA6hoL2lH-Hd2LuM177akGece0TaUEeLD5Ir77oGU5pgNxmY4RYTgA4B5wAwpBKAUTyqxX34HPZ0FNVTPXfQ1zIAW1K-X1JKadGmlHqVG5qQZoDnmxYfi30cB4ftVXUGMkxzMOdrOOVcnZfhDX/s16000/52445385350_04488691a6_o.jpg" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dika dan buku bacaannya</td></tr></tbody></table><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Buku
kecil legendaris tentang siksa neraka terselip di antara tumpukan mainan. Saya
pikir sudah lama berada di sana, saya mengukur interpal waktunya dari tempelan
debu di sampulnya. Baru sore itu, kira-kira tiga bulan lalu saya melihatnya.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Waktu
berlalu.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgc0C6oyF9_zL0LeGV4vB57vZBU6Th6SRhHqZtyXsvZdIUc0uuCcLHUw5qM206kjkhDCLJ8uflapaxLoz0wXeWaqedrl_i5KB8pRY5HP8_dXDB9IwSo5-_gSMv9_T-HNAok1oXcd7SwW-Xf6gnonyB-4UIQzB4iqqSO1v37eqeNH_FI3AryhfohzIYi/s4000/IMG20221023121740.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1800" data-original-width="4000" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgc0C6oyF9_zL0LeGV4vB57vZBU6Th6SRhHqZtyXsvZdIUc0uuCcLHUw5qM206kjkhDCLJ8uflapaxLoz0wXeWaqedrl_i5KB8pRY5HP8_dXDB9IwSo5-_gSMv9_T-HNAok1oXcd7SwW-Xf6gnonyB-4UIQzB4iqqSO1v37eqeNH_FI3AryhfohzIYi/s16000/IMG20221023121740.jpg" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Komik Siksa Neraka di tempat mainan</td></tr></tbody></table><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Di
meja ruang tamu di rumah mertua, saya kembali melihat dua buku tipis seperti
buku siksa neraka, </span><i style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Legenda Kelas Malam </i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">dan</span><i style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> Misteri Boneka Maria, </i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">demikian
judul di sampul. “Buku ini dari mana,” gumamku. Melihat isinya, teks hanya
sedikit dan terdapat gambar yang menjadi pelengkap. Gambar dan teks saling
mendukung untuk menyampaikan pesan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Buku
<i>ku</i> itu,” Dika menyahut setelah melihatku membolak balik halaman.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Dapat
dari mana,” saya membalas.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Beli
<i>ka</i> di sekolah,”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Di sekolah?”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“<i>Iye</i>,”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Guru
yang menjual?”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Bukan,
saya beli di Mas,”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Harganya
berapa,”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Dua
ribu,”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Untuk
apa dibeli,”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Ya,
untuk dibaca,”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">‘Oh,”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Saya
lalu memintanya menjelaskan isi buku-buku itu. Menyimak penjelasannya, rupanya
buku itu memang dibaca. Ia mampu menjelaskan topik bahasan buku. Ketika saya
tanya kenapa beli buku-buku itu. Padahal di rumah ada buku bacaan anak-anak.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Mau
<i>ki</i> tahu <i>ki</i> isinya,” jawabnya.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Kan
isinya bikin takut,”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Itu
<i>mi</i> yang bikin penasaran <i>ki</i>,”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">_</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Total
sudah ada tujuh buku yang ia beli. Kini, Dika sudah duduk di kelas tiga. Usianya tujuh
tahun sekian bulan. Seingat saya, sejak masih duduk di TK, ia sudah bisa
menuliskan abjad namanya di kertas, di tanah, atau di tembok rumah. Semua
berjalan dinamis saja. Saya juga baru tahu kalau ia sudah kelas tiga. Saya
memang tidak terlalu peduli dengan sekolahnya. Ia lebih banyak tinggal di rumah
neneknya. Dalam sepekan hanya dua kali menginap di rumah, itu pun kalau
terlihat bosan, ia akan meminta diantar pulang ke rumah neneknya meski sudah
pukul sepuluh malam.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitmRN-3EUyzqXPydzagbbGGPb5mFhvH0gZVdizU9lCU8W6IJjqCbLknaN1WjZBXDGMGdTAJOpau4c9qEzdlwzzxwKgFGPHym2dMCUtVKveEf3f5q65xoG0WGHjxvCb_SaoAFqgH0z-IXbrQjzY-K-sgJpocJdjIbKeDEgzBNqt0yPMWEuu4Kz-uW4Q/s4000/52445218229_96b7f4f388_o.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1800" data-original-width="4000" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitmRN-3EUyzqXPydzagbbGGPb5mFhvH0gZVdizU9lCU8W6IJjqCbLknaN1WjZBXDGMGdTAJOpau4c9qEzdlwzzxwKgFGPHym2dMCUtVKveEf3f5q65xoG0WGHjxvCb_SaoAFqgH0z-IXbrQjzY-K-sgJpocJdjIbKeDEgzBNqt0yPMWEuu4Kz-uW4Q/s16000/52445218229_96b7f4f388_o.jpg" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Koleksi bacaan misteri (minus buku siksa neraka)</td></tr></tbody></table><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Emaknya
bilang kalau Dika dibekali uang jajan sepuluh ribu tiap ke sekolah. Kadang lima
ribu kalau masuk siang. Sepulang sekolah ia akan meminta uang jajan lagi yang
nilainya variatif. “Anak <i>ta</i> itu kuat sekali belanja, kalau dihitung,
bisa 30 ribu sehari,” emaknya pernah berujar seperti itu.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Saya
mengangguk saja mendengar penjelasan itu.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Aktivitas
saya dan emaknya Dika tidak mendukung untuk selalu menemani anak. Perjumpaan
saya yang jarang dengan Dika sejak tujuh tahun lalu terus berlanjut hingga
sekarang. Dulu, ketika kerja di Makassar, saya pulang sekali sepekan. Kini,
setelah bisa pulang pergi dari Maros ke Pangkep, rupanya waktu luang bersama
Dika tak juga begitu lekat. Ia sudah bisa memilih di lingkungan mana yang disenanginya
dalam sehari. Pilihannya tentu saja di rumah neneknya.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Bagus
di rumah nenek, tidak pernah <i>ki</i> dilarang-larang,” ucapnya suatu hari.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Konon,
anak lelaki lebih dekat dengan emaknya. Saya juga merasakan itu. Dika baru akan
menginap di rumah jika emaknya datang setelah tiga hari tiga malam menginap di
sekolah tempatnya menjalani profesi guru di salah satu SMP di Barru. Hanya jika
situasinya kompleks, ia harus menginap bersama saya di rumah jika neneknya sakit
atau sedang menghadiri hajatan pernikahan di luar Pangkep.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: center;">_ </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Kembali ke soal
menyisihkan uang jajan membeli buku tadi. Karena penasaran, suatu hari saya
meluangkan waktu mendatangi sekolahnya tanpa sepengetahuannya. Saya mengikuti
petujuk Dika kalau penjual itu akan datang sekitar pukul sebelas siang.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Waktunya saya kira
tepat, di depan sekolah Dika ada jasa cuci motor, jadi sekali melangkah dua hal
bisa saya lakukan. Sembari menunggu sepeda motor selesai dicuci, saya menyusuri lorong di
samping sekolahnya dan menantikan aktivitas siswa keluar main menjumpai penjaja
makanan dan mainan di luar pagar sekolah.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiniHe6spbpP4lbJZrYGSL5a0-4bqXEiPSrhGVwsSZAvHqX39fytg5avXzKzQmXMEtVTt4ajgIYzjp9LilbYFDwcqfKqsxrwYinhbHZCLlkgwbofgxe6yNU5BiV7p-CMW1psqkz-ChQYbICtdD85EmmCW705nteDabO11WtaIgEG0FO0Fq854yvEgHQ/s4000/IMG20221231143723.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1800" data-original-width="4000" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiniHe6spbpP4lbJZrYGSL5a0-4bqXEiPSrhGVwsSZAvHqX39fytg5avXzKzQmXMEtVTt4ajgIYzjp9LilbYFDwcqfKqsxrwYinhbHZCLlkgwbofgxe6yNU5BiV7p-CMW1psqkz-ChQYbICtdD85EmmCW705nteDabO11WtaIgEG0FO0Fq854yvEgHQ/s16000/IMG20221231143723.jpg" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Jasa cuci motor depan sekolah Dika di Kelurahan Paddoangdoangang</td></tr></tbody></table><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;"></span></p><div style="text-align: left;"><span style="font-size: 12pt;">‘Mas’ yang
dimaksud Dika bukanlah perantau dari Jawa, penjual mainan itu, </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;">saya lupa namanya,</span><span style="font-size: 12pt;"> masihlah orang Pangkep, ia tinggal di Desa Bulu Cindea, Bungoro. Ia mendapatkan
barang jualan di Pasar Maros yang dibeli di tempat grosir kemudian ia ecerkan
dari sekolah ke sekolah.</span></div><div style="text-align: justify;"><br /><span style="font-size: 12pt;"><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: justify;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiT0tQsu83QxjgnUXBp8D62FeEQZYkhWONrztbTEMZFSyfxivEflWGFG65-1GF6xrb6IwKgC9y2nMXtpBkP_quDWt6vX_mOkTF_x2mQTZXX2tcgaPGZo4P2lnBo54zOKqfJ_UYBNRFGiMER1qJYuUFci5iRiJAEUJIvfYgQEb3IdKzLf4iOFb1qVNiA/s4000/52445218354_23fcd568c1_o.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1800" data-original-width="4000" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiT0tQsu83QxjgnUXBp8D62FeEQZYkhWONrztbTEMZFSyfxivEflWGFG65-1GF6xrb6IwKgC9y2nMXtpBkP_quDWt6vX_mOkTF_x2mQTZXX2tcgaPGZo4P2lnBo54zOKqfJ_UYBNRFGiMER1qJYuUFci5iRiJAEUJIvfYgQEb3IdKzLf4iOFb1qVNiA/s16000/52445218354_23fcd568c1_o.jpg" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Penjual mainan<br /></td></tr></tbody></table></span></div><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Beragam mainan ia
jual seperti <i>latto-latto, </i>kwartet, dan jenis mainan lain yang disenangi
anak-anak. Berbekal sepeda motor dan etalase yang dipasang di sadel, ia menerangkan
jika hasil jualannya mampu mencukupi kehidupan keluarganya dengan penghasilan
kotor sekitar 200 ribu sehari. “Kalau lagi mujur,” ia menambahkan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Kalau selesai di
sini, saya menuju ke lapangan Bungoro,” ucapnya kemudian.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJxM-wN8EAUhDldpnMSoUyumXTBOakM2sO9s1iqZbs9SjZjQTRSLqIC2lzIy07i13cPrV4_tvdAiAISROG8qWPS-mbqNiKqwDwFm0aq3qqWRn8jIGxsdPR-Kp007LK5Fl2_AHQbC3trO8VXrUuWr5ysuyHwqf3t21gHQBIZj4HF1jHO28VwdKGez_p/s4000/52445385475_5df31126b5_o.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1800" data-original-width="4000" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJxM-wN8EAUhDldpnMSoUyumXTBOakM2sO9s1iqZbs9SjZjQTRSLqIC2lzIy07i13cPrV4_tvdAiAISROG8qWPS-mbqNiKqwDwFm0aq3qqWRn8jIGxsdPR-Kp007LK5Fl2_AHQbC3trO8VXrUuWr5ysuyHwqf3t21gHQBIZj4HF1jHO28VwdKGez_p/s16000/52445385475_5df31126b5_o.jpg" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Teman sepantaran Dika memilih mainan</td></tr></tbody></table>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Lebih
jauh ia mengisahkan kalau dulunya sewaktu bapaknya masih hidup, ia berjualan
mainan dan pakaian dari pulau ke pulau. Rutenya menjangkau pulau-pulau di
Kecamatan Liukang Tupabbiring Utara.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Dika
tidak kaget ketika melihat saya bercakap dengan penjual mainan itu.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Itu
anak saya,” ucapku.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Oh,
pintar itu anak, lima ribu <i>ji</i> selalu <i>na</i> belanja,” ucapnya</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Mendengar
itu saya menyimpan kesimpulan yang perlu mendapatkan validasi lebih lanjut.
Jika hanya belanja lima ribu di sekolah, sedangkan ia mendapat uang jajan
sepuluh ribu. Sisanya dikemanakan. Terus, jajan lima ribu dapat apa saja. Jika
harga buku dua ribu, tiga ribunya ia pakai membeli somai, bakso tusuk, atau es kemasan (Pop Ice) yang
saya lihat sendiri waktu itu.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4ru5xP1y8o2MiHsXLa2AmSHxOqBszNusFUuzL4BSn0ldPEbq6k1kk_jcQ2AdneGEMZFnU581IfyXompBPcc65oB78PkMxyazzn2mUQbRG5meSARjUH6Rnxeb6aLpswu1PM9-gqFNwT6WunFm23c2nCmapuwdPgGSbsPxRIE_h5_fPr4UfFgSZ26Uz/s4000/52445385600_fc0fd4c140_o.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1800" data-original-width="4000" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4ru5xP1y8o2MiHsXLa2AmSHxOqBszNusFUuzL4BSn0ldPEbq6k1kk_jcQ2AdneGEMZFnU581IfyXompBPcc65oB78PkMxyazzn2mUQbRG5meSARjUH6Rnxeb6aLpswu1PM9-gqFNwT6WunFm23c2nCmapuwdPgGSbsPxRIE_h5_fPr4UfFgSZ26Uz/s16000/52445385600_fc0fd4c140_o.jpg" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dika minum Pop Ice kemasan<br /><br /></td></tr></tbody></table><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;"><div style="text-align: left;"><span style="font-size: 12pt;">Sebelum
melihat saya sedang bercakap dengan penjual mainan, Dika lebih dulu menghampiri
penjual makanan dan memesan Pop Ice yang dikemas ulang ke dalam plastik. Ia
mengeluarkan uang sepuluh ribu dan mendapat kembalian tujuh ribu. Sambil menyedot
minuman dingin yang seharusnya ia kurangi karena amandelnya bisa kambuh jika
kebanyakan mengonsumsi minuman dingin, ia menghampiri penjual mainan dan
melihat etalase mainan.</span></div></span><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“<i>Sudami</i>
kubaca ini,” saya mendengar ucapannya itu sebelum melihat saya.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Eh,
Bapak, belum <i>pa</i> pulang jam begini,” ucapnya ketika melihatku ada di situ.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Ia
berlalu ke dalam sekolahnya setelah kusampaikan kalau saya lagi cuci motor dan
sebentar menjemputnya lagi di jam pulang sekolah.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">Sepulang dari menuntaskan
rasa penasaran itu, yang tinggal menjadi pertanyaan sisa uang belanja yang lima
ribu. Padahal, menurut emaknya, Dika minta uang belanja lagi sepulang sekolah. Informasi
lain dari tante dan omnya dari pihak emak, kalau Dika biasa belanja online
menggunakan hape neneknya.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Uang <i>na</i> <i>tonji</i>
itu <i>napake. Natabungi</i> uang <i>belanjana </i>dari sekolah<i>,” </i>tutur
omnya.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">“Banyak
<i>uanna</i> Dika, belum <i>pi</i> itu yang dikasih uang kembalian kalau biasa
disuruh beli rokok sama kakeknya,” lanjutnya.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: center;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt;">_</span></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-76150374335869902812022-11-29T08:07:00.002+07:002022-11-29T08:07:32.787+07:00Memangnya Kenapa Kalau Argentina Menangis<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWTEZ2nMRqrFuWF1PAacYRTTCF7ePOHhrqwKm1lW39ZkbCAyGMzcnEuodMYmIqGIYP3-57mL_NuiZkBWOeI2jNRxO4xSBrPQgS32SPLdDPUA-X-3y98BAtIh-ZHAFhm0gdxX3gyKHLiKogx6xMuiabvVBdT7Pd_juV2Nlc7TTlmxUXveXFaurbJe0k/s700/1443519183.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="467" data-original-width="700" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWTEZ2nMRqrFuWF1PAacYRTTCF7ePOHhrqwKm1lW39ZkbCAyGMzcnEuodMYmIqGIYP3-57mL_NuiZkBWOeI2jNRxO4xSBrPQgS32SPLdDPUA-X-3y98BAtIh-ZHAFhm0gdxX3gyKHLiKogx6xMuiabvVBdT7Pd_juV2Nlc7TTlmxUXveXFaurbJe0k/w640-h426/1443519183.jpeg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber gambar <a href="https://sport.detik.com/sepakbola/bola-dunia/d-6420587/argentina-vs-arab-saudi-arab-saudi-berbalik-unggul-2-1" target="_blank">di sini</a></td></tr></tbody></table>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Don’t Cry for Me Argentina. Judul
lagu dan juga himne sosial yang melekat kuat dalam benak warga Argentina. Saya
bisa saja keliru. Apakah hal ini benar-benar terjadi. Pasalnya saya tidak
membekali diri dengan literatur memadai terkait satu tapak peristiwa ketika
momen itu dkhotbahkan di dekade 50-an di sanubari warga Argentina. Benarkah
semua warga Argentina menangisi kepergian Evita Peron. </p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Yang saya tahu sedikit dari memaknai
kisah yang ditampilkan melalui video klip ketika lagu itu tampil di layar kaca,
pesona Madonna yang melantunkan lagu itu nampaknya menjadi penarik yang lain di
balik kisah lagu itu sendiri.</p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sejarah Argentina yang panjang
dengan segala medium yang bisa dipilah. Di sepakbola, misalnya, Argentina
adalah penguasa kawasan Amerika Selatan. Terbanyak mengumpulkan tropi Copa
America. Melengkapi itu tidak absah jika tidak ada tropi Piala Dunia (PD). Maka
diupayakanlah merebut tropi itu dengan panduan militer. Hasilnya, tahun 1978
menjadi buktinya.</p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Memang seperti itulah. Sejarah
bukan hitam dan putih. Asumsi kalau Argentina tim superior sebenarnya sudah
dipatahkan berkali-kali. Jadi, jika Arab Saudi menjungkirkannya di Qatar, sudah
bukan hal baru. Bulgaria dan Rumania sudah melakukannya di AS pada 1994. Dua
timnas dari jazirah Balkan yang disemati tim semenjana itu, meski Hagi ada di
lapangan tengah Rumania dan Stoichkov di Bulgaria.</p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Di tahun 1987 juga demikian, Argentina
tuan rumah dalam gelaran Copa Amerika. Kolombia, dengan si pirang gimbal,
Velderama mengalahkan magis Maradona. Di tahun 2018, edisi PD di Rusia, negeri
es yang jumlah pendudukunya lebih banyak dari wajib pilih Sulawesi Selatan,
Islandia, hampir saja membungkam Argentina. Pun penalti Messi dimentahkan.
Puncaknya, negara yang baru sepenggal memiliki sejarah sepakbola, Kroasia
menenggelamkan Argentina dengan skor mencolok: tiga gol tanpa balas.</p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Jadi, kekalahan itu sudah bukan
hal baru. Argentina boleh, dan wajar untuk menangis jika dikalahkan oleh timnas
yang tak pernah dibayangkan bakal melakukannya. Kita, tentu tak bisa
menyepakati No Argentina No Party, apalagi No Cry No Argentina.</p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Setelah pertandingan selesai,
seorang kawan menyampaikan <i>joke</i> kalau kemenangan Arab Saudi dikarenakan <i>shaf</i>
salat pemain Arab sangat rapi dan disiplin, gol Martinez di babak pertama
dianulir hanya karena lengannya melewati garis <i>shaf</i> bek pemain Arab.</p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Batistuta mengomentari kemenangan
Argentina ketika menjuarai Copa America tahun lalu, menurutnya berkat kerjasama
tim. Jika ingin menjuarai Piala Dunia semua tumpuan tak bisa dibebankan pada
Messi seorang. Legenda Argentina itu rupanya belum juga menyadari kalau
pelimpahan beban ke Messi bukan hanya datang dari warga Argentina. Hampir semua
warga yang ada dibelahan negara mana pun melakukan hal serupa. Dan, tidak
mustahil jika ada warga Arab Saudi lebih mendukung Argentina ketimbang timnas
negaranya sendiri.</p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kita lupa berfikir seperlunya
saja soal Messi. Mengapa dirinya mendapat perhatian lebih selain Cristiano
Ronaldo. Ini dosa siapa sehingga kita terjebak di sana. Algoritma sel otak
menghambat hemoglobin menyalurkan darah segar. Serasa cuma dua orang itu yang
rasanya sangat kasihan jika tidak memenangkan Piala Dunia dalam kariernya. Mana
ini Piala Dunia terakhir lagi. Dan, kita seperti menerima dosa karena tak bisa
berbuat apa-apa.</p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Padahal kalau dipikir-pikir, tim
yang lolos di Qatar merupakan tim yang memiliki peluang mengangkat tropi.
Peluang itu sama rata karena tentu tidak mungkin timnas Indonesia atau Thailand
yang masuk final. Semua tim yang berlaga di Qatar telah melewati seleksi di habitatnya
masing-masing mencukupi pembagian jatah dari FIFA.</p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Obat duka itu berupa waktu,
Argentina, juga tim yang lain akan segera pergi dari Qatar sesuai jatah waktu
yang bisa dipertahankan. Ini serupa cerita dalam film <i>Jumanji: Welcome to
the Jungle</i>, ada level waktu yang perlu dijaga. Hai, para fans dari orang
yang mendukung tim idolanya masing-masing. Ingatlah, jika sudah tiba waktunya:
menangislah jika itu dianggap penyelesaian. Semua akan begitu<o:p></o:p></p>
<p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b>_</b></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-83408644747359303452022-11-26T09:35:00.005+07:002022-11-29T08:08:37.250+07:00Cara Lain Melihat di Balik Inggris Membantai Iran<p></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNMOZDx7eYFupAtQTmB31Rc8PGhGFEW5CmhhwwVuIvtTNJzUjP3eNWNBPAaxJD0Z_zeFOfMzIrYpfM0te4VCGFtSl3Y-l5t_0syFHH3UjHWon7V2Bwe8pNxbDK8mzGa0u4HB35mY3R3S3YRpwXGUtfSvOCd9m_1dKeoPiFcTIH4nVExoF2Ik-xRNVR/s700/1244957330_169.jpeg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="394" data-original-width="700" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNMOZDx7eYFupAtQTmB31Rc8PGhGFEW5CmhhwwVuIvtTNJzUjP3eNWNBPAaxJD0Z_zeFOfMzIrYpfM0te4VCGFtSl3Y-l5t_0syFHH3UjHWon7V2Bwe8pNxbDK8mzGa0u4HB35mY3R3S3YRpwXGUtfSvOCd9m_1dKeoPiFcTIH4nVExoF2Ik-xRNVR/w640-h360/1244957330_169.jpeg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber gambar <a href="https://sport.detik.com/sepakbola/bola-dunia/d-6418859/inggris-vs-iran-tim-tiga-singa-pesta-gol-6-2" target="_blank">di sini</a></td></tr></tbody></table><span style="background-color: white; color: #050505; font-family: inherit; font-size: 15px; white-space: pre-wrap;"><br /></span><p></p><p></p><p style="text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 11pt;">Timnas
Iran dan Inggris tidak sering bertemu. Seingat saya, kedua timnas juga tidak
pernah melakoni laga persahabatan (tolong diingatkan jika saya keliru). Karena
beda benua, satu-satunya ruang di mana mereka bisa bertemu tentulah di ajang
Piala Dunia.<o:p></o:p></span></p>
<p style="text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 11pt;">Hasil
rounde pengisian laga di babak fase grup, kedua timnas berada di Grup B dalam
helatan Piala Dunia Qatar 2022 dan, hasilnya, pada Senin, (21/11). Inggris
membantai Iran dengan skor 6-2. Enam biji gol tidaklah mudah, apalagi dilakukan
dalam perhelatan Piala Dunia. Sebutan ‘membantai’ tentulah tidak berlebihan.<o:p></o:p></span></p>
<p style="text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 11pt;">Di
balik wara wiri informasi yang singgah di kuping kita, kabar Inggris dan Iran
yang dikonsumsi adalah perseteruan kebudayaan. Meski statusnya di bawah
perseteruan AS-Iran, konflik Inggris-Iran tak kalah riuhnya. Bayangkan, hal ini
dimulai di medan sastra ketika Salman Rushdie menganggu kenyamanan otoritas
Iran dengan sebuah novel. Maksud saya, Rusdhie tidak secara khusus menulis
novel The Satanic Verses yang terbit di tahun 1988 itu sebagai sumbuh untuk
menyulut api di janggut para Mullah di Iran.<o:p></o:p></span></p>
<p style="text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 11pt;">Lipatan
waktu kemudian menandakan jika novel itulah yang menjadi muasal lahirnya fatwa
mati yang dilontarkan Imam Khoemeini. Dampaknya, Rushdie hidup dalam
persembunyian sekian puluh tahun. Kontra hukum di Barat dan Timur mau tidak mau
menjadi legal wacana mengiringi situasi pelik ini.<o:p></o:p></span></p>
<p style="text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 11pt;">Otoritas
Inggris tentu saja tak mau menyerahkan begitu saja nyawa warganya dipancung
hanya karena sebuah novel. Begitu juga dengan Iran yang memegang teguh otoritas
sebuah fatwa. Sampai di sini, tentu sangat kompleks mengurai status hukumnya.
Saya tidak mau memasukinya lebih jauh, prolog ini cukup untuk menarasikan jika
pangkal perseteruan Inggris-Iran yang akan dibahas lebih lanjut sudah
menyambungkan kabel ingatan melihat perseteruan lain Inggris-Iran: di medan
sepakbola.<o:p></o:p></span></p>
<p style="text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 11pt;">_<o:p></o:p></span></p>
<p style="text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 11pt;">Sepakbola
yang terus berkembang telah mengalami progresif pemaknaan baik dari denotasi
dan konotasi. Sepakbola lebih sekadar olahraga, itu sudah lama sekali terjadi
ketika permainan ini melintasi garis benua antar negara. Jalinan makna
konotasinya juga demikian. Di balik sepatu atau kostum yang dipakai Cristiano
Ronaldo atau Lionel Messi, umpamanya, tersirat kampanye untuk mendorong adanya
capaian yang dikehendaki oleh para orang-orang yang merancang di balik semuanya
itu.<o:p></o:p></span></p>
<p style="text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 11pt;">Tetapi,
sepakbola tidak benar-benar berhenti menjadi permainan dan pertandingan. Sebab,
jika itu terjadi, maka selesailah segala perdebatan. Bagi atlet tak punya cara
atau panduan bagaimana melakoninya, penikmat (penonton) tak cukup bekal candu
menyaksikannya, dan orang-orang yang mengatur manajemen di balik sepakbola
kehilangan dokumen regulasi.<o:p></o:p></span></p>
<p style="text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 11pt;">Segalanya
bisa terjadi, Timnas Inggris juga Iran menyadari betul hasil di balik
pertandingan. Selain perebutan tiga poin sebagai tabungan lolos ke fase
berikutnya. Kemenangan dan kekalahan adalah sisi mata koin yang menjadi peluru
untuk saling meledek. Menjadi senjata bagi otoritas Inggris dan Iran dalam
meneguhkan kejayaan di medan politik. Senjata itu lalu dikonstruksi sedemikian
rupa antar pendukung di luar otoritas kedua negara.<o:p></o:p></span></p>
<p style="text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 11pt;">Kemenangan
timnas Inggris yang mencolok dalam laga kedua Piala Dunia Qatar 2022 itu adalah
kabar yang disaksikan dunia kalau Inggris mampu menaklukkan teluk. Sub kabar
lainnya hendak mengabarkan kalau Iran harus terbuka seperti Qatar yang
sama-sama berdiri di jazirah Teluk. Terbuka atas tatanan dunia yang terus
berubah.<o:p></o:p></span></p>
<p style="text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 11pt;">Iran
dalam lini masa lima bulan terakhir tersudut dari banyak peristiwa yang
terjadi. Semuanya berpangkal pada ketatnya aturan negara membatasi kebebasan
warga. Namun, harus dilihat juga jika kebebasan yang dimakusdkan di situ adalah
kebebasan di balik jendela Eropa.<o:p></o:p></span></p>
<p style="text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 11pt;">Tentu
Iran bergeming dengan konsep kebebasan ganda yang dialamatkan itu. Sebagai
negara mandiri, Iran punya panduan juga memaknai kebebasan dalam menjaga
stabilitas. Kemenangan revolusi 1979 yang diraih adalah fondasi bagi Iran
membersihkan asumsi kebebasan barat bermata ganda yang menjangkiti Iran di
balik kekuasaan yang digulingkan.<o:p></o:p></span></p>
<p style="text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 11pt;">Jika
asuminya revolusi Iran melahirkan monarki Mullah yang menjadikan Iran tertutup
yang memangkas jalur kebebasan, termasuk sepakbola karena larangan bagi
perempuan ke stadion. Bukankah Inggris sejak dulu kala adalah monarki yang
berdiri kuat sembari menjalankan sistem demokrasi di balik selimut raja.
Menyudahi sistem politik masuk ke arena sepakbola, saya kira, sama saja
menggantikan sepakbola dengan permainan catur di mana atletnya (bidak) dapat
langsung dipegang dan diarahkan kemana harus melangkah.<o:p></o:p></span></p>
<p style="text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 11pt;">Sepakbola
juga telah mengalaminya, karena itulah ada asosiasi dan menajamen yang bekerja
dan memilih pemain menggunakan mata pelatih yang ditunjuk. Kembali di balik
timnas Inggris membantai timnas Iran. Mungkin saja bentuk tamparan atau,
katakanlah balasan bagi Iran yang, sejak terbitnya fatwa mati bagi Rusdhdie di
dekade 80-an tetap berlaku dengan masih terjadinya incaran nyawa Rushdie yang
terjadi di New York pada 12 Agustus lalu.<o:p></o:p></span></p>
<p style="margin-bottom: 12.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 12.0pt; margin: 12pt 0cm; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 11pt;">Dendam
memang tak pernah mati dan terus beranak pinak. Waktu tak kuasa menghentikannya.
Jika tidak terbalaskan di waktu lampau, masa akan datang adalah ruang. Jika
tidak ditunaikan di medan awal mula konflik itu terjadi, maka akan dilakukan di
medan lain. Dan, sepakbola menyediakan tempat itu. </span></p><p></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-64796190130076477112022-05-22T19:40:00.002+07:002022-11-21T10:15:21.162+07:00Hidup Kadang Begitu dan Terkadang Hidup Ini<p> </p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjN30Xcrn2vTUwgz_FZWjKZqk2qJ6aJtFTaJNjq4g8Jgyh6_PJR3bwf7V3QhhsJRto1LFdhs8GNHDj4XgZ6eu9HiA2OcliNhSiAiZvrkTyMCpWdi8Xntsq7p1e6dTxhNFHtrkZJqYCMiGbjdUlu19ljZwucfzsffE1ZQxwDftJ8FQt0MpF1fuo-KIjo/s1280/7d9bb842-107b-49c5-a722-7b1c258b6d84.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="576" data-original-width="1280" height="288" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjN30Xcrn2vTUwgz_FZWjKZqk2qJ6aJtFTaJNjq4g8Jgyh6_PJR3bwf7V3QhhsJRto1LFdhs8GNHDj4XgZ6eu9HiA2OcliNhSiAiZvrkTyMCpWdi8Xntsq7p1e6dTxhNFHtrkZJqYCMiGbjdUlu19ljZwucfzsffE1ZQxwDftJ8FQt0MpF1fuo-KIjo/w640-h288/7d9bb842-107b-49c5-a722-7b1c258b6d84.jpg" width="640" /></a></div><br /><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif;">“Kenapa tidak pernahki kita </span><i style="font-family: "Times New Roman", serif;">update</i><span style="font-family: "Times New Roman", serif;">
status, Kak,” seseorang mengajukan pertanyaan. Dua, atau, tiga tahun lalu. Mungkin
sudah lima tahun. Lupa, persisnya. Saya menduga kalau itu mungkin, pertanyaan
basabasi agar ia punya alasan mengajukan permintaan (bukan pertanyaan) sesunggguhnnya.
Semacam pembuka saja. Tiga tahun mengenalnya, cukup memahami wataknya dan,
selanjutnya, begitu pertanyaan itu mendapat respons, ia akan melanjutkan hingga
tiba di waktu yang tepat mengajukan maksud yang sesungguhnya. Sebuah permintaan.
Perintah, tepatnya. Hidup kadang begitu.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Status apa!”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Status WA.”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Oh, <i>bisakah</i>!”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“<i>Eddd</i>,,,ya bisalah. Ini
contohnya, Kak!”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Sejak itu, rupanya, hidup kadang
tidak begitu. Sungguh, dua atau tiga, atau, malah, lima tahun lalu itu saya
benar-benar tidak tahu kalau aplikasi WhatsApp itu memiliki fungsi lain. Saat
itu, saya pikir WhatsApp hanya pengganti peran SMS. Terkadang hidup ini.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">*</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Kita bertemu dua jam lagi di
Warkop biasa,” seorang kawan mengirim pesan lewat WhatsApp. Mungkin, tiga atau
empat tahun lalu. Juga, lupa, persisnya. Tetapi, intinya, saat itu ia
menawarkan proyek untuk digarap bersama.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Saya tidak membalasnya dan bergegas
ke warkop yang dimaksud. Hingga segelas kopi tandas, teman itu tak juga muncul.
Saya lalu meneleponnya beberapa kali dan tidak diterima. “Mungkin ia sedang di
jalan mengebut sepeda motornya,” pikirku.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Dua jam belalu ia tak juga muncul.
Saya meneleponnya lagi dan, kembali ditampik.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Saya sudah di warkop sejak dua jam
yang lalu. Kau di mana!” Saya mengirim pesan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Waduh, saya pikir tidak jadi,
karena pesan saya tadi tidak dibalas,” balasnya.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Subahanalloh,” balasku.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Sejak itu, saya selalu rajin
membalas pesan yang masuk. Termasuk merespons percakapan di grup WhatsApp
meski, sesungguhnya, saya tidak mengikuti isu percakapan. Paling tidak, menurut
saya, ada tanggapan walau tidak nyambung.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Sama dengan, ketika ada teman
merencanakana janji lagi. Saya menyampaikan di awal kalau saya bisa dan menolak
jika memang tidak bisa menyanggupi. Mungkin itu pesan moralnya. Rupanya,
pertemanan yang kental tak juga membawa pada saluran yang sama dan berakhir
salah kaprah. Hidup kadang begitu.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">*</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Bapak, bangun, sudah jam delapan,”
anak perempuan saya yang berusia empat tahun membangunkan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Bapak janji hari ini mau <i>pigi</i>
mandi-mandi,”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Iya, tetapi, bukan jam delapan
pagi juga,” gumamku.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Kapan pale, sebentar bilang lagi
nda jadi,”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Apa! Apakah ia mampu mendengar
gumamamku?</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Dulu juga begitu. Janji-janji
terus,”</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Syla, nama anak perempuan saya itu,
di usianya menjelang lima tahun sudah bisa mengumpulkan ingatan. Itu alamiah
saja. Anak-anak, sebagaimana manusia dewasa memiliki bekal pengalaman untuk
dijadikan alasan agar tidak terjebak pada pengulangan. Hanya keledai bodoh yang
terjatuh di lubang yang sama. Pesan pepatah. Tetapi, benarkah keledai sepandir
itu. Apakah dalam semesta hidup keledai penuh lubang dan tidak ada pilihan
lain.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Jika penisbatan ‘bodoh’ merupakan pelajaran
kalau ada keledai tidak pernah belajar dari pengalaman. Lalu, bagaimana dengan
manusia. Mengapa manusia menjadikan keledai sebagai alegori. Mengapa bukan
buaya, misalnya. Atau monyet. Kan bisa saja digubah: hanya monyet bodoh yang jatuh
dari ranting yang sama. Hanya buaya bodoh yang termakan tipuan kancil berulang
kali. Hidup adalah pengulangan, memang, terkadang hidup seperti itu. Perumpamaan
kadang menggiring ke dalam zona nyaman. Hasilnya zona nalar tidak berfungsi.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Apakah ini alam ide yang <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tertukar. Suatu ketika di abad ke 5 Masehi,
seorang warga Yunani bernama Plato mengumumkan kalau jiwa manusia berdiri
sendiri. Berada di semesta yang lain. Sudah ada sebelum raga manusia ada. Keduanya
baru menyatu di alam material ketika raga hadir. Nah, di sini, apakah ada
peluang alam ide itu tertukar? Sebagai contoh, alam ide Elon Musk, bukan, kita
cari sosok yang lain saja. Anggaplah Kurt Cobain. Ini contoh saja. Apakah alam
ide yang menemani masa hidup pendiri band grunge, Nirvana itu tertukar dengan
alam ide Billie Joe Armstrong, vokalis Green Day.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Pengumuman Plato itu, sejauh ini
masih terus diulang sebagai materi dasar dalam filsafat. Ia percaya kalau manusia
dengan raganya yang muncul di alam materi dari bayi hingga dewasa hanya perlu
berjumpa realitas yang tepat untuk menemukan kembali alam idenya. Pengalaman indrawi
adalah jalan menuju ke sana. Lalu, jika demikian, apakah kita hanya cukup
berdiam di masjid saja untuk memperkaya pengalaman indrawi agar alam ide “religius”
ditemukan kembali. Kering sekali ya pengalaman hidup ini jika hanya demikian. Seperti
ide Plato itu. Namun, hidup kadang begitu. Maksud saya, kadang ada orang hidupnya
begitu atau menganjurkan hidup seperti itu meski tidak pernah mendengar
pengumuman dari Plato.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Akh! Ini sedang bahas apa. Tetapi, terkadang
hidup ini harus begitu dan begini. <o:p></o:p></span></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-16486043643126543572022-05-06T10:42:00.001+07:002022-05-07T10:32:36.751+07:00Betapa Sepak Bola Bukan Sekadar Permainan<p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span><a name='more'></a></span><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYljwi6HBsjfvoqI-ySMmoLh3myIheLwaHev-eQMnl9P_egRqSDDCMWSeM0OachF91rtXpBnQO3JNdBG2DwYiIebONepgKnOf--pwuOuajbeXuYShL8mhOZURoY_cmTRkx6dX0faqCJtGXsRKHz9LCZrOkoEYfmPjiCBT0u0tv25dxS4rLKP8M7LAY/s1280/7a5c0bfa-c497-484e-917a-fc32f936cf7e.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="576" data-original-width="1280" height="288" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYljwi6HBsjfvoqI-ySMmoLh3myIheLwaHev-eQMnl9P_egRqSDDCMWSeM0OachF91rtXpBnQO3JNdBG2DwYiIebONepgKnOf--pwuOuajbeXuYShL8mhOZURoY_cmTRkx6dX0faqCJtGXsRKHz9LCZrOkoEYfmPjiCBT0u0tv25dxS4rLKP8M7LAY/w640-h288/7a5c0bfa-c497-484e-917a-fc32f936cf7e.jpg" width="640" /></a></div><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: justify;"><br /></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Hingga sekarang masih
sulit menerima jika sepak bola merupakan temuan orang Inggris, asumsi ini
sering kali berakhir sebagai klaim penemuan yang, kadang berakhir </span><i style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">meme </i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">untuk </span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">menunjukkan
respons betapa sepak bola tak ingin pulang ke kampung halamannya sejak 1966.
Tapak ketika tim Tiga Singa merengkuh tropi Piala Dunia.</span> </div><p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Selebihnya hanya berakhir
sebagai industri. Premier League menjadi teater impian semua pemain untuk
berlaga di Britania Raya. Itu pun, di satu sisi semakin meneguhkan jika “ibu”
sepak bola tak kuasa menarik perhatian dunia tanpa kehadiran pemain teater dari
seluruh dunia mentas di panggung. Baik, kita sudahi ini sebagai prolog singkat
tentang betapa sepak bola tak sekadar permainan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Sulitnya menyepekati asal
usul sepak bola sudah menujukkan legitimasi atasnya tak memiliki pusat. Konsep
dasar permainan ini tumbuh berkembang sesuai situasi melatari di masa lalu. Di
tiap tikungan sejarah dan di tiap komunitas bangsa selalu memiliki klaim
sejarah yang mengarah ke muasal permainan ini</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Lihatlah, bagaimana
Argentina dan Brasil mendekatkan olahraga ini tak jauh dari tarian rakyat. Tango
dan Samba, dua produk kebudayaan yang hanya tumbuh di sanubari masing-masing
warga dua negara itu. Ini baru satu titik permulaan, sepak bola lalu berkembang
menjadi ruang perjuangan komunitas. Jejaknya bisa dilacak dari peristiwa lampau
hingga kontemporer.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Persis di wacana itu,
buku ini menjabarkan rentetan peristiwa di balik sepak bola atau bagian dari
perjuangan melalui sepak bola. Wacana dibuka dengan selaksa kisah pesepakbola
paling diingat publik: Maradona.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Pada dasarnya tidak ada
hal baru mengenai rentetan perjalanan karier Maradona, Fajar Harimurti hanya
menulis ulang kisah si tangan tuhan yang mengencingi Inggris di Piala Dunia
1986 di Meksiko. Di dalamnya terkandung ode dan eulogi yang liris sehingga,
sekali lagi, kita sepertinya betah mengeja kisah klasik Maradona.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Satu hal yang membedakan
buku sepak bola yang mulai marak terbit dengan buku ini ialah, Fajar Harimurti
memberikan ulasan panjang, meski terkesan menumpuk banyak peristiwa dalam satu
ulasan judul, relasinya menjadi menarik karena satu fase temporal peristiwa di
balik sepak bola menjadi terhubung. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Pengayaan data seperti
itu tentu menjadi hal baru jika membandingkan sejauh mana para penulis sepak
bola mencoba menghadirkan peristiwa di balik lapangan. Fajar, tentu memilih
jalan berbeda dengan tulisan Shindunata, misalnya, yang mengupas sepak bola
lebih ke dalam diri pemain. Walau, tentu saja, rel yang sudah ditapaki dan
dibangun Shindunata benar-benar tak bisa lepas.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Begitu juga perpesktif
sejarah yang menjadi nafas buku ini. Menengok referensi yang digunakan, Fajar
Harimurti, menjemputnya pada sumber utama sehingga hal tersebut memberikan
menunjukkan kepada pembaca mengenai adanya spekturm jejajah lebih luas.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">*<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Jarak kelahiran Zinedine Zidane
dengan pertandingan perdana FLN, Front Pembebasan Nasional kemerdekaan Aljazair
hanya 14 tahun yang berlangsung pada 9 Mei 1958 melawan timnas Tunisia. FLN menjadikan
sepak bola sebagai wajah yang lain dan juga respons atas pemerintah kolonial Prancis
yang hendak memasyaratkan olahraga sebagai penetralisir pertentangan naisonalisme
dan agama di tanah jajahan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Mungkin itu pula
kekeliruan strategi pemerintah kolonial Prancis yang tidak mencium bau pemberontakan
rakyat Aljazair melalui sepak bola. Pada 1919, di Oran, kota pesisir di Aljazair
telah berdiri liga amatir. Seiring waktu, ruang itu menjadi tumbuhnya klub sepak
bola dengan aroma identitas yang kental. Rumusan dalam melawan tindakan represif
ditandai dengan identitas untuk menegaskan kalau ada yang berlawanan. Aljazair yang
muslim menjadikan itu sebagai perisai atas kolonial Prancis yang <i>non</i>
muslim. Corak biner yang lazim muncul dalam bentuk perlawanan paling dasar.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Presiden pertama
Aljazair, Ahmed Ben Bella, pesepakbola di masanya yang menolak kontrak dengan
klub Olympique de Marseille. Satu nama lagi, Mohamed Boumzrag, pemain yang
pernah membela Bordeaux, dialah membangun fondasi awal tim sepak bola FLN dan menjadi
simbol bagi pemain Aljazair yang lainnya yang berlaga di Ligue 1 Prancis untuk
mendukung kemerdekaan nasional.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Kisah FLN menunjukkan
jalan terjal menuju kemerdekaan melalui sepak bola. Pada 1962 berlangsung
referendum pertama. Hasilnya 17.866.423 orang mendukung kemerdekaan dan 1.809.074
menolak. Tentu, perjuangan ini bukan peran tunggal FLN semata, di tubuh Prancis,
sayap kiri, setahun sebelum referendum giat mendukung demonstrasi menolak
perang yang berlanjut hingga tahun 1962, tahun referendum kedua digelar.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">*<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Kisah yang tidak biasa
yang diceritakan kembali lewat buku ini, merekam juga sepak bola yang justru,
dibatasi dan sama sekali bukan media perjuangan. Di Iran, sepak bola hanya
untuk lelaki dan, perempuan, dibatasi aksesnya walau hanya untuk menonton.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Menyukai sepak bola juga
menjadi perkara di Taliban dan di Indonesia, tepatnya di Aceh, sepertinya
berlaku sama. Tak hanya di negara yang menempatkan syariat sebagai cermin utama
moralitas.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Di Inggris sekalipun, sepak
bola perempuan dibatasi dan sengaja dibiarkan mati perlahan. Fase kematian itu terjadi
ketika perang dunia pertama berlangsung, klub sepa bola perempuan di Inggris
digiring memasuki pabrik amunisi.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Hal inilah yang
menujukkan mengapa sepak bola perempuan Inggris menjadi tim semenjana di palagan
sepak bola perempuan, sebuah ironi yang diciptakan Inggris sendiri yang menyebut
dirinya penemu olahraga paling popular ini.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">*<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirv6yG-1LOrp02xOx3NiRYJCVr1sGqUNbrxtEdR6cCLv2IDFaIrIndKP4vFcBWwh7oAuvfbkRpQpXLFDwndPNr2SqleFwTDDHOCbw0RSGo7akK8q5k9JTdYe3FCA9-ChwM8iMVW0_jwzGVcYs8mpOGeWL1cQcPeXU95oyGr96dZdDvGUv6pvh3Qa27/s1280/aeac206f-160d-4fd1-8712-cd68b9f6520d.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="609" data-original-width="1280" height="304" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirv6yG-1LOrp02xOx3NiRYJCVr1sGqUNbrxtEdR6cCLv2IDFaIrIndKP4vFcBWwh7oAuvfbkRpQpXLFDwndPNr2SqleFwTDDHOCbw0RSGo7akK8q5k9JTdYe3FCA9-ChwM8iMVW0_jwzGVcYs8mpOGeWL1cQcPeXU95oyGr96dZdDvGUv6pvh3Qa27/w640-h304/aeac206f-160d-4fd1-8712-cd68b9f6520d.jpg" width="640" /></a></div><br /><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;"><br /></span><p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Terdapat sepuluh topik
pembahasahan dalam buku ini. Fajar Harimurti telah menuliskan kisah yang tidak
biasa dari lapangan bola dengan penuh data yang memantik untuk melakukan
pembacaan lebih lanjut.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Lalu, dari sepuluh kisah
itu, mengapa kisah Maradona yang menjadi sorotan utama dan dijadikan judul buku
lengkap dengan foto yang mengambarkan peristiwa perkenalan el Dios ke publik
Napoli.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">JJ Rizal yang membubuhkan
pengantar memberikan perbandingan dengan upaya Michael Hart yang menyusun buku <i>The
100: A Rangking of the Most Influental Persons in History</i> pada 1978. Ia menempatkan
Nabi Muhammad di urutan pertama. Pilihan itu mendapat protes dari pembacanya
yang menuntut penjelasan. Mengapa bukan nabi yang lain sepeti Nabi Isa. Mengapa
bukan tokoh sejarah yang lain. Newton, Einstein, Voltaire, atau Sang Budha,
umpamannya.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Menurut JJ Rizal, pilihan
Fajar menempatkan kisah Maradona di urutan pertama tidaklah menimbulkan badai
tanda tanya bagi pembaca.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">“…ia adalah gambaran sebuah
peradaban jika merujuk pada Ayn Rand sebab sepak bola menjadi medium proses
membebaskan manusia dari manusia.” Tulisnya.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Kedatangan Maradona ke Napoli
telah memulihkan martabat orang Napoli yang sekian tahun dihinakan sebagai
kelas paria di kawasan selatan Italia. Satu Scudetto dan Trofi Piala Italia
sudah cukup meningkatkan harkat orang Napoli karena itu Scudetto itu menjadi
yang pertama.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">*<o:p></o:p></span></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-13949976052627649332022-01-24T18:32:00.002+07:002022-01-24T18:52:03.073+07:00Purbasangka Atas Sepak Bola Afrika<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhfoWbhrHUa5HyJ8jQD4-_es7-VkBs65fZbvHbMOQJY6Y03JbM3RP0YOMk_h77QSn6-5aPfG5suEAdQmXfBROK6JYwsHv21iVkjVVTpVskhT_0-ObFRonTSDOIuWPVnBNgzCxUx4S1hBSrVuOvhTxcuf1bj5eSqbBgnqPmLfIPVnk2cvlrq73WGAxGc=s640" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="360" data-original-width="640" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhfoWbhrHUa5HyJ8jQD4-_es7-VkBs65fZbvHbMOQJY6Y03JbM3RP0YOMk_h77QSn6-5aPfG5suEAdQmXfBROK6JYwsHv21iVkjVVTpVskhT_0-ObFRonTSDOIuWPVnBNgzCxUx4S1hBSrVuOvhTxcuf1bj5eSqbBgnqPmLfIPVnk2cvlrq73WGAxGc=w640-h360" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div>Laga pembuka Grup F Piala Afrika 2021 antara Tunisia kontra Mali di Stade Limbe, Kamerun, Rabu (12/1). Sumber di <a href="https://www.instagram.com/p/CYpuJ_ZBZSz/" target="_blank">sini</a></div></td></tr></tbody></table><br /><p><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: justify;">Kita mengenal sejumlah
nama pemain dari benua Afrika melalui tayangan pertandingan liga sepakbola di
Eropa. Dari sekian nama itu, beberapa menjadi pemain penting di klubnya. Industri
sepak bola menjadi lapang bagi para agen membangun kontak dengan pemandu bakat
di Eropa.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Hubungan keduanya: agen
dan pemandu bakat ini baru permulaan. Selanjutnya ada lagi pintu lain hingga
seorang pemain mendapat kontrak bermain. Sepintas mudah saja. Namun, apa yang
nampak biasa ini tentulah mengandung jalan berliku.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Franklin Foer mengisahkan
perjalanan Edward Anyamkyegh<span class="MsoHyperlink"><span color="windowtext" style="text-decoration: none; text-underline: none;">, pemain asal Nigeria</span></span>
yang berusaha menembusi liga top di negara Eropa Barat. Melalui bukunya, <i>Memahami
Dunia Lewat Sepak Bola </i>(Marjin Kiri: 2017). Edward, pemain asal Nigeria itu
tak pernah benar-benar meneken kontrak dengan salah satu klub di Eropa Barat.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Ia, dalam kisah Foer,
hanya sampai di Eropa Timur. Namanya tercatat sebagai penyerang di klub FC Karpaty
Lviv, Ukraina hingga musim 2001-2003 dan berpindah ke sejumlah klub yang lain
di Finlandia (Eropa Utara). Kehadiran pemain dari benua Afrika di Eropa di satu
sisi merupakan jaminan merengkuh titel juara. Terkhusus di Ukraina, <i>booming</i>
pemain Nigeria adalah ceruk pasar tersendiri.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">“Klub yang tak punya
orang Nigeria di dalamnya dianggap tidak serius sebagai klub,” tulis Foer.
Meski telah mengantongi kontrak resmi, hubungan pemain dan klub tak melulu soal
jaminan prestasi. Di balik klausul kontrak ada akumulasi kapital.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Hubungan demikian inilah
yang kembali mengingatkan relasi tak bebas nilai. Negara-negara di Afrika dalam
sejarah merupakan praktik kolonialisme negara Eropa. Dari Eropa, konsep
kemanusiaan dirumuskan bagi warga koloni. Modernisme, cap stempel yang dibawah
kolonialisme hadir dan menjadi tujuan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Silau modernisme di Eropa
juga temporal dan hal itu dirasakan pemain Nigeria yang hendak beradu nasib.
Gelombang perpecahan pasca runtuhnya komunisme Uni Soviet memulai babak baru
lahirnya negara identitas.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Merujuk pada kesamaan
etnik dan kesamaan nasib. Ukraina, sebagaimana negara pecahan Uni soviet yang
lain tumbuh menemukan identitas kebangsaan. Mereka ingin setara dengan negara
modern lain di Eropa Barat. Situasi sejarah ini menunjukkan jika di jantung
kolonialisme juga mengalami pergolakan dari dalam.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Eropa Timur dan Barat
menunjukkan identitas yang berujung pada persaingan dalam menguasai narasi
sepak bola. Tentu saja, sejauh ini negara di Eropa Barat yang masih
mendominasi. Situasi yang juga dirasakan oleh pemain dari Afrika, tak
terkecuali Edward.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Apa yang dirasakan pemain
Afrika di Eropa tak sepenuhnya berjalan mulus. Menguatnya paham populisme kanan
menjadi sumbu yang terus menerus menghidupkan mitos puncak peradabahan kaum
kulit putih berimbas ke lapangan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Pemain asal benua Afrika
atau keturunan yang bahkan, bila si pemain sudah berpindah negara, ancaman
rasisme terus menghantui. Ada banyak contoh mengenai kasus ini. Salah satunya
yang paling diingat publik ialah yang dialami Baloteli. Rasisme yang turut dibawa
kolonialisme ke negara jajahan di Afrika terus ada hingga sekarang. Edward juga
mengalaminya dalam klub yang dibelanya di Ukraina.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Ketika negara-negara
Afrika sudah merdeka dari kolonialisme, purbasangka rasialisme tak kunjung
mereda. Ini ironis dengan kebutuhan industri sepak bola Eropa yang menghendaki
pesepakbola dari Afrika menjadi bagian infasrtruktur dalam klub.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Jelajah kolonialisme juga
menjangkiti Amerika Selatan dan Asia. Tetapi, perlakuan atas sepak bola Afrika
menempati titik mundur. Malah, hal ini berlanjut pada kompetisi antar negara
Afrika. Eropa yang mempekerjakan pemain dari Afrika sepertinya tak memandang
penting Piala Afrika yang digelar pada Januari tahun ini.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Sikap ini ditunjukkan
bagaimana Eropa melihat gelaran ini berbeda dengan Piala Eropa atau Piala Dunia,
umpamanya. Mulai dari emohnya manajemen klub melepas pemain yang dikaitkan
dengan horor Covid 19 varian Omicon hingga ancaman keamanan karena gelaran ini
digelar di Kamerun. Dikutip dari </span><a href="https://www.kompas.com/sports/read/2022/01/09/11200098/piala-afrika-2021--dianggap-tak-penting-dan-ancaman-keamanan-?page=all"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Kompas.Com</span></a><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">, salah satu lokus pertandingan berada di Limbe, di kota ini, di wilayah Buea
mengalami pemberontakan kamu separatis.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Sebastien Haller geram
ketika ditanya awak media di Belanda terkait kesediannya membela Pantai Gading
di Piala Afrika. Haller mengajukan pertanyaan ulang jika situasi seperti ini apakah
pernah ditanyakan kepada pemain Eropa ketika akan digelar Piala Eropa. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Sikap CAF</span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Badan konfederasi sepak
bola Afrika, Confederation Africane de Football (CAF) jauh hari sudah
memberikan sinyal melunak kepada manajemen klub yang mengontrak pemain asal
Afrika. Kelonggaran kebijakan CAF memberikan angin segar karena batas bermain
memperkuat klub sampai 3 Januari, tujuh hari menuju pembukaan Piala Afrika yang
dimulai pada 9 Januari 2022.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Sikap melunak CAF karena
terjadinya perbedaan pandangan dari induk sepak bola dunia, FIFA yang melihat
jadwal Piala Afrika bersamaan dengan kompetisi klub Eropa.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Padahal, jadwal Piala
Afrika sudah ditunda akibat Pandemi Covid 19. Jika merujuk pada jadwal, Piala
Afrika seharusnya digelar pada Juni hingga Juli tahun 2021. Hanya saja, penundaan
Piala Eropa dan Copa America edisi 2020 dan baru digelar pada 2021 menjadi
alasan mengesampingkan Piala Afrika.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Pangkal perubahan yang
melahirkan benturan jadwal ini sesungguhnya terletak pada situasi Pandemi Covid
19. Jika pun tidak digelar pada tahun ini, maka benturan jadwal juga bakal
membayangi seperti Piala Dunia 2022.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Samuel Eto’o yang kini
menjabat Presiden Federasi Sepak Bola Kamerun kukuh pada pendirian mengenai
gelaran Piala Afrika dengan sikap pemain Afrika yang masih aktif, ia tak habis
pikir mengapa sepak bola Afrika selalu dipandang sebelah mata. “Jika kembali
ditunda dengan alasan bersamaan dengan jadwal kompetisi klub di Eropa itu semakin
tidak membawa keadilan bagi tim Afrika,” ungkap Eto’o sebagaiman dikutip dari </span><a href="https://sport.detik.com/sepakbola/bola-dunia/d-5856667/piala-afrika-2021-dibatalkan"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">sportdetik</span></a></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Nalar kolonialisme yang
selalu mencurigai gerak-gerik bekas negara koloni yang dianggap tak mampu
berdikari kembali hendak mendikte gelaran sepak bola. Namun, rupanya, itu tidak
menjadi penghalang. Gelaran Piala Afrika tetap digelar di tengah ancaman dan kekhawitran
industri sepak bola Eropa dan, kini sudah sampai pada putaran 16 besar.<o:p></o:p></span></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-63036033977349031592022-01-06T13:17:00.003+07:002022-01-07T16:57:15.430+07:00Hikayat Sepakbola Indonesia di Asia Tenggara<p> </p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjCqMQKdxHlg6PNOXNQXi6CU85nj8CGe8HlaoGLm8R_rGcRtqjPoxvo3IeHzwJ3uQsap9RN6andKPxLoERANdd7zo4X_z0gnw9pRQ7ouHs_lqJxhn2VZV1eAqo6dH__qpiWoCMuhX7wdKl__yEXkZjM-ZZBpbEtLiU2BRid4x9Jc5HwlvTJgtzQv_4D=s1090" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1089" data-original-width="1090" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjCqMQKdxHlg6PNOXNQXi6CU85nj8CGe8HlaoGLm8R_rGcRtqjPoxvo3IeHzwJ3uQsap9RN6andKPxLoERANdd7zo4X_z0gnw9pRQ7ouHs_lqJxhn2VZV1eAqo6dH__qpiWoCMuhX7wdKl__yEXkZjM-ZZBpbEtLiU2BRid4x9Jc5HwlvTJgtzQv_4D=w640-h640" width="640" /></a></div><br /><p></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Tinggi
Messi yang 1,69 m itu sepertinya tidak berdiri dan duduk sama tinggi dengan
pesepakbola yang lain. Asumsi seperti ini salah satu contoh bentuk spekulasi yang dapat
dijadikan alasan untuk dua hal. <i>Pertama</i>, motivasi jika pesepakbola itu
tak mesti tinggi. <i>Kedua</i>, asumsi kalau gebyar person ini dibuat setelah
Messi hampir memenangkan semuanya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Seperti
itulah sejarah pemenang ditulis dan diulang terus menerus sebagai tameng jika
satu periode si pemenang mengalami kegagalan. Hal yang juga dialami Messi, baik
ketika masih beseragam Barcelona atau bersama Argentina.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">“Kemenangan
memiliki seratus ayah, tetapi kekalahan adalah yatim piatu.” Saya tidak setuju
dengan ucapan Jhon F Kennedy ini, sebagaimana ucapan lain yang sering
diglorifikasi. “Jangan bertanya apa yang negara berikan kepadamu, tetapi
tanyalah apa yang engkau berikan kepada negara.” Bagi saya ini ungkapan
berengsek jika terus dilafazkan di semua lini.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Cobalah
khotbai masyarakat adat di Papua atau di Kalimantan yang hutan adatnya direbut
perusahaan yang mendapat restu dari negara. Bisakah kita menibobokkannya dengan
nasihat Kennedy itu. “Apa yang telah engkau berikan pada negara. Hei,
sumbangsih kearifan hukum adat bukan hanya sebatas teritori negara. Kelestarian
ekologis yang dijaga turun temurun menjadi sumbangsih untuk dunia.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Lalu,
bagaimana jika nasihat itu ditujukan ke skuat timnas sepakbola Indonesia tiap
generasi. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Situasinya tentu berbeda-beda.
Sejarah mencatat, PSSI terbentuk 15 tahun sebelum Indonesia memproklamirikan
kemerdekaan. Di dekade 30-an itu, perang dunia kedua sedang berkecamuk. Asia
Tenggara menjadi palagan perang yang dikuasai Kekaisaran Jepang. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Setelah
usainya perang, dan negara-negara di kawasan memproklamirikan diri menjadi
negara modern, hingga akhir dekade 80-an, negara Asia Tenggara belum juga
memiliki perayaan kompetisi sepakbola. Barulah pada 1996, perusahaan bir
Singapura, Tiger Beer mensponsori turnamen sehingga diingat sebagai Piala
Tiger. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Dari
rentang waktu 25 tahun gelaran yang diadakan sekali dua tahun itu, PSSI sudah enam
kali menengok final dan, enam kali pula takluk. Itulah cerita timnas sepakbola
Indonesia. Cerita ini bukan keseluruhan dari kisah PSSI, gelaran di Piala Tiger
yang kemudian berganti nama menjadi Piala Suzuki AFF itu hanyalah satu kepingan
dari narasi besar kisah perjalanan timnas. Seperti itulah kita mengenal
bagaimana timnas terus hidup. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Narasi
kekalahan ini akan terus diingat, alasannya tergantung pada konteks apa terus
diulang. Tentu tidak masalah. Di semesta kemenangan pun, narasi tak semuanya
mengisahkan seluruh pemain. Pele yang memenangkan tiga Piala Dunia itu
terlampau mubazir dituliskan kisahnya dan teramat menyepelekan Garincha.
Mungkin, karena Pele adalah “Raja” yang diam di negeri yang dipimpin tiran di
masanya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Kekuasaan
cukup menginginkan satu tokoh pendiam pemersatu bangsa. Dan, Garincha tak perlu
ada dalam barisan dalam tokoh itu meski ia juga bagian sejarah kemenangan. Brasil
bisa menjadi contoh terbaik dari narasi kemenangan sekaligus menyisakan kisah
tragik tentang bagaimana sepakbola tak sekadar pertandingan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Pada
dasarnya hampir semua kompetisi mengandung perangai citraan politik. Bukan
hanya Brasil, Argentina dan Italia pun demikian. Di balik kemenangan ada campur
tangan lain yang menjadi fondasi menuju kemenangan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Kita
tinggalkan panggung dunia dan kembali palagan Asia Tenggara, final AFF 2010
lalu bisa dinggat kembali sebagai kepingan hikayat timnas sepakbola Indonesia,
di tahun itu merupakan final keempat. Kita menerimanya dan kembali memasukkan
ke dalam bab kekalahan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Empat
tahun berselang, di tahun 2018, mencuat isu pengaturan skor di final 2010 itu.
Di acara Mata Najwa, tampil perwakilan skuat. Tak satupun yang mengakui,
mungkin tepat jika nasihat Kennedy ditanyakan. Para skuat di tahun itu telah
memberikan segalanya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Kita
pun, penikmat sepakbola, sejak peluit panjang dibunyikan di laga final 2010 itu
sudah menerima kekalahan atas nasionalisme. Alasan abstrak yang dijadikan
tameng atas kesamaan nasib sebagai warga negara.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Tetapi,
bisakah nasionalisme terus menerus menjadi kesamaan nasib. Di balik dukungan
kepada timnas, harusnya dibarengi dengan penguatan yang dibutuhkan sebagai
atlet. Pelatih Shin Tae-yong mengumbar rahasia yang, sepintas tak ada kaitannya
dengan taktik bermain: kebutuhan protein pemain.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Pendekatan
sains dalam sepakbola bukan hal baru, apa hubungan kebutuhan protein bagi tubuh
hanya bisa dijelaskan lewat sains. Dan, sepakbola tak bisa menutup mata dengan
hal itu. Memangnya apa yang dilakukan manajemen Barcelona ketika berani
membiayai seorang anak yang mengalami kelainan hormon.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Di
balik pendekatan sains yang dilakukan manajemen Barceolan, bocah yang tetap
bertubuh pendek dibandingkan rerata tinggi pemain di Eropa itu telah duduk dan
berdiri tidak sama tinggi dengan pemain sepantarannya bahkan generasi
sebelumnya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">Hal
lain, ada pilhan magis di balik bakat alam, soal ini, saya kira, skuat timnas
sudah memenuhinya. Memang, hikayat tak melulu kisah manis (kemenangan)
infrasturktur kisah timnas masih terus hidup dan berlanjut.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;">_</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif;"><i>Pernah dimuat di Tribun Timur edisi Selasa, 4 Januari 2022</i></span></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-13255159200962400112021-12-25T16:28:00.003+07:002021-12-25T16:36:29.647+07:00Buldan yang Mem-Bentang<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEi0fYBzIcOlgTCNFvfEzMyI3k3dUbKOWz-pmoy-HYFrS0S0gm3B2eniIrQTExitOAYhwR6wWP_X-fjmUixTz3cOXmALMm8ia7_UDrGJ8uq73i-y1HMtTV02x7KwB8RvjnCVtP3flLpzcKGL5AY1EBcZQ-U_rcTXmeiGUtFYeBFW4ot-lp1oJEBma-9F=s2849" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1799" data-original-width="2849" height="404" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEi0fYBzIcOlgTCNFvfEzMyI3k3dUbKOWz-pmoy-HYFrS0S0gm3B2eniIrQTExitOAYhwR6wWP_X-fjmUixTz3cOXmALMm8ia7_UDrGJ8uq73i-y1HMtTV02x7KwB8RvjnCVtP3flLpzcKGL5AY1EBcZQ-U_rcTXmeiGUtFYeBFW4ot-lp1oJEBma-9F=w640-h404" width="640" /></a></div><br /><div><br /></div><div style="text-align: justify;">Di medio 2002 hingga 2004, melalui jalur persekutuan buku di Makassar yang membangun pemukiman di Kampus I UMI Makassar di jalan Kakatua, tapak tahun itu, buku yang beredar didominasi terbitan Pustaka Pelajar, Mizan, dan sebagian kecil Bentang. Ini asumsi disandarkan pada pengalaman saja dalam membeli dan mengakses buku di beberapa toko buku. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Ketiga penerbit itu menjadi simbol yang bisa menjadi pintu masuk membayangkan jenis buku apa saja yang dibaca dalam persekutuan. Sastra, khususnya puisi menempati level paling buntut. Dari penerbit Pustaka Pelajar dan Mizan tak pernah dijumpai ada buku puisi. Mungkin ada, koreksi jika keliru, tetapi tidak menjadi daftar bacaan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Pada 11 Januari 2004, di salah satu buku yang sudah tutup di Jalan Sunu, saya menemukan buku puisi Darmanto Djatman, <i>Golf untuk Rakyat</i> terbitan Bentang (belum ditambahkan Budaya, logonya masih satu simbol B). Buku setebal 180 halaman yang harganya hanya 7.500.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Satu hal yang yang membedakan, di halaman kredit titel terbitan Bentang dituliskan siapa yang mendesain sampul dan siapa yang membuat ilustrasi. Di buku puisi Darmanto, gambar cover merupakan lukisan kaca Sulasno dan Buldanul Khuri yang mengerjakan sampulnya. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">“…Buldan, melalui Bentang, menempatkan desain sampul tak ubahnya sebuah karya rupa, dari objek visual, tipografi, huruf, tata ruang, maupun tampilan buku sebagai keseluruhan…,” tulis Dorothea Rosa Herliany dalam buku <i>Buldan dengan Tiga Bukan</i>. Buku ini turut dikirimkan Buldan ketika saya memesan dua buku yang diposting di akun Facebooknya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Buku itu merupakan biografi kegilaannya mencintai buku melalui manifestasi penerbitan dan, ditulis penuh kebebasan oleh Rosa layaknya sedang menulis novel. Buku itu diterbitkan Mata Angin, lini penerbitan lama yang kini dihidupkan dan menjadi ruang baru bagi Buldan yang tidak kapok menerbitkan buku. Diceritakan dalam buku itu, Bentang Budaya dilepas (baca: kesepakatan) dengan Mizan dan menjadi Bentang Pustaka.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Sama dengan kekhasan terbitan Bentang, paduan rupa juga tersaji. Gambar sampul dikerjakan EddiE haRa, Fotografer oleh Bambang Tri Atmojo, dan desain sampul tetap Buldanul Khuri. <i>Buldan dengan Tiga Bukan</i> merujuk pada Buldan yang bukan intelek, Buldan yang bukan orang kaya, dan Buldan yang bukan seniman. “…tetapi dengan “tiga bukan” itu, ia mendirikan penerbit Bentang Budaya dan lainnya dan hingga kini, setelah 25 tahun, masih tetap menerbitkan buku,” masih tulis Rosa.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Menurut Rosa, Buldan merupakan tipe orang yang menjalani pekerjaan dengan senang hati, riang, dan gembira. Mungkin karena sejak SMP ia sudah mengakrabi buku. Sebenarnya, pada diri Buldan “tiga bukan” itu justru perwujudan sebagai intelek. Sewaktu SMP sudah menjuarai lomba penulisan dan menerbitkan buku puisi. Bersama kawannya menerbitkan antologi puisi bertajuk <i>Di Bawah Lampu Mercuri.</i></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Di puncak kejayaan Bentang, ia memiliki tiga rumah, tiga mobil, membiayai dirinya menghadiri Frankfurt Book Fair hingga menunaikan ibadah haji. Sebagai seniman, bukankah perwajahan sampul buku terbitan Bentang layaknya menghadirkan pameran di ruang publik. Ia juga, atas usulan Harry Ong Wahyu, mengambil mata kuliah desain komunikasi visual di ISI. Tetapi, memang, ungkapan “tiga bukan” itu berasal dari seseorang yang tidak disebutkan namanya. Mungkin juga, Buldan senang dengan labelisasi itu sehingga dibunyikan sebagai judul buku.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Lewat buku ini, saya kira, Rosa, yang buku puisinya, <i>Kill The Radio</i> diterbitkan ulang oleh Buldan melalui Mata Angin pada 2017, hendak menyampaikan kalau ada pekerja buku yang menolak hanyut dan larut dalam rimba industri. Bagi Buldan, menerbitkan buku bukan kerja industri melainkan kerja ibadah. “Buku harus memberi perubahan sosial,” kata Buldan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Ada memorial yang mengenai buku penting terbitan Bentang, Rosa hanya memasukkan lima sesuai kategori buku alternatif, yang dimaksudkan Rosa di sini ialah buku bertemakan sastra, kebudayaan, sosial, dan humaniora di mana Bentang hadir di zamannya dan menonjol di era 90-an. Dari lima itu, saya memiliki dua di antaranya. Kumcer <i>Saksi Mata</i> Seno Gumira Adji Darma dan kumpulan esai Garin Nugroho, <i>Kekuasan dan Hiburan.</i> </div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgncbvDIqU9o-suYInQ392oTv-aJtXoOKWNauOYlaC-LhYm7UF2ppU9HYBH-WLo8-I-rVKKEEZyBt-SHLBVDZwZSh5R4fzSUst9nQ0KfTF7LNFhDRoLGXM2Z0R5vBdhRKuhr-hkuR0oVR8MI8LxA5rovh9HGIeBDSkeEpEZWKph11r_uO1xg7clzyi1=s4000" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1800" data-original-width="4000" height="288" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgncbvDIqU9o-suYInQ392oTv-aJtXoOKWNauOYlaC-LhYm7UF2ppU9HYBH-WLo8-I-rVKKEEZyBt-SHLBVDZwZSh5R4fzSUst9nQ0KfTF7LNFhDRoLGXM2Z0R5vBdhRKuhr-hkuR0oVR8MI8LxA5rovh9HGIeBDSkeEpEZWKph11r_uO1xg7clzyi1=w640-h288" width="640" /></a></div><div><br /></div><div style="text-align: justify;">Kini, selain Mata Angin, ada juga Mata Bangsa, kedua penerbit ini kembali menegaskan Buldan selaku pekerja buku yang menolak selesai di usia tua. Ia terobsesi menerbitkan banyak ensiklopedia. Setelah usai “mem-Bentang” ia memata-matai melalui Angin dan Bangsa.</div><div><br /></div><div>*
</div>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-5373883591997909882021-12-13T13:32:00.002+07:002021-12-13T13:32:45.627+07:00Simulakra Banjir<div class="separator" style="clear: both;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqzTPT8rx3f1XzdOi2OuTjPnzfO_4SW0QUZpGBEY-_lfbu0L3Onbr3j7Gw_z10We53anXOhUGGiotzzNXG3mvM1vmc2HW4XTS9rs7yA92h6dzrnmvyI_IC-OMa5tkQ-EeFMw_gZat34wA/s1600/TT+13+DES+2021.jpg" style="display: block; padding: 1em 0; text-align: center; "><img alt="" border="0" height="600" data-original-height="1600" data-original-width="1325" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqzTPT8rx3f1XzdOi2OuTjPnzfO_4SW0QUZpGBEY-_lfbu0L3Onbr3j7Gw_z10We53anXOhUGGiotzzNXG3mvM1vmc2HW4XTS9rs7yA92h6dzrnmvyI_IC-OMa5tkQ-EeFMw_gZat34wA/s600/TT+13+DES+2021.jpg"/></a></div>
Jika mengingat kembali lumpuhnya lalu lintas di sejumlah titik jalan Trans Sulawesi, bisa dipacak pada 2012, peristiwa sepuluh tahun lalu itu menandai situasi komunal warga di beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan yang mengalami langsung kebanjiran.
Ketika itu terjadi, sepuluh tahun lalu itu, ingatan warga tertuju pada situasi sebelumnya, menengok masa lampau yang tidak pernah terdampak banjir. ‘Baru kali ini rumah saya kebanjiran’/ ‘Baru kali ini jalan poros terendam.’ Kira-kira seperti itulah ekspresi keheranan mengalami peristiwa yang belum pernah dialami sebelumnya.
Kini, setelah sepuluh tahun yang lalu itu dan ingatan banjir sudah merayapi ingatan kolektif warga, maka, keheranan itu sudah berubah menjadi kekhawatiran. ‘Mengapa banjir masih terjadi’/Mengapa luapan air semakin tinggi’. Asumi umum ini bisa menjadi perwakilan kekhawatiran.
Pemukiman warga yang terdampak bukan lagi kawasan kumuh atau kawasan padat rumah sehingga bisa menggugurkan penilaian yang sejauh ini terawat jika banjir itu akibat ulah warga yang membuang sampah sembarangan. Cara pandang ini menyandarkan pada sampah yang berserakan dan tidak terkelola di kawasan kumuh atau rumah padat tersebut. Kini tak lagi, sebab perumahan kelas menengah hingga kawasan elite juga mengalaminya. Bahkan, kawasan kantor pemerintah tak luput dari luapan air.
Lalu, dengan cara pandang apa menilai peristiwa banjir ini yang semakin tahun mengepung kawasan perkotaan di mana pengeloaan sampahnya bisa disebut sudah terkelola dengan baik, misalnya. Jika pengelolaan sampah atau, katakanlah, pengerukan hingga renovasi drainase sudah dilakukan, lantas bagaiman air bisa meluap.
Cermin Simulakra
Penyebutan dunia kita hari ada banyak, para sosiolog mengajukan nama postomodernisme, ekonom hingga kaum futuristik mengenalkan istilah disrupsi dan banyak lagi istilah yang lain. Dari definisi itu semuanya mengambarkan adanya gelombang perubahan.
Lalu, siapa yang berubah? Pada posisi ini perlu melihat medan kekuasaan yang bekerja dalam memproyeksikan perubahan. Karena ini menyangkut turunan dampak paling akhir dari lingkungan, maka seperti apa perubahan atas lingkungan.
Premis di awal hanya mengambil peristiwa sepuluh tahun ke belakang. Sepuluh tahun menujukkan dua kali suksesi kepemimpinan sirkulasi kekuasaan. Artinya, ada dasar melihat kembali skema perubahan atas keberpihakan pada pengelolaan lingkungan.
Patok ini bisa dilihat pada visi misi Gubernur Sulawesi Selatan dan juga Walikota dan Bupati. Jika mau lebih spesifik, kita bisa kerucutkan pada kota dan kabupaten yang terdampak banjir akhir tahun ini.
Kabupaten Pangkep, misalnya, sebagai salah satu wilayah yang kembali terdampak banjir tahun ini, salah satu misinya berbunyi: Meningkatkan tata kelola sumber daya alam berdasarkan perencanaan tata ruang wilayah yang berbasis lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Kita sederhanakan dulu, simulakra itu tidak berdiri sendiri, konsep yang dicetuskan Jean Baudrillard, pemikir dari Prancis itu menyebutkan dua kata kunci: simulasi dan simulakra dalam membaca hilangnya batas antara realitas dan non realitas.
Sebagai contoh, bunyi salah satu misi Pemda Pangkep yang telah disebutkan di atas itu adalah simulasi. Jadi, ada upaya perancangan tata ruang berbasis lingkungan hidup berkelanjutan. Realitasnya adalah, tata ruang dan lingkungan di Pangkep yang telah lama mengalami eksplorasi, khususnya penambangan batu kapur (karst) rupanya belum dianggap sebagai realitas.
Tiga bunyi: tata kelola sumber daya alam/perencanaan tata ruang/lingkungan hidup berkelanjutan ketika memasuki ruang kuasa hanyalah simulakara. Jadi, membunyikan tiga pokok isu dalam misi itu serasa lebih realitas ketimbang realitasnya itu sendiri.
Hal ini sama halnya dengan situasi banjir. Menyangkut luapan air yang merendam sejumlah kabupaten, menghindari cara pandang fatalis dalam memandang banjir agar ulasan ini bisa menjadi landasan argumentatif, saya meminjam analisis Walhi Sulsel kalau banjir yang terjadi merupakan siklus akhir dari krisis iklim.
Rumusnya ialah, curah hujan yang tinggi bertemu dengan rendahnya daya dukung lingkungan. Dua akibat tersebut: tingginya curah hujan dan menurunnya daya dukung juga merupakan dampak dari krisis iklim juga. Artinya, semua ini merupakan akumulasi aktivitas pembangunan yang tidak melihat aspek kebencanaan.
Mengembalikan proyeksi pemerintah dalam simulasi perencanaan pembangunan yang dibangun sepuluh tahun sebelumnya hanyalah sebentuk trampolin. Visi misi yang diperkuat dengan regulasi menjadi mental. Tidak menancap dan hanya meloncat-loncat di tempat jika tidak ada ketegasan menyetop pembangunan yang justru merusak daya tampung lingkungan.
Persis kita menyaksikan atraksi pemain sirkus yang melompat di atas trampolin. Matras lentur itu mampu mengangkat pemain sirkus melayang ke udara dengan akselerasi gaya memukau. Sungguh menghibur dan membuat takjib yang menonton.
Demikian halnya dengung pembangunan proyeksi pembangunan tata kelola sumber daya alam berdasar perencanaan tata ruang dan berbasis lingkungan hidup berkelanjutan itu menemukan gaungnya. Realitas yang ada disemukan lagi dalam ruang simulakra.
*
Dimuat di Tribun Timur edisi Senin, 13 Desember 2021
kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-59674397558079802662021-12-10T17:12:00.001+07:002021-12-10T17:12:22.078+07:00Menguak Horor Pelayanan Publik untuk Perempuan<div class="separator" style="clear: both;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaHx5eQC1nh6uY9LTpP5NSK7tmi5V6RxIPw2BwarR5OA2hcdNP9Fy8clzmwEjEvEYcif9vqnbi_VDKWGCO925fXshcVkUQfK-m4Ze_V3l6PjjGSpP_wLOWYU76RuSZz1DtkT9NZKMSpt8/s1024/OPINI+DI+TRIBUN+TIMUR+17+NOV+2021.jpg" style="display: block; padding: 1em 0; text-align: center; "><img alt="" border="0" height="600" data-original-height="1024" data-original-width="789" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaHx5eQC1nh6uY9LTpP5NSK7tmi5V6RxIPw2BwarR5OA2hcdNP9Fy8clzmwEjEvEYcif9vqnbi_VDKWGCO925fXshcVkUQfK-m4Ze_V3l6PjjGSpP_wLOWYU76RuSZz1DtkT9NZKMSpt8/s600/OPINI+DI+TRIBUN+TIMUR+17+NOV+2021.jpg"/></a></div>
Apa yang terlintas dari sajian film bergenre horor. Selain merangsang adrenalin purba soal ketakutan yang membuat bulu kuduk berdiri. Apakah cukup dengan itu saja, Ataukah ada hal lain yang bisa dijadikan mikrsoskop melihat lebih detail apa sesungguhnya motif di balik produksi film horor di Indonesia yang mulai tersusun di benak sejak dekade 60-an.
Dari sekian banyak film horor itu, satu hal yang selalu tampil ialah adanya sosok perempuan yang teraniaya. Kita bisa ambil contoh sosok ikonik seperti sundel bolong dan kuntilanak sebagai personifikasi ‘setan’ berjenis kelamin perempuan.
Sundel Bolong merupakan film produksi tahun 1981 garapan Sisworo Gautama dan diperankan Suzanna dan Barry Prima. Alur kisah film bertumpuh pada Alisa (Suzanna) yang diperkosa oleh majikannya dan hamil. Peliknya, Alisa sudah bersuamikan Hendarto (Barry Prima). Dalam kegundahan, Alisa menempuh jalan sunyi dengan bunuh diri.
Selanjutnya arwah Alisa bergentayangan menuntut balas. Semua orang yang terlibat merusak kehidupannya, utamanya Rudi, sang majikan, dan anak buahnya mati. Selesai.
Setali tiga uang dengan film Sundel Bolong, seri film ini sendiri ada banyak, sejak diproduksi tahun 1962 hingga tahun 2011 sudah sebelas judul film dengan segala perubahan situasi yang melatari. Yang paling menancak di benak publik dengan jumlah penonton terbilang tinggi tentu saja film kuntilanak yang disutradarai Rizal Mantovani dan rilis pada 2006.
Hikayat kuntilanak hidup di Asia Tenggara dengan banyak versi, tetapi dengan kesamaan latar yang diyakini perempuan hamil yang meninggal bersama bayi dalam kandungannya, Ada juga versi mengatakan anaknya lahir selamat sehingga disebut juga ‘puntianak’ atau perempuan mati beranak.
Narasi terbangun jika kuntilanak merupakan faktor eksternal yang menganggu manusia. Motif dasarnya mencari mangsa untuk diisap darahnya. Guna menghindarinya, manusia perlu awas dan tidak menyapa perempuan yang berjalan sendirian di jalan sunyi. Cara lain membentengi diri, khususnya bagi ibu hamil dengan membawa benda tajam seperti paku, pisau atau gunting agar bayi dalam kandungannya tidak dijamah kuntilanak.
Lapis Waktu
Gita Putri Damayana dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia dalam tulisannya di The Conversation bertajuk ‘Pengabdi Setan’ dan Kisah Hantu Perempuan: Simbol Adanya Kekerasan Terhadap Perempuan. Membongkar mitos hantu perempuan dalam film horor. Baginya, kisah Sundel Bolong dan Kuntilanak adalah gambaran kekerasan yang dialami perempuan karena tidak adanya akses pelayanan penanganan kekerasan dan persalinan.
Lalu bagaimana memaknai konteks film tersebut menjadi asumsi minimnya akses pelayanan bagi perempuan. Jika melihat tapak waktu produksi awal film dekade 60 dan 80-an, maka situasinya memang runyam mengingat masih pembangunan sistem politik di awal 60 an dan perubahan sistem politik yang terjadi setelahnya.
Runtuhnya era Soekarno dan tumbuhnya Orde Baru hingga paruh akhir 90-an menemukan relasinya. Kita ketahui sistem Orde Baru yang anti kritik dengan trilogi visinya: pembangunan, stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi telah menjadi asas tunggal sehingga menafikan banyak aspek pembangun yang lain seperti pembangun sumber daya manusia, misalnya.
Jadi, isu kekerasan yang dialami lapisan masyarakat bawah praktis bukan situasi nasional. Jika ini menguak maka visi stabilitas politik tidak berjalan baik. Ini baru garis umumnya saja, belum masuk pada isu spesifik kekerasan yang seringkali dialami perempuan baik di ranah privat maupun publik.
Lantas, setelah Orde Baru menjadi masa lalu apakah kini ruang pelayanan publik bagi perempuan sudah berubah. Sepertinya tidak, data yang ditampilkan Gita merujuk pada Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional tahun 2016 dari Badan Pusat Statistik (BPS) justru mencengangkan. Satu dari tiga perempuan berusia 15 sampai 64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan seksual.
Laporan terbaru pada Oktober lalu yang mengguncang institusi kepolisian tentang pengungkapan kekerasan seksual yang dialami anak di bawah umur di Luwu Timur, reportase Eko Rusdianto yang tayang di Project Multatuli itu berujung pada kontra informasi (dianggap hoax) hingga terjadinya hacker pada website. Hal ini menujukkan masih sempitnya ruang pengaduan kekerasan. Perempuan yang mengadukan kekerasan yang dialami dianggap tabu dan mempermalukan nama baik keluarga.
Negara tentu keliru jika hal ini terus dibiarkan. Pelayanan publik bagi perempuan mendesak ditangani serius. Jika negara merasa kewalahan ada peluang kerja kolaboratif yang bisa ditempuh dengan melibatkan banyak pihak. Persoalan ini perlu didekati multi aspek dan multi stakeholder.
Pelayanan publik bagi perempuan cakupannya bisa begitu luas, tetapi melanjutkan narasi sebelumnya tentang horor yang melahirkan tindakan kekerasan balas dendam yang ditempuh Sundel Bolong dan tragisme melatari lahirnya Kuntilanak, bukankah disebabkan karena abainya pelayanan publik bagi perempuan.
Hal ini juga menyisakan pertanyaan besar tentang mengapa Sundel Bolong dan Kuntilanak justru membangun perlawanan ke person dan bukan ke instutusi negara. Apakah itu merupakan simbolisisasi jika negara tak bisa disentuh.
Kita bisa mengandaikan jika Alisa dalam film Sundel Bolong melapor ke polisi dan mendapat penanganan penyelesaian kasus dan perempuan yang hendak melahirkan mendapat pelayanan standar reproduksi maka horor semacam ini tak perlu menjadi konsumsi publik.
Data tahun 2015 tentang kematian ibu dari Kementerian Kesehatan mencatat angka 305 jiwa dari 100 ribu kelahiran. Mengulik data berdasarkan lokus wilayah di Indonesia tentu tidak ada habisnya. Pergerakan data yang mengalami probabilistik tidak ada gunananya jika aksi bersama membangun komitmen penanganan pangkal tidak dilakukan.
_
*Dimuat di Tribun Timur edisi 17 Novemver 2021
kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-57896010414389710122021-04-28T10:25:00.004+07:002021-04-28T10:26:58.309+07:00Sesudah 2004 dan Sikap Kita Atas Kelola Bencana<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRMrj2Hb6NzoRNPmBNqCj1IYCKkoxtbuAnBgvB8xHPRg1YpiDN9eoTEx8KSHHYH1nueKQSd1hRNEFsl911zxfk7AyV4AKhSFnZwkfwfS4_mY2ORq8MQ4FrltBBdkX4HckFoeHqNtt744Y/s1920/BUKU.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1080" data-original-width="1920" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRMrj2Hb6NzoRNPmBNqCj1IYCKkoxtbuAnBgvB8xHPRg1YpiDN9eoTEx8KSHHYH1nueKQSd1hRNEFsl911zxfk7AyV4AKhSFnZwkfwfS4_mY2ORq8MQ4FrltBBdkX4HckFoeHqNtt744Y/w640-h360/BUKU.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dok. Pribadi</td></tr></tbody></table><br /><p><br /></p><p><span style="background-color: white; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px;">Siang itu, Pak Syamsuddin, tuan rumah tempat kami tinggal selama dua bulan menjalani Kuliah Kerja Lapangan (KKLP), datang tergesa yang disambut heran oleh istrinya. Kami mendengar perbincangan keduanya kalau Pak Syam, demikian kami menyapanya, telah mendapat kabar kalau di Senggerang telah terjadi banjir dan longsor.</span></p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Mendengar itu, kami tentu saja melibatkan diri dalam perbincangan. Hujan yang mengguyur dari kemarin membuat aktivitas KKLP terhenti dan lebih banyak berdiam di rumah. Pak Syam sudah menghubungi sejumlah warga untuk mengunjungi Senggerang. Ia mengajak kami untuk ikut. Nampak mobil truk tiga perempat milik kelompok tani sudah siap. Namun, siang itu urung kami berangkat setelah terjadi rembukan pendapat. Hujan yang terus mengguyur yang tentu memengaruhi medan yang akan dilalui. Akhirnya rencananya ditunda esok pagi.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Sepanjang malam, kami berusaha mendapat informasi tambahan dengan mengirim pesan pendek ke sejumlah kerabat. Tetapi, sayang, buruknya signal di Desa Tompobulu, Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) Sulawesi Selatan tempat kami menjalani KKLP tak memenuhi keinginantahuan kami.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Kami tentu tidak mengira dan sulit membayangkan bagaimana banjir bandang terjadi di wilayah pegunungan. Senggerang, lokasi bencana, masuk dalam wilayah Kelurahan Balleangin, Balocci. Wilayah ini merupakan pelintasan akhir sebelum menuju Desa Tompobulu yang berada di ketinggian di kaki gunung Bulusaraung.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Di sepanjang bencana alam yang pernah terjadi di Pangkep, banjir bandang di Senggerang itulah yang paling membekas di ingatan warga. Salah satu korban merupakan senior di kampus STAI DDI Pangkep. Rumahnya hanyut tersapu air bah. Jumain, nama senior kami itu sendiri meregang nyawa bersama istrinya yang sedang hamil. Sungguh miris.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Di pagi hari ketika saya bersama rombongan warga dari Desa Tompobulu tiba di lokasi, suasana sudah ramai sekali. Rombongan langsung berinisiatif melakukan tindakan membersihkan area. Sejumlah batang pohon disingkirkan dan segala macam pekerjaan yang bisa dilakukan bersama relawan yang lain.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Peristiwa tersebut terjadi di tahun 2012. Sembilan tahun pasca tsunami yang meluluhlantakkan Aceh pada Minggu, 26 Desember 2004 yang telah menjadi penanda baru tentang gempa besar yang melanda negeri ini. Bagi saya yang lahir di dekade 80-an, tentu saja tsunami di Aceh merupakan peristiwa dahsyat. Bahwa ada bencana yang disebut tsunami yang menggerakkan air laut menyapu isi daratan.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Namun, rupanya, dalam sejarahnya, peristiwa gempa dahsyat sudah pernah terjadi dan itu bukan hanya sekali. Misalnya saja, letusan gunung Krakatau di tahun 1883 yang terdengar hingga ke Australia Tetapi, jika ingin memetakan sejarah gempa modern di Indonesia, maka boleh jadi tsunami di Aceh itulah yang paling dahsyat yang membuka mata untuk mempelajari kembali siklus gempa di Indonesia. Dalam liputan khusus Kompas, <em style="box-sizing: border-box;">Ekspedisi Cincin Api</em> tahun 2012, disebutkan wilayah Aceh masuk dalam kategori Patahan Sumatera yang mulai bergerak sejak zaman Peleozoikum-Mesozoikum-Tersier hingga hari ini. “Pulau Sumatra merupakan bagian dari Lempeng Eurasia yang bergerak sangat lambat dan berinteraksi dengan Lempeng Hindia-Australia…” (Kompas, Edisi Sabtu, 21 April 2012).</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Upaya yang dilakukan Kompas dalam liputan khususnya itu merupakan satu upaya merespons sejarah dan bentuk pengingatan kalau wilayah Indonesia masuk dalam zona cincin api sehingga peluang terjadi gempa dengan segala variannya sangat dimungkinkan. Lantas, jika demikian, apakah wilayah Indonesia tidak layak huni bagi 200 jutaan warga Indonesia. Persisnya tidak seperti itu, kita perlu melihat gempa sebagai bentuk pergerakan lempeng sesuai siklunya di mana dampaknya bisa dikurangi.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Dalam konsepsi demikian, gempa tidak dilihat sebagai “hukuman” dari Tuhan yang banyak dikonsepsikan tiap kali gempa terjadi. Mengapa korban berjatuhan begitu banyak (jiwa dan harta benda). Hal ini disebabkan karena bertemunya ancaman dan kerentanan karena tidak adanya siasat yang diupayakan dalam menghindari dampak dari gempa.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">_</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Dalam buku <em style="box-sizing: border-box;">Hidup di Atas Patahan, Pengalaman Kelola Bencana di Tiga Kabupaten (Bengkulu Utara, Sinjai, Maluku Tenggara)</em>. Anwar Jimpe Rachman menceritakan kembali pengalaman dan siasat yang coba dijalankan dalam menjawab kerentanan di masyarakat di mana tempat tinggalnya akrab dengan gempa.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Buku ini dimulai dengan kata pengantar yang meledak dan marah-marah dari Saleh Abdullah. Di paragrap pembuka, ia menuliskan kalimat magis dengan mengisahkan ulang legenda asal usul sumber mata air yang diyakini masyarakat di Desa Evu, Maluku Tenggara. “Si pemburu terperangah menyaksikan bagaimana dari kedua ketiak nenek tua itu memancurkan air yang kemudian diminum oleh kedua anjing si pemburu,…”. Masyarakat meyakini kalau air itu merupakan jelmaan sang nenek yang kemudian dikenal sebagai Nen Mas Il. Legenda ini sebentuk legitimasi sosial yang menempatkan perempuan di masyarakat Maluku Tenggara di posisi terhormat. Sebagai sumber kehidupan.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Kelak, di Maluku lahir organisasi masyarakat sipil (OMS) yang dinamai Yayasan Nen Mas Il (YNMI). OMS inilah yang mengupayakan program pengurangan risiko bencana (PRB) agar masuk menjadi kurikulum pendidikan di Maluku Tenggara. “Rencananya, program dalam bentuk pelajaran muatan lokal ini akan diujicobakan pada lima sekolah, yakni SD Kristen Ohoira, SD Negeri Wab Ngufar, SD Negeri Ohoi Badar, SMP Negeri 7 Kei Kecil, dan SMP Kristen Ohoira…” (Hal. 66).</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Buku ini terbit di tahun 2012, delapan tahun pasca tsunami di Aceh. Menilik isinya, juga merupakan bagian program mengambil peran dalam menyajikan kembali dan mendesak diperlukannya literasi bencana sejak mula di lingkungan masyarakat.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Ulasan tata kelola bencana di tiga kabupaten di provinsi berbeda ini meneroka lebih jauh tentang upaya yang coba dilakukan OMS penggerak dan kita akan melihat kiprah sejumlah orang dari lembaga dan orang-orang di wilayah bersangkutan relasinya dengan situasi yang dihadapi di lapangan. Meski situasi di tiga kabupaten berbeda, tetapi risiko rentan dari dampak bencana tetap sama. Seperti kelangkaan air bersih, kehilangan tempat mukim, dan akses sosial yang lain.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Direktur YNMI, Juliana Jamlean yang akrab disapa Uly, semula tidak menyadari potensi ancaman yang menyelimuti Maluku Tenggara. Ketika Saleh Abdullah datang membawa program PRB di tahun 2007 dan mengajak YNMI terlibat, YNMI masih bingung dengan isu kebencanaan karena menganggap gelombang pasang yang kerap terjadi sudah biasa dari tahun ke tahun. Setelah terlibat dalam program barulah muncul kesadaran dari hasil proses belajar. Krisis air bersih yang dialami Desa Warbal akibat gelombang pasang menjadi titik balik kesadaran.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Di Bengkulu Utara pasca gempa 7,9 SR pada 12 September 2007. Gempa ini yang kedua dalam kurung waktu sepuluh tahun terakhir karena di tahun 2000 juga terjadi gempa yang melanda banyak korban. Kesaksian Sastro, gempa tahun 2000 terjadi di malam hari dan tidak ada antisipasi sebelumnya. Sastro merupakan aktivis Warsi, lembaga pemerhati lingkungan. Bersama Wawan, keduanya aktif melakukan pendampingan di Desa Pondok Kelapa terkait penanggulangan kebencanaan.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Bentang alam Bengkulu dengan garis pantai sepanjang 525 kilometer di tepi barat Sumatra yang merupakan zona jalur zona subdiksi yang disebut Palung Jawa. “Zona ini menjulur seperti naga, dari sekitar deretan pulau-pulau kecil bagian selatan Indonesia hingga ke Chittagong, kota pelabuhan utama Bangladesh, Asia Selatan. (Hal. 16).</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Latar pengelolaan pendidikan kebencanaan di tiga kabupaten menekankan pada pentingngya tumbuhnya kesadaran kolektif warga dengan strategi memasukkan ke dalam kurikulum di sekolah formal. Di balik strategi itu dipaparkan siklus bencana dari sudut pandang penanggulangan kebencanaan.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Bengkulu yang masuk dalam Patahan Sumatra, Sulawesi Selatan dalam garis Patahan Walennae, dan Maluku terintegarsi dalam lintasan tiga lempeng bumi, yakni Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Di luar potensi gempa yang ditimbulkan dari pergeseran patahan dan lempeng tersebut, di Maluku Tenggara yang menjadi fokus analisis buku ini diintai bencana lain berupa krisis air bersih.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Konsep PRB menekakankan pada bentuk penyadaran dan sikap aktif masyarakat merespons bencana. Pendidikan kebencanaan ini penting mengingat Indonesia merupakan zona cincin api. Maka tidak mengherankan jika siklus gempa seperti berputar dari satu wilayah ke wilayah yang lain.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Kini, sepuluh tahun pasca banjir bandang di Senggerang, di sepanjang tahun yang telah lalu itu saya tidak pernah mendengar ada sebentuk upaya melakukan pemetaan kebencaan di Pangkep. Tidak oleh pemerintah atau lembaga non pemerintah di Pangkep. Upaya taktis yang dilakukan hanya berupa renovasi rumah korban dan proses pendampingan sejumlah lembaga mahasiswa bersama komunitas dalam melakukan terapi trauma dengan menyajikan hiburan. Setelahnya selesai.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Tentu hal yang dilakukan itu tidak keliru. Metode serupa sudah jamak dilakukan di lokasi bencana. Sejumlah desus-desus menyeruak kalau mengapa banjir bandang terjadi di wilayah yang justru, tak pernah dibayangkan bakal terjadi musibah. Hanya saja, asumsi itu menekankan pada mistik terkait perilaku warga. Saya mafhum saja mengingat kesadaran yang bekerja masih pada kesadaran magis (meminjam pendapat Paulo Freire).</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Hal yang justru tidak dilakukan oleh pemangku kebijakan di Pangkep, luput pada analisis sebab akibat terjadinya banjir bandang. Beberapa pendapat juga mengajukan asumsi kalau telah terjadi penebangan di bagian atas pemukiman warga yang kemudian tidak mendapat porsi pemberitaan yang luas. Kerja media pada umumnya lebih mendalami trauma warga yang menjadi korban tentang remeh temeh yang sesungguhnya malah mengaburkan bencana yang telah terjadi.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Asumsi dasar yang bisa diajukan tentu saja pada rusaknya ekologi di sekitaran pemukiman warga. Ada peran manusia mengapa banjir bandang bisa terjadi. Jadi, bencana terjadi bukan pada bekerjanya asumsi mistik. Selain itu Patahan Walennae tidak melintas di Pangkep. Mengutip pendapat Ir Kaharuddin MS, Dosen Geoologi Universitas Hasanuddin di buku ini (Hal. 68). Patahan Walennae membentuk garis dari barat Australia ke utara melewati Flores kemudian bagian timur pantai Selayar hingga Tanjung Bira di Bulukumba dan naik ke Sinjai yang memetong wilayah Bone, Soppeng menuju Sidrap. Juga memecah tiga wilayah lain setelahnya, yakni Parepare, Pinrang dan Polewali di Sulawesi Barat.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> <table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3OnIPZ9K-QLmiDr53o2kRObxYt40TfjVgPuZelbPkBoWdE1J-AEPYxF930jQoe_y_X4xoha1iAlzvH-qV8H1_NeXu0ppaW2yuCYgmjBZA6qPRRkBg6nPop9tD-6eysSjfWArrMOmvOr0/s1920/BENCANA.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1080" data-original-width="1920" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3OnIPZ9K-QLmiDr53o2kRObxYt40TfjVgPuZelbPkBoWdE1J-AEPYxF930jQoe_y_X4xoha1iAlzvH-qV8H1_NeXu0ppaW2yuCYgmjBZA6qPRRkBg6nPop9tD-6eysSjfWArrMOmvOr0/w640-h360/BENCANA.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Foto: Muh Basir</td></tr></tbody></table><br /></p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Mengacu peta potensi bencana berdasarakan garis Patahan Walennae, maka potensi bencana di Pangkep yang diakibatkan pergeseran atau pergerakan garis tidak signifikan. Beberapa waktu lalu saya pernah melakukan survei pendapat ke sejumlah kerabat untuk mengisahkan ingatan berdasarkan cerita orang tua tentang bencana yang pernah terjadi di Pangkep. Hasilnya tidak ada yang menyebutkan gempa. Sebagai besar pendapat lebih didasarkan pada bencana kelaparan karena hasil panen gagal atau bencana kekeringan.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> <br /></p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Perbincangan lepas dengan penulis buku ini menyimpan kekhawatiran kalau warga Pangkep begitu berani hidup dengan potensi bencana dari pesisir. Pangkep memang memiliki bentang alam kepulauan yang luas dan bencana puting beliung. Saban tahun kejadian yang menimpa rumah warga di pesisir terus terjadi. Peristiwa terbaru pada 2 April lalu di Kelurahan Bonto Perak yang mengakibatkan sejumlah rumah rusak bahkan ada yang rata dengan tanah.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;"> </p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px;">Pengalaman tata kelola bencana yang diulas dalam buku ini tak semuanya menemukan keberhasilan. Di Sinjai, Sulawesi Selatan, tim PRB Payo-Payo-Ininnawa yang bekerja di sana merespons bencana longsor yang terjadi pada 2006 harus berhadapan dengan tebalnya tembok birokrasi. Namun, di titik itulah tantangan lain yang harus dihadapi dalam mengupayakan pendidikan kebencanaan sebagai bekal mengurangi risiko dan sikap kita hidup di zona cincin api serta peran dalam kelola bencana setelah tsunami Aceh 2004.</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px; text-align: center;">_</p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px; text-align: center;"><br /></p><p class="ql-align-justify" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #212529; font-family: "PT Sans", -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, "Helvetica Neue", Arial, "Noto Sans", sans-serif, "Apple Color Emoji", "Segoe UI Emoji", "Segoe UI Symbol", "Noto Color Emoji"; font-size: 17px; margin-bottom: 1rem; margin-top: 0px; text-align: left;"><i>Publikasi pertama di laman: https://pustakabergerak.id/artikel/sesudah-2004-dan-sikap-kita-atas-bencana</i></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-2891901856612254872021-03-13T11:23:00.001+07:002021-03-13T11:24:55.936+07:00Mengenal Motoro, Perahu Kecil Nelayan di Pulau Kapoposang<p> </p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeK1aR_DIfu37g6lkj6x78mmz04Yyb-iYxDgCK4lo2_H5FZMaXlon4HXPGeMhx5u6RP_Bo-nf50305xlzSxd3ZGOye9zz5chQOuB1k_MCyRaqJTJZ46fhhsFKMksSIEl5mTt_dIxh_tlA/s926/motoro.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="437" data-original-width="926" height="302" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeK1aR_DIfu37g6lkj6x78mmz04Yyb-iYxDgCK4lo2_H5FZMaXlon4HXPGeMhx5u6RP_Bo-nf50305xlzSxd3ZGOye9zz5chQOuB1k_MCyRaqJTJZ46fhhsFKMksSIEl5mTt_dIxh_tlA/w640-h302/motoro.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Motoro </i>nelayan di Pulau Kapoposang</td></tr></tbody></table><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><p></p><p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) membedakan definisi perahu dengan kapal, juga sampan. Namun,
perbedaan itu memiliki kesamaan fungsi. Sama-sama tidak bisa dipakai melintasi
jalur tol. Maksudnya, tentu saja, jalur tol di darat, yang kalian pikirkan
sebenarnya apa, tol laut itu bukan fisik loh, itu cuma metode atau jalur
pelayaran. Dulu juga saya berpikirnya begitu, membayangkan ada jembatan
melintas di atas Laut Banda atau di Samudera Pasifik.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Di kabupaten saya, luas
wilayah lautnya lebih luas dari daratan. Namanya juga kepanjangan dibanding
nama kabupaten lain di Sulawesi Selatan. Makanya disingkat saja menjadi Pangkep
(Pangkajene-Kepulauan).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Terdapat empat
kecamatan kepulauan dengan 32 kelurahan/desa maritim yang, menurut perkiraan
awal saya, semua warga yang tinggal di wilayah kepulauan itu memiliki kesamaan
alat transportasi yang sama: perahu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Ya, semua sih perahu,
tetapi jenisnya beda dan punya nama. Dulu juga saya anggap kalau perahu yang
ukurannya kecil itu disebut <i style="mso-bidi-font-style: normal;">jolloro,</i>
bahasa setempat untuk jenis perahu yang bagian belakangnya kecil atau agak
lancip. Jadi, meski ukurannya besar tetapi bokongnya lancip, maka itu adalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">jolloro.</i> Prosedur penamaan ini berlaku
untuk perahu yang disebut <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kappala, </i>adaptasi
bahasa Bugis untuk kapal. Walau ukurannya kecil, tetapi bagian belakangnya
lebar, maka itu disebut <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kappala.<o:p></o:p></i></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Ketika berkunjung ke Pulau
Kapoposang, kapal ukuran kecil yang menjadi moda tranportasi laut nelayan di
sana dikenalkan dengan sebutan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">motoro.</i>
Wow, kok bisa. Pada umumnya di Sulawesi Selatan jika menyebut <i style="mso-bidi-font-style: normal;">motoro</i>, maka itu berarti sepeda motor
alias kendaraan roda dua. Secara adaptasi fonetik dari bahasa Indonesia juga
tepat: motor, dialihbahasakan ke Bugis menjadi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">motoro.</i></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya jadi
bertanya-tanya, apa mungkin penyebutan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">motoro</i>
itu bagian dari perlawanan kepada warga yang tinggal di daratan yang menyebut
kendaraan roda dua mereka dengan sebutan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">motoro.</i>
Rupanya, saya kembali keliru. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya khilaf dengan
segala pengetahuan simbolik daratan saya yang ikut terbawa ke pulau. Nelayan di
Kapoposang lebih paham dan tepat guna melabelkan penggunaan kosa kata baru ke
perangkat alat kerja mereka. Jadi begini, semakin ke sini pikiran saya makin
terbuka tentang moda transportasi laut di wilayah kepulauan. Penyebutan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">motoro</i> untuk kapal kecil itu ternyata
merujuk pada penggunaan dan metode pemasangan mesin. Dalam KBBI, motor adalah
mesin penggerak. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Jadi, mesin yang
dipasang di kapal itu permanen dan terletak di lambung kapal. Ukuran mesin
tentu disesuaikan dengan ukuran kapal. Lalu mengapa disebut <i style="mso-bidi-font-style: normal;">motoro. </i>Selain ukuran mesinnya kecil,
juga, sepertinya untuk membedakan dengan penyebutan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kappala </i>(kapal) berukuran besar yang banyak dipakai di pulau
tetangga. Pulau Kapoposang ini tetanggaan dengan Pulau Pandangan di mana
nelayan di pulau ini ukuran kapalnya besar-besar dan tentu mesinnya juga besar.
<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Karena model perahunya
sama, yakni bokongnya tidak lancip, maka semua perahu disebut kapal. Di Pulau
Pandangan berhak menyebut perahu mereka dengan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kappala</i> karena ukurannya besar. Sedangkan nelayan di Pulau
Kapoposang tidak mau kalah, tetapi, tentu tidak sreg kalau harus menyebut
perahunya: <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kappala biccu </i>(kapal
kecil). Supaya lebih elegan, disebutlah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">motoro,
</i>kira-kira begitu.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kedua pulau tetanggaan
ini satu desa, nama desanya, Mattiro Ujung. Jika melihat peta dunia tentu agak
sulit menemukannya, apalagi memakai peta buta. Jadi, arahkanlah pandanganmu ke
kiblat dan minta petunjuk kepada yang maha kuasa. “Ya, Tuhan berilah hamba mata
batin untuk menemukan pulau harta karun ini.” Stop! Jangan mimpi. Pulau harta
karun hanya ada dalam dongeng.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsMMiPaX_xWt8B0KdDzbOkt9ZpWtpnIyXj4TxGeGdOrycZpOmBJaWbRxAlJM9IMVvSyUZJ8naZrhETLHBjtNY3OROjgwaxEpOQ1mfRaV4utYK9JgaUnKkvHcEtRxnxzf1YmeBm7MopTh4/s2643/FOTO+%25287%2529.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1189" data-original-width="2643" height="288" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsMMiPaX_xWt8B0KdDzbOkt9ZpWtpnIyXj4TxGeGdOrycZpOmBJaWbRxAlJM9IMVvSyUZJ8naZrhETLHBjtNY3OROjgwaxEpOQ1mfRaV4utYK9JgaUnKkvHcEtRxnxzf1YmeBm7MopTh4/w640-h288/FOTO+%25287%2529.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Kappala </i>nelayan di Pulau Pandangan</td></tr></tbody></table><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span><p></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></p><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Keberadaan pulau ini
berada di lepas pantai barat daya Sulawesi, Nah, di situlah gugusan ratusan
pulau yang nampak seperti ceceran sperma bila dilihat dari atas yang, konon,
menjadi dasar disebut pula Kepulauan Spermonde karena kata <i>sperm</i> dalam bahasa Belanda berarti sperma. Ini maksudnya apa ya,
kok sosioliguistiknya seksis. Sampai penamaan saja harus manggut sama orang
Eropa. Saya pribadi lebih senang menggunakan istilah Kepulauan Sangkarang,
merujuk dari penamaan orang-orang terdahulu di Sulawesi Selatan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">“Motoro
</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">nelayan
di Kapoposang menggunakan Dongfeng,” kata Hasanuddin, Kepala Desa Mattiro
Ujung. Dongfeng merupakan mesin diesel produksi Motor Company Limited, China.
Tentu, harus dimodifikasi sesuai kebutuhan. Pilihan mesin ini dianggap tahan
lama dan murah dibanding menggunakan mesin pabrikan asal Jepang seperti Yanmar
atau Kubota.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kelebihan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">motoro</i> ini bisa dirasakan ketika ombak
tinggi. Menurut pengalaman sejumlah teman, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">motoro</i>
mampu memecah ombak karena ukurannya kecil dan laju. Namun, pengalaman pribadi
menujukkan, sebagian besar pengakuan itu tetap saja membuat tubuh kuyup kena
cipratan air laut.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Motoro</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">
menjadi moda tranportasi andalan nelayan Kapoposang setelah praktik melaut
berubah. Dulu nelayan juga menggunakan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kappala</i>
karena metode menangkap ikannya sama dengan nelayan di pulau tetangga yang
membangun rumpon. Praktik nelayan seperti itu disebut <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ma’gae</i> dalam bahasa setempat atau sama dengan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">purse seine</i> (pukat cincing). Hanya saja, metode tersebut membutuhkan
biaya yang banyak karena kapal harus berukuran besar dan melibatkan banyak
orang.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Secara berangsur
nelayan Pulau Kapoposang mengubah haluan dengan menciptagunakan perahu yang
sesuai model melaut mereka yang mengandalan pancing menangkap ikan dan membuat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">pakkaja, </i>alat tangkap telur ikan
terbang.</span></p>kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0Mattiro Ujung, Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, Indonesia-4.7025020999999994 118.9637809-49.552127424605395 48.6512809 40.1471232246054 -170.72371909999998tag:blogger.com,1999:blog-1036308115609265702.post-52640325297584422732020-07-28T15:26:00.001+07:002020-07-29T08:22:58.376+07:00Asa Energi dari Tahi Sapi
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJS66YxNeUiA_8610CtoBnq0aFXAA6ROisOdlJAIkCOnjIiEDftvaMW910dPSmelsLBb2DbBsOsuA8GuBl0HW5L3JBgzc_-xKNKSYktJ2oyXElHoCOuxYHJBbAGHa5Brt8348Ab47ITx0/s1920/ASA+ENERGI+TAHI+SAPI.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1080" data-original-width="1920" height="351" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJS66YxNeUiA_8610CtoBnq0aFXAA6ROisOdlJAIkCOnjIiEDftvaMW910dPSmelsLBb2DbBsOsuA8GuBl0HW5L3JBgzc_-xKNKSYktJ2oyXElHoCOuxYHJBbAGHa5Brt8348Ab47ITx0/w625-h351/ASA+ENERGI+TAHI+SAPI.png" width="625" /></a></div><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><br /></span><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Semula
hanya tiga orang yang datang di posko kami siang itu, mereka adalah siswa SMP
satu atap (Satap), disebut demikian karena gedung sekolah yang dipakai juga
digunakan siswa sekolah dasar. Ketiga anak SMP itu memenuhi janji dari ajakan
kami sebagai mahasiswa yang sedang menjalankan program Kuliah Kerja Lapangan
Profesi (KKLP).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Guna
melanjutkan proses pembelajaran keterampilan membuat majalah dinding yang
menjadi salah satu program kerja kami, siswa SMP, atau pengurus OSIS itu kami
ajak ke posko untuk menyelesaikan edisi perdana majalah dinding (mading)
mereka. Meski hanya tiga orang, tetapi menurut Harianti, Ketua OSIS, teman mereka
yang lain sebenarnya berminat, namun tidak bisa selalu datang karena harus ke
kebun sepulang sekolah.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Seiring
hari berlalu, Harianti tidak keliru, pengurus OSIS yang datang ke posko
bertambah. Puncaknya terjadi di hari Minggu. Kami tentu saja senang, kegembiraan
mereka mau belajar bersama dan berbagi lebih jauh tentang informasi di desa
mereka. Selama dua bulan KKLP, kami senang membantu merumuskan topik tiap edisi
mading. Berdasarkan kesepakatan edisi mading diganti sekali seminggu.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Jika
tidak salah ingat, persiapan edisi ketiga, kami memberi tantangan untuk membuat
berita sendiri dengan menuliskan hal-hal unik atau yang perlu untuk dikabarkan.
Ya, sebelumnya kami telah membekali mereka teknik penulisan sederhana. Jadi
mereka akan mencari liputan layaknya kerja wartawan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Nah,
dari sinilah kami mendapat informasi yang sungguh baru. Meski kami dari desa
yang berbeda, kami masihlah satu kabupaten: Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep).
Kami sungguh tak mengetahui kalau di Desa Tompobulu tempat kami KKLP ada warga
yang menggunakan dan memproduksi energi mandiri. Secara geografis, letak
Tompobulu memang jauh dari pusat kota kabupaten, dibutuhkan perjalanan darat naik
motor atau mobil dengan jarak tempuh sekitar satu jam lebih.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Tompobulu
masuk dalam administratif Kecamatan Balocci. Jalan menanjak dan berkelok harus
ditaklukkan. Di desa inilah tempat persinggahan para pendaki yang hendak
menaklukkan puncak gunung Bulusaraung yang masuk dalam kawasan Taman Nasional
Bulusaraung yang meliputi dua kabupatan di Sulawesi Selatan, yakni Pangkep dan
Maros.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Peristiwa
yang saya ceritakan di atas telah berlangsung lama, saya bersama lima teman
kuliah menempuh KKLP di Tompobulu di tahun 2012 silam. Remah ingatan kembali
menyeruak tiap kali mendengar tentang kemandirian energi. </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Melalui
anak SMP di masa itu saya melihat langsung instalasi biogas untuk perapian yang
bisa dipakai empat rumah tangga. Di Lamporo, salah satu dusun di Tompobulu juga
terdapat instalasi serupa untuk energi listrik. Belakang hari barulah saya
ketahui kalau proses pembangunan instalasi biogas tersebut merupakan program
dari SRP Payo Payo, lembaga yang kini berkedudukan di Maros yang sejak mula
melakukan proses pendampingan di tahun 2011. </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">“Di
Lamporo, Desa Tompobulu, Pangkep, empat keluarga nyaris di sepanjang tahun 2011
menikmati aliran listrik dari limbah kotoran sapi. Digester pembangkit listrik
berukuran 18 meter kubik dibangun pada Januari 2011…” tulis Nurhady Sirimorok
dan Hasriadi Ary dalam buku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Desa Butuh
Energi Alternatif, Sekarang!</i> (Insist Press: 2013).</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUzcL8NjpzP5CJIUaMu-FEGMIrPpDSvmX2jBWal1TWt7V0Nm9xB3XGyVMQlUc5uVFhmcwdLnb_P2ajvm-aBv5xpJM0wNkrLqXxQOC5l1X4mU1f0UiKOSIgm1VRO7b2UI3KRmcL9l0oxYQ/s2048/BUKU+DESA+BUTUH+ENERGI.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Dok. Pribadi" border="0" data-original-height="1460" data-original-width="2048" height="445" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUzcL8NjpzP5CJIUaMu-FEGMIrPpDSvmX2jBWal1TWt7V0Nm9xB3XGyVMQlUc5uVFhmcwdLnb_P2ajvm-aBv5xpJM0wNkrLqXxQOC5l1X4mU1f0UiKOSIgm1VRO7b2UI3KRmcL9l0oxYQ/w625-h445/BUKU+DESA+BUTUH+ENERGI.jpg" title="Dok. Pribadi" width="625" /></a></div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_Vpzc4DFW4tWD3Q8364uan7T-IZJr1wZJfpjcKt6n0-P_qcFDSEAfrMieGMAM44BmnWLcch9XjiWU4YP7us-bHke-o_4T2p5lEJ6kvFVyUwRVkLyODR4NRaMqKJzig_rQhcpjtYtPXQg/s2048/BUKU+DESA+BUTUH+ENERGI.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><br /></a></div><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;"></span><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Keputusan Politik dan Tantangan di
Lapangan</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><br /></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">//Mengapa nyala lampu kita meninggalkan
lubang-lubang tambang//</span></i></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">//Mengapa terang rumah kita
mendatangkan duka dan derita//</span></i></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Di
balik kepraktisan menekan saklar lampu ada duka dan derita di seberang jauh
yang tidak disadari. Kira-kira, seperti itulah gugatan yang hendak disuarakan
dalam lirik lagu Sisir Tanah berjudul <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lagu
Alternatif</i> yang dikutip di atas. </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Bahan energi
yang kita gunakan masihlah mengandalkan isi perut bumi dari pulau Kalimantan,
wilayah yang menjadi basis tambang batu bara terbesar di negeri ini. Asumsi
dasar yang sering dipakai tentang mengapa batu bara menjadi pilihan utama
ialah, biaya yang murah dan kita belum siap membangun basis energi terbarukan.
Benarkah demikian? </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Menjawab
asumsi tersebut tentu membutuhkan uraian panjang dan komparasi referensi yang
banyak dari pakar energi. Namun, jika kita melihat trend sejumlah negara di
Eropa yang berkomitmen mengakhiri penggunaan energi yang tidak terbarukan, maka
bukan hal mustahil kemudian jika hidup manusia di bumi akan tetap berlanjut
dengan sumber energi yang lain (alternatif).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Dikutip
dari postingan Instagram Green Peace (@greepeaceid). Di tahun 2020 ini Austria
dan Swedia menjadi negara pertama mengakhiri era energi kotor. Dua negara
bertetangga Spanyol dan Portugal juga berkomitmen menghentikan PLTU Batubara di
tahun 2021. Langkah ini melanjutkan komitmen politik pemimpin negara yang
dimulai oleh Belgia di tahun 2016 lalu.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">//<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Nyalakan lampu dari putaran angin//</i></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">//Terangi rumah dari aliran air//</span></i></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">//Sinari kota dengan panas matahari//</span></i></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Lirik
di atas masih sambungan dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lagu
Alternatif</i>, sejauh ini, upaya menghadirkan sumber energi terbarukan terus
diupayakan. Di kampung saya, pemerintah desa membangun lampu jalan panel surya
di sejumlah titik. Mulanya saya pikir kebijakan tersebut hanya ada di desa
saya, tetapi informasi sejumlah teman juga memberikan kesaksian kalau
pemasangan instalasi serupa juga dilakukan di desa mereka, utamanya desa di
wilayah kepulauan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Kebijakan
tersebut bagian dari inisiatif pemerintah desa mengelola dana desa untuk
pembangunan infrastruktur berdasarkan basis kebutuhan. Lalu mengapa memilih
panel surya? Hal ini tentulah berkaitan erat dengan sosialisasi penggunaan
energi alternatif yang sebenarnya sudah lama dilakukan dan informasi tersebut
bukan lagi barang langka. Namun, kendala panel surya ini untuk kebutuhan
listrik rumah tangga di desa masihlah berat. Hasil perbincangan dengan tetangga
di desa menyimpulkan kalau panel surya masih mahal dibanding pasokan listrik
dari PLN yang dibayar perbulan sekitar 50 ribu saja.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Kembali
ke Tompobulu, usai pembangunan energi biogas dan diharapkan masyarakat mandiri
dalam melanjutkan, tetap saja ada kendala dan kendornya semangat. Mengingat
bahan dasar biogas yang dibangun adalah tahi sapi, maka pasokan itu harus
selalu memenuhi standar agar keluaran energi yang dihasilkan bisa maksimal.
Masalahnya, mengkandangkan sapi seharian penuh adalah pekerjaan tambahan karena
harus memastikan makanan, sedangkan kebiasan warga membiarkan saja sapi mereka
berkeliaran mencari makan. </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">“Kebiasaan
meliarkan sapi, misalnya, menjadi tantangan besar dalam pemanfaatan limbah
kotoran sapi. Mengubah kebiasaan itu menjadi pengandangan sapi akan sangat.”
Tulis Imran Gadabu dalam Buletin Payo-Payo Edisi II, Februari 2012.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Tantangan
di lapangan dalam pembangunan energi alternatif memang perlu kebijakan politik
yang memberi jaminan keberlanjutan secara bertahap hingga bisa melepaskan
ketergantungan pada sumber energi konvensional. </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Di
Tompobulu ada dua pembangunan digester biogas, pertama di dusun Lamporo yang
diperuntukkan untuk penerangan sejumlah rumah tangga kedua berada di pusat
desa, ukuran digester lebih kecil dan diperuntukkan untuk perapian empat rumah
tangga. Digester itu dibangun di belakang rumah Misbah. </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Bersama
anak SMP kala itu, kami imbau kalau edisi mading mereka perlu menampilkan
penggunaan energi berbahan tahi sapi yang dikelola mandiri oleh warga. Istri
Misbah menujukkan cara kerjanya dan kami dibuat takjub karena memang baru melihat
instalasi perapian tersebut.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Sewaktu
menuliskan catatan ini, saya merencanakan agenda ke Tompobulu untuk melihat
kembali instalasi biogas, tetapi situasi pandemi Covid 19 menjadi pertimbangan
melakukan kunjungan, upaya mengontak jaringan di sana juga terkendala karena
jaringan telepon. Di Tompobulu, desa yang didindingi pegunungan sulit
mengandalan jaringan dan hanya ada di titik tertentu. </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Warga
tidak bebas menggunakan telepon selular, hape mereka digantung di sudut
tertentu di rumah masing-masing untuk menerima pesan pendek atau telepon yang
sewaktu-waktu mendapat jaringan. Hal tersebut juga kami lakukan sewaktu KKLP.
Namun, saya menyimpan keyakinan kalau digester biogas itu masihlah terawat dan
menjadi energi alternatif meski tidak semua warga di Tompobulu dapat
mengaksesnya.</span></p>
<p align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: center;"><span style="font-family: "cambria", "serif"; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;">_</span></p>
<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:RelyOnVML/>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
<w:UseFELayout/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->kamar-bawahhttp://www.blogger.com/profile/09828429191173183014noreply@blogger.com0