Siapa Mengingat Kita, Catatan yang Lupa Buat Teman-teman PPIM (Bagian I)
“Kenangan
yang indah boleh diingat, tetapi jangan terlena. Buatlah kenangan indah yang lain meski bersama dengan orang yang baru”
Tri
Suci GW Suryo (Yuki-SMU Negeri 17 Makassar)
Saya sungguh kecolongan ketika seorang
teman satu sekolah menceritakan pengalamannya mengikuti kongres pembentukan
sebuah wadah bagi pelajar di kota
Makassar. Cemburu dan jengkel menyelimuti perasaan saya ketika itu. Bagaimana
mungkin saya bisa absen untuk urusan seperti itu.
Saya tidak ingat lagi kapan pembentukan lembaga itu dimulai, yang pastinya draf AD/ART lembaga itu saya ambil lalu saya baca sepanjang malam. Tak lupa saya menyalin nomor kontak salah satu penanggung jawab kongres itu. Setidaknya yang bisa saya wawancarai.
Saya tidak ingat lagi kapan pembentukan lembaga itu dimulai, yang pastinya draf AD/ART lembaga itu saya ambil lalu saya baca sepanjang malam. Tak lupa saya menyalin nomor kontak salah satu penanggung jawab kongres itu. Setidaknya yang bisa saya wawancarai.
Kalau tidak salah, saya pulang kampung
ketika kongres pelajar itu berlangsung. Jadi, yang menerima undangan kongres diserahkan
kepada anak SMA. Saya
juga menebak kalau untuk SMK tidak menerima surat undangan itu. Situasinya saya
kira wajar, karena dalam YBW LPP UMI (Yayasan Badan Wakaf Lembaga Persiapan
Pendidikan Universitas Muslim Indonesia) yang dikenal di luar cuma
universitasnya. Kalaupun mengenal tingkat pendidikan sekolah menengah atasnya,
paling SMA UMI
saja, padahal di dalam yayasan
terdapat juga SMK serta SMP.
Nah, pada wilayah inilah saya menebak kalau panitia kongres hanya
menyurati SMA UMI saja.
Bim, seorang teman dekat di sekolah, saya tanyakan perihal kongres itu. Saya agak lupa, apakah ia mengikuti atau tidak kongres tersebut. Memang, dalam hubungan interaksi antara anak SMA
dengan SMK terpelihara ruang yang mengakibatkan garis pemisah kegiatan. Karena kegiatan
ekstrakurikuler yang membumi di sekolah-sekolah pada umumnya cuma Pramuka dan
PMR. Saat itu saya kurang berminat untuk aktif di dalamnya. Beberapa anak SMK
dan SMA berbaur di kedua kegiatan ini. Saya masih
ingat betul kalau saya paling susah untuk berbaur dengan anak SMA.
Hingga suatu ketika pada acara
perpisahan anak-anak kelas tiga. Yayasan pendidikan berinisiatif mengadakan
acara pelepasan itu secara serentak. Maka terbentuklah kepanitiaan. Saya pun
terlibat dalam kepanitiaan itu dengan menyiapkan pentas parodi. Dalam proses
latihan parodi itulah saya mulai membangun interaksi dengan anak SMA kemudian mulai akrab dengan Ami, ketua
OSIS SMA yang
mencertikan pengalamannya mengikuti kongres pelajar.
*
Setelah draf kongres pelajar itu saya pegang beserta nomor telepon yang
menurut Ami, ia salah satu penanggung jawab kongres. Malammnya langsung saya
hubungi dan membuka dialog yang saya kira defensif. Saya memang agak sombong
memulai pembicaraan. Saya katakan kalau AD/ART wadah pelajar yang baru
terbentuk itu mengalami kontradiksi di sana-sini. Dan, itu diamini oleh lawan bicara
saya di ujung telepon. Ia mengaku kalau masih dalam tahap belajar. Padahal saya pun tak begitu yakin dengan
kritikan yang saya dendangkan. Ya, memang agak sombong.
Selanjutnya saya janjian untuk bertemu, dalam niat dasar saya ketika
itu mengatakan kalau saya akan aktif sepenuhnya di lembaga ini. Sebuah lembaga yang
selalu ingin saya bentuk, namun hanya terdiam dan tertanam di kepala. Akhirnya,
di sejumlah pertemuan yang dilakukan. Sekali lagi saya lupa kapan pertama
kali mengikuti rapat dalam lembaga tersebut. Kalau tidak salah, pertemuan
diadakan di SMA 17
Makassar di jalan Sunu. Saya berangkat sendiri karena Ami sepertinya malas
aktif. Dimana hari-hari selanjutnya, Bim
dan Jamil yang
selalu meluangkan waktu untuk mengikuti pertemuan.
Agenda-agenda pembahasan masih
seputaran penguatan organisasi. Dari pertemuan itu saya kemudian mulai akrab
dengan Anton, orang yang saya telepon untuk menanyakan AD/ART. Lalu berkenalan
dengan Alwia, Ipa, Senja, dan Amin yang merupakan Sekjend terpilih pada saat
kongres.
Pertemuan semakin rutin dilakukan, dan
saya pun berkenalan dengan Awal, Ari, dan Siska Ayu dari SMA Negeri
16. Beberapa anak SMU Negeri 5, seperti Siska Rini, Yuni, dan
Amma. Juga Yuki, Arif (Almahrum) dari SMU Negeri 17.
Dari SMU Negeri 8, ada Delton (Satu lagi yang
gemuk tapi saya lupa namanya), dari SMU Negeri 11, saya hanya
mengenal Irex
(nama panggilan, saya lupa nama aslinya). Sebenarnya ada banyak yang aktif,
tetapi sejauh ini cuma nama-nama yang saya sebutkan inilah yang masih saya ingat.
Beberapa di antaranya
masih
saya simpan nomor kontaknya.
Beberapa
Kegiatan
Sejumlah kegiatan-kegiatan yang masih
saya ingat ialah, kita pernah melakukan aksi longmarch dengan rute aksi di jalan Ratulangi, singgah di depan Konjeng
Jepan dan Mal Ratu Indah guna
membagikan brosur. Saya agak lupa apa muatan aksi pada saat itu. Apakah penolakan agresi militer AS kepada Irak
atau bukan. Setelah aksi itu, dirancang kembali aksi serupa.
Difasilitasi oleh Iqbal Parewangi, direktur Gama College. Selama kurang lebih satu jam kami berkumpul di salah satu ruangan yang di sebut Heisenberg. Tepatnya di lantai 3 kantor Gama College di jalan Maccini. Terpilih Anton sebagai Korlap, Alwiah bertugas sebagai report aksi, Bim, Ipa, saya, dan yang ada beberapa nama yang sudah saya lupa, ditetapkan sebagai orator. Hasilnya, aksi dengan menggerakkan ratusan massa dari pelbagai sekolah berhasil diwujudkan.[1] Longmarch kembali dilakukan setelah semua massa berkumpul di Manunggal dan berakhir di Pantai Losari di sisa sore yang indah. Kak Ikbal lalu membacakan doanya dengan judul Kemanusiaan Kita Terdesak.[2] Selain Kak Iqbal yang mendampingi langsung aksi ini, juga ada Kak Marwan, Saiful Haq, dan Irfan.
Difasilitasi oleh Iqbal Parewangi, direktur Gama College. Selama kurang lebih satu jam kami berkumpul di salah satu ruangan yang di sebut Heisenberg. Tepatnya di lantai 3 kantor Gama College di jalan Maccini. Terpilih Anton sebagai Korlap, Alwiah bertugas sebagai report aksi, Bim, Ipa, saya, dan yang ada beberapa nama yang sudah saya lupa, ditetapkan sebagai orator. Hasilnya, aksi dengan menggerakkan ratusan massa dari pelbagai sekolah berhasil diwujudkan.[1] Longmarch kembali dilakukan setelah semua massa berkumpul di Manunggal dan berakhir di Pantai Losari di sisa sore yang indah. Kak Ikbal lalu membacakan doanya dengan judul Kemanusiaan Kita Terdesak.[2] Selain Kak Iqbal yang mendampingi langsung aksi ini, juga ada Kak Marwan, Saiful Haq, dan Irfan.
Kegiatan selanjutnya, ialah Morning Cafe di Pantai Losari. Paling saya ingat dalam pengurusan
kegiatan ini, ketika sore hari menunggu pemasangan tenda. Informasi yang
dihimpun bahwa tim
kerja Gama College akan datang membawa tenda. Beberapa teman menunggu di pantai
untuk menjemput tenda itu. Tetapi, hingga pukul
delapan malam, tenda belum juga datang.
Akhirnya diputuskan untuk menyewa tenda. Saya lalu menghubungi teman yang bekerja
di salah satu penyedia jasa tenda. Esoknya, baru
diketahui kalau tenda dari tim
kerja Gama College sudah datang sejak pukul lima sore di Pantai Losari. Namun, terjadi kesalahpahaman terkait lokasi
pendirian tenda. Mereka lalu
pulang setelah lama menunggu.
Pengalaman lainnya soal pengurusan
layanan listrik. Saya lupa bersama
siapa ke PLN di Jalan Ahmad Yani untuk mengurus itu, yang jelasnya setelah saya
masuk melakukan negoisasi.
Teman yang saya tempati membonceng
hilang entah ke mana. Awalnya saya pikir kalau teman itu mengisi bensin. Hanya saja tidak memberi konfirmasi, pikirku saat itu. Saya berusaha
menunggu. Agak lama saya duduk di emperan
pagar PLN hingga saya putuskan untuk berjalan kaki kembali ke lokasi morning cafe. Sama sekali tak ada pilihan saat itu selain jalan
kaki. Sebab,
sepeser pun tak ada uang di saku.
Kegiatan yang tak kalah bergengsinya, ialah Workshop Pelajar se Sulawesi
Selatan yang niat awalnya hendak dilaksanakan di otel Bintang di jalan Urip
Sumiharjo (Hotel itu kini telah tiada, lokasinya berubah menjadi RS Awal Bros).
Pada saat pelaksanaan direlokasikan di LEG Bukit Baruga. Saya agak lupa berapa
hari pelaksanaan kegiaan ini.
Kalau tidak salah, perwakilan sekolah
berasal dari Kabupaten Bulukumba, Pare-Pare, Sidrap, Soppeng, Palopo, Makassar,
dan Sinjai. Sejumlah narasumber yang mengisi workshop ini antara lain: Mba
Cicin (saya lupa nama lengkapnya), Ahyar Anwar, dan Hadi Jamal (Saat itu masih
politisi PAN). Kegiatan ditutup dengan Out Bond bersama di Bantimurung, Maros.
***
[1] Brosur aksi ini masih saya simpan. Saat menuliskan catatan ini saya
berada di Makassar dan arsip-arsip itu berada di Pangkep (Akan saya muat
revisinya setelah brosus itu saya baca kembali terkait hari, bulan, dan
tanggalnya. Serta isi brosur)
[2] Teks doa ini masih saya simpan. Akan saya muat kembali setelah arsip-arsip PPIM saya
buka kembali
Komentar
satu hal yang tlah di buat PPIM yaitu aksi long march yang ternyata tidak kalah jauh tertib dan peserta aksi yang panjangnya sejauh 2-3 km.
PPIM telah membawa warna pada putih - abu-abu 10 tahun yang lalu................