Mengenang Ahyar Anwar, Asdar Muis RMS Bakar Buku
Senin malam (2/9) bertempat di gedung
kesenian Makassar, Societeit de Harmonie. Sejumlah kerabat, sanak, mahasiswa,
atau orang-orang yang mencintai sosok maupun karya Ahyar Anwar, berkumpul guna
mengenang dosen yang produktif mempublikasikan buku ini.
Acara ini merupakan inisiasi koran
Tempo Makassar, dimana Ahyar Anwar tercatat sebagai kolumnis di sana.
Tulisannya di rubrik literasi dapat dijumpai saban Senin. Saya sendiri
mengkliping sejumlah esai beliau.
Program acara diisi dengan pembacaan
esai dan nukilan buku Ahyar Anwar. Juga apresiasi dari kerabatnya. Alwi Rachman
mengatakan, kalau Ahyar Anwar adalah salah satu dosen yang menyimpang dari
sekian banyak dosen di kota Makassar ini. “Ia
bukan tipe dosen yang normal…” Ucapnya. Kita bisa memahami ungkapan dosen
fakultas seni budaya Unhas ini, yang ia maksudkan menyimpang tentu terpaut
dengan aktivitas Ahyar Anwar yang tidak hanya mengisi hidupnya selaku dosen
semata. Tetapi, ia juga seorang aktivis, penulis yang produktif, dan kritikus
sastra.
AM Iqbal Parewangi juga hadir, karib
kental Ahyar Anwar ini mengajak hadirin ke masa lalu, era ketika dirinya
mengarungi rantau di Yogyakarta. Meski ia senior Ahyar Anwar, direktur Gama
College ini tak dapat menutupi sejumlah hal perihal sosok Ahyar Anwar. “Ahyar Anwar seorang pelantun cinta
yang khusyuk sekaligus panglima perang yang beringas. Yang pertama
membimbingnya pada kedalaman. Yang kedua menandai keberanian sebagai lelaki
laut. Tidak banyak orang yang dianugerahi alur kesejarahan diri yang bertumpu
pada dua kekuatan itu sekaligus. Ahyar, kau salah satunya! Maka kukenanglah kau
semalam sebagai manusia biasa luar biasa, sahabatku.” Pungkasnya.
Penyair M Aan Mansyur tampil
membacakan esainya yang sebelumnya dimuat di halaman literasi koran Tempo
Makassar. Ia menuliskan pikiran Ahyar Anwar yang pesimistis, sebagai penjelajah
filsafat sebagaimana latar belakang akademiknya. Ahyar Anwar pembaca tekun
filsuf Soren Kierkegaard.
M Aan Mansyur menuliskan:
….Orang sering salah
memahami arti pesimisme, kata dia. Itulah kenapa banyak orang rela membayar
mahal untuk membeli buku-buku self-help
atau duduk mendengarkan motivator berceramah. Mereka tidak ingin belajar dari
sisi lain hidupnya. Mereka lebih senang ditarik masuk ke dalam sisi terang
sesuatu….
Malam mengenang Ahyar Anwar, itulah
intinya. Di sisi kanan dan kiri ruangan, karya esainya yang telah dimuat di
halaman literasi dipajang dengan nyala lilin sebagai penerangnya. Bukunya,
seperti Infinitum, Menidurkan Cinta, Kisah Tak Berwajah, Genealogi Feminisme,
Aforisma Cinta, dan Teori Sosial Sastra. Turut dijual pada kesempatan ini.
Seniman, sastrawan, sekaligus esais,
Asdar Muis RMS tampil monolog. Seketika ruangan hening. Orang-orang yang memadati
halaman gedung bergegas ke dalam ruangan. Mereka tak ingin melewati penampilan
eks jurnalis sejumlah media ini. Jelas saja, lelaki tambun kelahiran Pangkep 50
tahun silam ini selalu menghadirkan yang tidak terduga. Dan, di kenduri mengenang
Ahyar Anwar, ia tampil dengan membakar bukunya.
Tidak tanggung-tanggung, buku itu
merupakan kumpulan esainya yang sebelumnya telah dimuat di harian Pedoman
Rakyat pada medio 2003 hingga 2007. Tuhan Masih Pidato, judul buku itu, di
sampulnya terdapat wajah Masroom Bara, guru sekaligus sahabatnya dari
Yogyakarta yang telah disesain menggunakan teknik WPAP.
Bagi Anda
yang mengikuti status Asdar Muis RMS di facebook,
sudah pasti telah membaca ini:
Sahabatku sastrawan dan kritikus sastra, Dr Ahyar
Anwar, wafat beberapa saat lalu karena serangan jantung/ aku sungguh berduka/
selamat jalan, saudaraku! Terlalu banyak kenangan yang tak dapat kuurai/
tangisku untukmu takkan usai/ innalillahi wainnailaihi rojiun/ kami kehilangan/
dan di malam ini: aku membakar ratusan bukuku TUHAN MASIH PIDATO karena
termakan rayap/ di buku itu, kamu memberi komentar dan ketika diluncurkan, kamu
melabeliku SUFI SOSIAL/ duh ... aku menangisi kepergianmu/.
Status di atas ia posting pada 28 Agustus pukul 00:29 Wita. Ya, Dr
Ahyar Anwar menghembuskan nafas terakhirnya di RS Grestelina Makassar. Kabar kematiannya
ini begitu cepat beredar melalui jejaring sosial pun pesan pendek. Di malam
yang sama, hapeku pun menerima SMS perihal kepergian beliau.
Dan, malam
itu Asdar Muis RMS kembali membakar bukunya sebagai duka.
***
Makassar, 6 September 2013
Komentar