Mengunjungi Kenangan



 
 
Dari kiri: Manni, Rasma, Arny, Anto, dan saya (Daus)

Tujuh belas tahun setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP). Endapan ingatan mengenai teman sekolah hanya tertuju pada orang-orang yang selalu menjadi teman perjalanan di masa itu.

Idris, salah satunya, karena kami tetangga desa. Lalu ada Herman, kemudian Dedi. Intensitas pertemuan dengan ketiga teman ini tak pernah terputus walau waktunya tak bisa dikatakan sering berjumpa.

Sejak tamat SMP, kabar mengenai Dedi terputus dan hanya sesekali bertemu. Saya tentu kaget ketika di suatu malam di kisaran tahun 2006 atau 2007. Ia datang ke rumah bersama Idris dan menyampaikan kalau dirinya sudah lulus menjadi anggota kepolisian. Plakkk! Tentu sulit saya percaya.

Mengenai Herman, bersama Idris, saya datang ketika ia menikah (lupa tahun berapa). Lebaran tiga tahun lalu, jika tidak salah ingat, masih bersama Idris, kami berdua menyambanginya di rumahnya di Balocci. Terakhir berjumpa dengannya waktu Idris menikah. Dua orang ini juga datang ketika saya menikah di tahun 2013.
_

Media sosial maya temuan Mark Zuckerberg lumayan membantu menghubungkan kembali dengan teman-teman masa SMP. Bukan cuma teman sekelas, tetapi teman satu angkatan di SMP Kassi, sebutan untuk SMP Negeri 1 Balocci.

Seiring waktu teknologi informasi terus berevolusi dan ditunjang aplikasi obrolan yang memudahkan orang-orang terhubung. Awal Mei lalu, saya membuat grup WhatsApp setelah Kenta, nama beken Ilham, juga teman seperjalanan waktu SMP mengonfirmasi di Facebook. Kami bertukar nomor hape.

Mengenai Kenta, setelah 17 tahun lamanya, barulah kali pertama bercakap kembali. Saya lalu teringat kembali dengan Dedi, saya juga meneleponnya sesaat setelah menyudahi obrolan dengan Kenta. Nah, kira-kira, seperti itulah kemudian sehingga grup WhatsApp dibuat.

Niat awalnya ingin terhubung dengan teman sekelas saja. Bahrun juga saya konfirmasi melalui chating di Facebook. Dalam perjalanannya, teman sejalan ketika bolos dulu juga saya masukkan meski tidak satu kelas. Tiyas, misalnya, ia dari kelas 3-3. Tetapi, ia bagian dari “kenakalan” di masa SMP.

Sebisa mungkin teman sekelas saya cari di Facebook, hasilnya tidaklah banyak. Saya hanya menemukan Rosita. Saya lalu meminta adik kelas bernama Ana yang satu kampung dengan Irma, Lina, Fitri, dan Baya di Kassi Pasar. Dan, mau tidak mau, Rasma, satu angkatan tetapi beda kelas, juga saya konfirmasi mengenai hal ini.

Perlahan, teman-teman seangkatan yang selama 17 tahun tak pernah bercakap muncul satu-satu. Nama grup pun diubah menjadi: Alumni SMP Kassi Angkatan 2000. Hasilnya, sejauh ini, ada dari kelas 3-2, 3-3, 3-4, dan 3-5. Artinya, perwakilan angkatan semuanya ada.
_

Sabtu, 20 Mei, perjumpaan tahap pertama dilakukan di rumahnya Anto di Kassi, tak jauh dari lokasi sekolah. Manni dan Rasma dari kelas 3-2. Saya, Anto, dan Arny dari kelas 3-1 akhirnya bertatap muka setelah 17 tahun. Kecuali Anto, di beberapa kesempatan saya kerap bertemu di pelbagai kegiatan kemahasiswaan.

Perjumpaan itu merupakan usulan menindaklanjuti reuni akbar yang digagas angkatan pertama, tahun 1980. Kami dari angkatan 2000 tentu ingin terlibat, karena itulah diupayakan untuk berjumpa dulu guna membahas apa saja yang perlu dipersiapkan.


Spanduk Reuni Akbar yang terpasang di pagar salah satu rumah panitia di Soreang

Sayang, tak banyak yang dapat kami perbincangkan mengingat di antara kami tak pernah mengikuti pertemuan resmi dengan panitia reuni akbar itu. di grup Facebook panitia reuni telah diumumkan nama perwakilan masing-masing angkatan. Manni ada di sana dari angkatan 2000.

Namun, Manni sebatas memberikan informasi sepotong saja mengenai syarat mengikuti reuni akbar. Jadi, pertemuan pada Sabtu itu, selain lepas kangen, kami juga berinisiatif membuat kaos khusus mengikuti reuni. Membuat spanduk yang isinya angkatan 2000 akan berpartisipasi.
_

Di luar dari tujuan pertemuan di rumahnya Anto. Bagi saya, meski ke Kassi bukanlah kunjungan pertama setelah tamat. Kali ini terasa beda. Memasuki jalan menuju rumahnya Anto, saya melewati rumahnya Bahrun, sekolah, dan beberapa titik dimana dulu kami melakukan beragam hal. Saya ingat pohon jambu di ujung jalan. Ketika pulang, saya dan Idris sering memanjat pagar dan mengambil buah jambu itu tanpa sepengetahuan pemiliknya.

Jambu air di Kassi bukanlah barang langka, hampir setiap rumah ditumbuhi pohon jambu. Di saat tertentu kami juga sering ke rumahnya Kenta atau Dedi, ketika masih tinggal di jalan Ampera, kompleks perumahan karyawan PT Semen Tonasa yang sudah direlokasi.

Pertemuan setelah 17 tahun, meski hanya lima orang yang sempat datang. Sudah cukup sebagai perjalanan mengunjungi kenangan. Waktu sekolah dulu, saya tidak begitu akrab dengan Manni dan Rasma, begitupun dengan Anto serta Arny. walau sekelas dengannya.

Seiring waktu berjalan. Usia semakin tua, perubahan sikap tentu berubah. Di kelas, Arny salah satu siswi yang sering diganggu. Sama halnya dengan Anto yang terbilang siswa disiplin.

Berbeda dengan saya dengan teman sejalan yang selalu merasa gelisah di dalam kelas.
Sejak kelas satu hingga kelas dua, Anto selalu dipilih menjadi ketua kelas. Di fase itu bukanlah masalah. Memasuki kelas tiga, tiba-tiba beberapa teman sejalan menyepakati keputusan kalau Kenta harus didorong menjadi ketua kelas. Dan, itu berhasil. Tujuannya, tentu saja berdasar kepentingan. Bahwa Kenta bisa diperintah sesuka perut dan diajak kerjasama bila kami-kami ini yang nakal mau bolos.

Kini, di grup WhatsApp, walau dulu tidak akrab, ada kekuatan emosional yang merekatkan. Bahwa dalam satu fase kehidupan SMP yang ditapaki. Kami berada dikurung waktu yang sama.
_

Pangkep, 21 Mei 2017






Komentar

Postingan Populer