Sekilas Mengenal Lima Sungai yang Membelah Daratan Pangkep

Sungai Pangkajene (dok. Pribadi)

Berjarak sekitar 50 Km di sisi Utara kota Makassar, terletak kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) dengan luas wilayah 12.362,73 Km2, terbagi wilayah laut seluas 11.464,44 Km2 dan darat 898,29 Km2. Data ini mengacu pada rilis Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) lembaga negara yang bertugas memberikan pemetaan informasi geospasial, sekarang menjadi Badan Informasi Geospasial (BIG).

Luas wilayah lautan menunjukkan banyaknya pulau di Pangkep. Lalu, bagaimana menjangkau wilayah kepulauan maha luas itu. Sejauh ini, selain jalur sungai, pilihannya harus ke pelabuhan Paotere di Makassar bila ingin berkunjung ke sejumlah kepulauan yang jaraknya terbilang jauh.
Di sepanjang jalur darat Trans Sulawesi, ada lima sungai yang dilintasi. Jika perjalanan dimulai dari kota Makassar, sungai pertama merupakan pemisah daratan sekaligus batas wilayah Kabupaten Maros.

1.Sungai Kalibone

Dalam penanggalan pasar tradisional di dua kecamatan: Minasatene dan Balocci, dua kali dalam seminggu, di tepi sungai ini digelar pasar yang mulanya dikenal pasar Kabba, merujuk pada nama desa Kabba. Cerita lalu yang diriwayatkan turun temurun, pernah ada kekacauan di pasar Kabba sehingga lokasi pasar dipindahkan ke Kalibone, tepat di sisi sungai. Hingga kini, sebagian masyarakat masih menyebut pasar Kabba selain sebutan pasar Kalibone.

Sungai ini sudah dilengkapi dermaga berbahan beton. Di sisi Barat merupakan muara dan sisi Timur menghubungkan dua desa, Kabba dan Panaikang. Aliran sungai juga menjadi irigasi area empang di dua desa itu dan Kelurahan Bonto Langkasa. Sungai ini juga terhubung dengan dengan salo (sungai) Tuarang di Panaikang dan sikku saloe (sungai kecil) di Kabba.

Sungai Kalibone (Dok. Pribadi)

2.Sungai Maleleng

Secara administratif, Maleleng masuk dalam wilayah Kelurahan Bonto Kio, Minasatene, tak jauh dari jembatan yang menjadi penghubung. Di sisi jalan, terdapat penjual ikan bandeng, mujair, udang, dan kepiting.

Di sisi Timur aliran sungai ini nampaknya pendek saja yang menjadi saluran irigasi area empang warga. Sungai Maleleng, demikian penyebutannya, sesuai nama wilayah tersebut. Bukanlah sungai pelintasan yang menghubungkan antar desa. Sungai ini tidak dilengkapi dermaga dan jarang terlihat lalu lintas moda transportasi air.

Sungai Male'leng (Dok. Pribadi)

3.Sungai Pangkajene

Berada di jantung kota Pangkajene, ibu kota Pangkep. Sungai ini dulunya disebut Marana sesuai nama wilayah di zaman dahulu, kampung Marana. Seiring waktu, nama sungai terus berubah sesuai kebijakan pemerintahan di Pangkep. Di era bupati H. Andi Baso Amirullah, sungai ini dikenal dengan sebutan sungai Citra Mas (Cita-cita Masyarakat Adil Sejahtera), slogan pemerintahan yang digelorakan saat itu.

Seiring waktu, penyebutan sungai Pangkajene lebih banyak digunakan. Merujuk pada gabungan kata Makassar: pangka (bercabang) dan je’ne (air), harfiahnya, percabangan air. Dalam catatan M. Farid. W. Makkulau, sungai ini memang menjadi jalur pelintasan warga, juga menjadi sarana perjumpaan menyampaikan kabar dan transaksi jasa dan barang. Tegasnya, peradaban sungai sudah terbangun di masa lalu.

Hingga saat ini, polesan bedak pembangunan terus mengubah wajah sungai. Bupati H. Syamsuddin Hamid di periode pertama jabatannya, mengenalkan sungai ini dengan sebutan Kali Bersih. Sejumlah penanda dibangun di tepi sungai, termasuk tulisan balok: Kali Bersih.

Hanya saja, warga lebih akrab menyebutnya sungai Pangkajene yang memang lebih kultural. Dari generasi muda, mengenalkan akronim PIS (Pinggir Sungai) untuk menujukkan lokasi kuliner di tepi sungai.

Saat ini tiang-tiang beton terus ditanam di kedua sisi sungai, sebagian sudah rampung dan menjadi anjungan. Motif utama pembangunan ini tentulah merupakan semangat memodernkan sungai. Konteksnya memang bukan lagi pada peremajaan sungai agar tidak terjadi pengikisan atau dijadikan ruang hunian juga lokasi pembuangan sampah. Sebab, hal tersebut sudah dipagari, mengingat komitmen pemerintah dalam normalisasi sungai, utamanya, lokus area pasar di sisi Barat dan pemukiman warga di sisi Timur.

Hanya saja, memagari sungai dengan beton tentu memiliki dampak ekologis. Memang terlihat rapi, tertata, dan bersih, tetapi membunuh kehidupan dalam sungai. Bisa dilihat dengan berkurangnya spesies makhluk hidup. Tahun 2014 lalu, spesies yang hidup di sepanjang aliran sungai ini mati. Penyebabnya tentu saja bukan karena beton itu tadi. Namun, dalam sejarahnya, mendekati produk alam dengan cara memaksakan pola pikir pembangunan fisik macam betonisasi, akan berdampak pada ekosistem.

Asumsi ini bisa saja dibantah dengan mengatakan, kalau lokasi pembetonan hanyalah beberapa meter saja. Tetapi, siklus alam memiliki cara kerjanya sendiri. Ini sebuah pertaruhan, antara merawat sungai dengan cara ringkas dengan konsikuensi rusaknya ekologis ataukah mendekati alam (sungai) dengan cara alami.

Sungai ini juga, saban hari, dilintasi jolloro, sebutan moda transportasi air yang banyak digunakan warga dari pulau, melewati aliran sungai ini untuk keperluan berbelanja di pasar Pangkajene. Bisa disebut, sungai Pangkajene merupakan pelintasan utama yang menghubungkan beberapa wilayah kepulauan yang jaraknya dekat.

4.Sungai (Dermaga) Marang

Melihat sungai ini, pandangan mata tidak menemukan jembatan besar seperti di sungai Maleleng, Kalibone, atau Pangkajene. Hanya ada jembatan kecil yang dibawahnya menjadi aliran sungai ke seberang jalan di sisi Timur.

Meski demikian, aliran sungai ini juga menjadi jalur pelintasan warga yang hendak ke wilayah kepulauan. Terletak di kecamatan Marang yang, kerap disebut dermaga Marang.

Di sisi Timur, tampak aliran sungai sangat dangkal jika air sedang surut. Di tepinya ditumbuhi mangrove yang populasinya tidak banyak. Tak jauh dari dari situ, juga terdapat pasar rakyat. Tak banyak informasi yang dihimpun mengenai sungai ini, semoga ke depan, data dapat ditambahkan.

Sungai Ma'rang (Dok. Pribadi)

5.Sungai Segeri

Inilah sungai terakhir yang membela daratan Pangkep sebelum memasuki wilayah Kabupaten Barru. Terletak di kota kecamatan Segeri. Pengamatan yang dilakukan, aliran sungai sangat tenang. Tidak ditemukan jejak transportasi air yang menghubungkan antar wilayah.


Sungai Segeri (Dok. Pribadi)

Beberapa orang terlihat memancing di tepi sungai untuk mendapatkan ikan nila dan gabus. Di sisi Timur dan Barat, terpasang beberapa meter bronjong sebagai upaya menahan erosi. Di kedua sisi sungai, beberapa rumah warga berada di bantaran sungai, posisi rumah ada memunggungi, menyamping, dan berhadapan dengan sungai. Posisi demikian berdampak pada dijadikannya sungai sebagai tempat pembuangan sampah. Terlihat memang titik pembuangan sampah. Berharap aliran air menghanyutkanknya.
_
Sudut pandang ulasan ini tentu saja subyektif, itu yang perlu dipahami, bahwa catatan mengenai kelima sungai ini masihlah sangat minim. Diperlukan penelitian lebih lanjut guna mengetahui sejarah dan geliat kehidupan di aliran sungai.

Saya hanya membayangkan diri sedang duduk di dalam kabin bus menuju Palopo dari Makassar yang melintasi Pangkep di siang hari. Dan, bertannya dalam hati, mengapa daratan Maros hanya dibelah tiga sungai dan Pangkep lima sungai.
_
Dimuat di saraung.com edisi 5 Januari 2017



Komentar

Postingan Populer